Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Seleksi Lokakarya Wasit dan Asisten Wasit Liga 3 Tahun 2023/2024 Bergulir
Olahraga
23 jam yang lalu
Seleksi Lokakarya Wasit dan Asisten Wasit Liga 3 Tahun 2023/2024 Bergulir
2
Unjuk Kebolehan, Aditya Kalahkan Pecatur Kawakan GM Thien Hai Dao
Olahraga
22 jam yang lalu
Unjuk Kebolehan, Aditya Kalahkan Pecatur Kawakan GM Thien Hai Dao
3
Hadapi Uzbekistan di Semifinal, Timnas U 23 Indonesia Diharapkan Bisa Tampil Seperti Lawan Korsel
Olahraga
20 jam yang lalu
Hadapi Uzbekistan di Semifinal, Timnas U 23 Indonesia Diharapkan Bisa Tampil Seperti Lawan Korsel
4
PSIS Semarang Terus Jaga Asa Tembus 4 Besar
Olahraga
2 jam yang lalu
PSIS Semarang Terus Jaga Asa Tembus 4 Besar
5
Kemenangan Penting Persija dari RANS Nusantara
Olahraga
2 jam yang lalu
Kemenangan Penting Persija dari RANS Nusantara
6
Arema FC Fokus Recovery Hadapi Laga Terakhir
Sepakbola
2 jam yang lalu
Arema FC Fokus Recovery Hadapi Laga Terakhir
https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/
Home  /  Berita  /  Ekonomi

Saat Harga Minyak Goreng Kembali Mahal, Kok Tiba-tiba Pasokan Langsung Melimpah?

Saat Harga Minyak Goreng Kembali Mahal, Kok Tiba-tiba Pasokan Langsung Melimpah?
Deretan minyak goreng berbagai merek di Swalayan. (Foto: PikiranRakyat)
Kamis, 17 Maret 2022 14:56 WIB
JAKARTA - Beberapa bulan terakhir masyarakat kesulitan mendapatkan harga minyak goreng, kini kembali bisa mendapatkannya dengan mudah. Namun minyak goreng yang mulai melimpah itu juga telah berganti harga.

Bila pada saat kesulitan mencari minyak goreng harganya cukup murah yaitu Rp 14.000 per liter, kini harga baru dibanderol melonjak hampir dua kali lipat. Hal ini sesuai dengan keputusan pemerintah yang mencabut aturan mengenai harga minyak goreng murah.

Sebagai contohnya, pasokan minyak goreng dari distributor pada saat ini mulai kembali lancar ke ritel Indomaret di berbagai daerah. Microeconomics Executive Director PT Indomarco Prismatama, Feki Oktavianus mengatakan, saat ini sudah mulai dipasok minyak goreng, tetapi masih belum merata dan diharapkan ke depan pemasok bisa suplai lebih lancar. "Yang belum merata itu khususnya luar Jawa tapi ada yang dalam proses pengiriman," ujar Feki, Kamis (17/3/2022).

Sebelumnya, minyak goreng di ritel tersedia sangat terbatas dan akhirnya menjadi langka karena tidak adanya pasokan dari distributor komoditas pangan tersebut. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyebut kebutuhan minyak goreng untuk ritel seluruh Indonesia sebanyak 20 juta liter per bulan. Namun, semenjak diberlakukannya harga eceran tertinggi (HET) oleh pemerintah mulai 1 Februari 2022, pasokan minyak goreng ke ritel modern menjadi tersendat.

Ketua Umum Aprindo Roy Mande menjelaskan, kekosongan minyak goreng di ritel modern karena tidak normalnya pasokan yang biasa diterima ritel di seluruh Indonesia. "Belum ada 10 persen dari permintaan kami. Per bulan itu, ritel seluruh Indonesia butuh 20 juta liter, tapi sekarang baru sekitar 5 persen sampai 6 persen pasokannya," ujar Roy.

Harga minyak goreng kemasan di swalayan di Tasikmalaya kembali mahal, yakni menyentuh Rp 23.000 per liter mulai Rabu (16/3/2022). Hal ini membuat warga Tasikmalaya, Jawa Barat, kaget. Bahkan terlihat pajangan minyak goreng kemasan berbagai merek kembali banyak terpajang di salah satu swalayan di Kota Tasikmalaya sejak Rabu pagi.

"Aneh minyak goreng mendadak banyak mulai hari ini di sini padahal kemarin sedikit malah kosong. Pas tadi mau saya beli ternyata harganya mahal lagi Rp 23.000 per liternya. Pantesan jadi banyak lagi sekarang minyak gorengnya," jelas Joya (30), salah seorang ibu rumah tangga yang sedang berbelanja di salah satu swalayan, Rabu.

Mulanya dirinya mendapatkan informasi di media sosial kalau minyak goreng kembali didapatkan di semua swalayan. Namun, ternyata harganya kembali mahal yang tidak sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) pemerintah sebelumnya untuk minyak goreng kemasan Rp 14.000 per liternya. "Tadi saya pastikan ke sini ternyata benar. Pantesan jadi banyak dan gampang, harganya mahal lagi. Kaget saya tadi sama teman-teman di sini," tambah Joya.

Joya bersama teman-temannya pun memborong minyak goreng dengan harga kembali mahal itu untuk memastikan apakah ada pembatasan pembelian atau tidak. Ternyata, saat ditanya ke petugas kasir sekarang sudah tak dibatasi dan dipersilakan membeli banyak karena stoknya melimpah lagi. "Tadi bebas katanya mau beli banyak juga enggak apa-apa. Sudah tak dibatasi lagi karena harganya mahal lagi. Kalau kemarin lagi murah, susahnya minta ampun barangnya. Kami tim emak-emak jadi bingung dengan kondisi sekarang, banyak anehnya. Kacau, kacau," ujar Joya.

Hal itu diamini ibu rumah tangga lainnya Sri Mulyani (36), yang mengaku aneh dan mempertanyakan kebijakan pemerintah terkait harga minyak goreng selama ini. Saat harga murah berlaku sesuai HET pemerintah, justru stok sedikit dan susah sampai harus antrean panjang. Tapi saat harga mahal lagi, stok jadi mendadak banyak dan dibebaskan memborong minyak goreng. "Ya itu kagetnya Pak, aneh sekali. Saat murah tak ada, susah, harus antre untuk dapat minyak goreng. Sekarang udah mahal lagi, banyak pisan barangnya. Kacau memang, aneh," jelasnya.

Sebelumnya, pemerintah mengambil kebijakan revisi harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng menyusul adanya kelangkaan yang terjadi belakangan ini. HET minyak goreng yang berlaku sebelumnya mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 06 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.

Regulasi tersebut terbit menyusul adanya kenaikan harga minyak goreng sejak akhir tahun 2021. Kala itu harga minyak goreng kemasan bermerek sempat merangkak ke angka Rp 24.000 per liter. Hanya saja, ketika harga minyak goreng di pasaran sudah turun, keberadaan barang tersebut justru secara misterius lenyap.

Minyak goreng seharga Rp 11.500 hingga Rp 14.000 per liter di toko ritel, supermarket, pasar tradisional menjadi langka dan selalu cepat habis jika sewaktu-waktu ada pasokan datang.

Kini, untuk mengatasi masalah kelangkaan minyak goreng yang terjadi, Pemerintah mencabut ketentuan mengenai HET yang sebelumnya berlaku. Hal ini dipastikan oleh Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai mengikuti Rapat Terbatas (Ratas) yang dipimpin oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), Selasa (15/03/2022) sore, di Istana Merdeka, Jakarta.

Pernyataan YLKI

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi meminta pemerintah untuk memperketat pengawasan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng non premium seharga Rp 14.000. Tulus melihat kebijakan terbaru pemerintah terhadap minyak goreng secara umum lebih ramah pasar, dan diharapkan hal ini bisa menjadi upaya untuk memperbaiki distribusi dan pasokan minyak goreng (migor) pada masyarakat dengan harga terjangkau.

"Sebab selama ini intervensi pemerintah pada pasar migor, dengan cara melawan pasar terbukti gagal total. Malah menimbulkan kekisruhan di tengah masyarakat," tutur Tulus dalam keterangannya.

Namun dari sisi kebijakan publik, ucap Tulus, YLKI sangat menyayangkan, terkait bongkar pasang kebijakan migor. Ia menyebutnya sebagai kebijakan coba-coba. Sehingga konsumen, bahkan operator menjadi korbannya.

"YLKI mendesak pemerintah untuk memperketat pengawasan terkait HET migor non premium dengan harga Rp 14.000. Jangan sampai kelompok konsumen migor premium mengambil hak konsumen menengah bawah dengan membeli, apalagi memborong migor non premium yang harganya jauh lebih murah," ujar Tulus.

Tulus melihat idealnya subsidi minyak goreng sebaiknya bersifat tertutup atau by name by address, sehingga subsidinya tepat sasaran. Sedangkan subsidi terbuka seperti sekarang berpotensi salah sasaran, karena migor murah gampang diborong oleh kelompok masyarakat mampu. "Dan masyarakat menengah bawah akibatnya kesulitan mendapatkan migor murah. Pemerintah seharusnya belajar dari subsidi pada gas melon," ujar Tulus.

Sedangkan, menurut Tulus, YLKI terus mensesak KPPU untuk mengulik adanya dugaan kartel dan oligopoli dalam bisnis minyak goreng, CPO, dan sawit. YLKI juga mendesak pemerintah untuk transparan. "Sebenarnya DMO 20 persen itu mengalir ke mana, ke industri migor, atau mengalir ke biodiesel. Sebab DMO 20 persen memang tidak akan cukup kalau disedot ke biodiesel. Dalam kondisi seperti skrg, CPO untuk kebutuhan pangan lebih mendesak, daripada untuk energi," imbuh Tulus.

Ditekan Konglomerat?

Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios) mengungkapkan, kebijakan pemerintah terus berubah terkait ketersediaan dan harga minyak goreng. Seperti diketahui awal tahun ini, pemerintah menerapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) sawit dari awalnya 20 persen, tidak lama menjadi 30 persen.

Kemudian, ada subsidi minyak goreng curah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), di mana pengawasannya lemah. Namun paling baru, pemerintah justru melepas harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan, sehingga harganya sesuai keekonomian. "Nah, ini khawatirnya pemerintah gonta-ganti kebijakan karena tidak kuat berada dalam tekanan konglomerat sawit," ujarnya, Kamis (17/3/2022).

Lebih lanjut secara teknis, Bhima menjelaskan, kebijakan subsidi minyak goreng curah lewat BPDPKS tidak berdampak terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kecuali, ketika alokasi subsidi BPDPKS tidak memadai, maka ada kemungkinan dibutuhkan bantuan mekanisme dari APBN. Bhima menilai, idealnya memang subsidi minyak goreng ini melalui APBN, sehingga lebih transparan dan pengawasan jauh lebih mudah daripada lewat BPDPKS. "Misalnya, pengawasan untuk subsidi ini bisa digabungkan dengan data terpadu kesejahteraan sosial, sehingga lebih tepat sasaran siapa penerima subsidinya," katanya.

Sementara, kebijakan subsidi pemerintah dinilai ada kesalahan karena untuk minyak goreng kemasan itu yang membeli belum tentu kelas menengah bawah atau miskin. Justru, kata Bhima, yang membeli banyak dari kelas menengah atas, apalagi minyak goreng subsidi tersebut dijual melalui minimarket modern. "Itu kesalahan yang jangan sampai terulang," tutur dia.

Kemudian, dia menilai segala bentuk perubahan kebijakan pemerintah ini belum tentu akan membuat harga minyak goreng lebih terjangkau dan mudah didapat. Sebab, malau yang disubsidi adalah minyak goreng curah, maka pengawasannya akan sangat susah dari sisi distribusi. Minyak goreng curah bisa kemungkinan dioplos dengan jelantah dengan tidak ada kemasan maupun barcode-nya, sehingga rentan terjadinya penimbunan.

Selain itu, masyarakat juga pastinya kalau melihat ada gap antara minyak goreng kemasan dengan curah, maka akan turun kelas. "Tidak menutup kemungkinan mereka akan turun kelas mengkonsumsi minyak goreng curah dan itu bisa mengakibatkan alokasi subsidi BPDPKS tidak mencukupi, akan terjadi kelangkaan juga.

Jadi, ini tidak selesai, harusnya tetap kebijakannya itu adalah DMO, cari rantai distribusi bermasalah yang menimbun untuk tegakan hukumnya, dan dari sisi HET-nya itu juga dipantau," pungkas Bhima.***

Editor:Muslikhin Effendy
Kategori:Peristiwa, Ekonomi, Pemerintahan, Sumatera Barat
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/