Home  /  Berita  /  Peristiwa

Jamiluddin Ritonga: Jangan Bunuh Karakter Ketua BEM UI

Jamiluddin Ritonga: Jangan Bunuh Karakter Ketua BEM UI
Ilustrasi BEM UI. (Foto: Istimewa)
Kamis, 01 Juli 2021 16:48 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, angkat bicara terkait tudingan BEM UI adalah asuhan Cikeas dan pendukung Front Pembela Islam (FPI). Bahkan Leon ditudig sebagai anggota HMI yang beafiliasi ke Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Tudingan ini muncul, setelah BEM UI menjuluki Presiden Joko Widodo (Jokowi) The King of Lip Service, dan muncul tudingan tak sedap kepada Ketua BEM UI Leon Arvinda Putra.

"Tudingan tersebut tampaknya sengaja disampaikan secara vulgar untuk mengalihkan perhatian dari masalah yang diperdebatkan ke sifat atau reputasi dan kredibilitas pribadi Leon. Para penuding tidak menjawab substansi kenapa muncul julukan The King of Lip Service, tapi mereka lebih fokus merusak reputasi dan kredibilitas Leon," ujarnya kepada GoNews.co, Kamis (1/7/2021) di Jakarta.

Menurutnya, tujuan mereka jelas, dengan rusaknya reputasi dan kredibilitasnya, publik diharapkan tidak mempercayai Leon dan BEM UI yang dipimpinnya. Publik diharapkan menjadi antipati dan berbalik menyerang Leon dan BEM UI.

"Upaya pembunuhan karakter (character Assassination) semacam itu memang kerap terjadi di Indonesia. Diskursus menjadi tidak berkembang karena pihak-pihak yang berwacana lebih fokus menyerang orangnya daripada apa yang diwacanakan," tandasnya.

Akibatnya kata Dia, bukan solusi yang dihasilkan dari sebuah wacana. Wacana justeru berkembang pada bertebarannya stigma-stigma negatif yang ditujukan kepada pihak-pihak yang berwacana. "Celakanya, pada kasus BEM UI, para pemberi stigma negatif itu datang dari orang-orang terdidik dan bahkan ada yang sudah dedengkot di dunia politik. Mereka tega memberi stigma negatif kepada para mahasiswa yang memang masih belajar berwacana," tandasnya.

Dengan tudingan itu kata Dekan FIKO< IISIP ini, justeru memberi contoh tidak baik kepada juniornya dalam berwacana. "Anehnya mereka justeru terkesan bangga melakukan hal itu," tukasnya.

Jika para mahasiswa terus diajarkan berwacana dengan membunuh karakter seseorang, dikhawatirkan akan mrlakukan hal yang sama di kemudian hari. "Kalau ini yang terjadi, tentu berbahaya bagi perkembangan komunikasi politik di tanah air," urainya.

Akibatnya, wacana tidak akan pernah produktif. Setiap wacana akan selalu diiringan pembunuhan karakter, yang dapat melahirkan dendam. "Tentu ini tidak sehat untuk komunikasi politik di negeri tercinta," pungkasnya.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/