Menatap Gerhana Matahari dengan Mata Telanjang Berbahaya, Pakai Kacamata Hitam Biasa Juga Tak Aman, Ini Penjelasannya
Menjelang peristiwa gerhana matahari parsial dan total di Indonesia pada 9 Maret 2016, dokter Rumah Sakit Mata Cicendo, Bandung, membentuk tim khusus. Tim itu terdiri atas Iwan Sovani, Arief Kartasasmita, Erwin Iskandar, Rova Virgana, dan Ratu Puri Paramita. Mereka mensosialisasikan dampak gerhana matahari bagi mata pengamat dan cara amannya.
"Kacamata hitam tidak aman untuk melihat proses gerhana matahari," kata Direktur Medik Rumah Sakit Mata Cicendo, Iwan Sovani, kepada Tempo di ruang kerjanya, Selasa, 23 Februari 2016. Kacamata hitam komersial yang banyak dijual di pasaran, menurut Iwan, tidak memiliki filter sinar ultraviolet dan infrared yang sesuai.
Gejala solar eclipse retinopathy bisa saja tidak terasa dan tanpa nyeri. Gejala lain seperti penglihatan buram, terdapat skotoma atau bayangan hitam menutupi pandangan, metamorphopsia atau melihat garis lurus menjadi bengkok, atau melihat benda menjadi lebih besar atau kecil. Selain itu terjadi gangguan penglihatan warna, silau, dan sakit kepala.
Gangguan penglihatan pada solar eclipse retinopathy karena sinar matahari seperti ultraviolet dan infra merah dengan intensitas tinggi masuk melalui lubang pupil kemudian difokuskan di retina. Terpaan sinar itu, kata Iwan, dapat meningkatkan suhu retina hingga 10-25 derajat Celcius.
"Peningkatan suhu 4 derajat saja dapat meningkatkan radikal bebas dan kerusakan terhadap sel fotoreseptor di retina," ujar Iwan. Menatap matahari kurang dari satu menit sudah cukup merusak mata. Alat yang aman melihat gerhana matahari yaitu kacamata dengan filter sinar ultraviolet dan infra merah yang mengandung lapisan tipis aluminium, chromium, atau perak.***
Editor | : | sanbas |
Sumber | : | tempo.co |
Kategori | : | Ragam |