Home  /  Berita  /  Politik

Turki Pesan Vaksin Nusantara, Komisi IX DPR: Kenapa BPOM Anggap Remeh Karya Anak Bangsa?

Turki Pesan Vaksin Nusantara, Komisi IX DPR: Kenapa BPOM Anggap Remeh Karya Anak Bangsa?
Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay. (Foto: Istimewa)
Kamis, 26 Agustus 2021 13:26 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay bereaksi ketika melihat Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito goyang kepala saat rapat kerja di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (25/8/2021).

"Kalau orang ngomong, goyang kepala. Tolong diperhatikan," kata Saleh saat rapat kerja Komisi IX DPR RI dengan BPOM, Rabu (25/8).

Peristiwa itu bermula saat Ketua Fraksi PAN itu menjelaskan tentang perlunya Indonesia membuat vaksin secara mandiri. Sebab, kata dia, biaya impor vaksin memakan biaya Rp 70 Triliun selama setahun. Di sisi lain, pandemi tidak berakhir dalam 10 tahun ke depan.

"Sementara itu, banyak kabupaten atau kota di Indonesia yang anggaran APBD hanya Rp 1 Triliun. Kalau Vaksinasi Rp 70 Triliun berarti sudah bisa membiayai 70 kabupaten atau kota," ungkapnya.

Eks Ketua PP Pemuda Muhammadiyah itu kemudian menuturkan, anak bangsa saat ini tengah mengupayakan pembuatan vaksin Merah Putih dan Nusantara. Bahkan, kata dia, rencana pembuatan vaksin Nusantara sudah dipantau Turki.

Saleh mengutip pemberitaan media menyebut negara yang dipimpin Recep Tayyip Erdogan siap memesan 5,9 juta dosis. Namun, kata Saleh, pembuatan vaksin Merah Putih dan Nusantara masih terganjal. BPOM belum mengeluarkan izin terhadap dua vaksin tersebut.

Saat momen penjelasan itu, Saleh melihat Penny menggoyangkan kepala. "Itu ada di media (Turki mau memesan). Jangan goyang kepala. Ibu kalau tidak percaya jangan membantah di sini," tutur Saleh.

Sementara itu Guru Besar Ilmu Biokimia dan Biologi Molekular Universitas Airlangga Prof. Chairul Anwar Nidom mengemukakan ketertarikan Pemerintah Turki untuk membeli vaksin Nusantara berbasis sel dendritik dari Indonesia.

"Yang jelas, memang luar negeri sudah ada yang minat. Saya dapat informasi dari Dokter Terawan Agus Putranto (penggagas vaksin Nusantara) bawa ada keinginan dari negara Turki membeli vaksin Nusantara," katanya.

Dalam dialog di kanal Youtube Siti Fadilah, Kamis (19/8), Nidom menyampaikan bahwa vaksin Nusantara rencananya akan di pesan negara Turki sebanyak 5,2 juta dosis. "Pada acara tersebut saya sampaikan bawa untuk tindak lanjutnya apakah nanti akan dikelola G to G (antarpemerintah) atau antar-business to business (transaksi bisnis) saya enggak tahu," katanya.

Menurut Nidom, pemerintah Turki bahkan menawarkan uji klinik untuk fase 3 vaksin Nusantara dilakukan di negara mereka. "Untuk Turki, vaksin Nusantara ini justru menguntungkan, karena terus terang bahwa vaksin Nusantara ini dari aspek risiko toksisitas (keracunan), faktor sosial agama itu kan nggak ada masalah. Jadi kalau dia bisa menangkap itu, paling tidak negara Islam akan di-cover sama Turki," katanya.

Nidom menilai vaksin Nusantara merupakan potensi bagi Indonesia untuk dijadikan aspek ekonomi berkat terobosan baru dalam teknologi kesehatan dari sebuah vaksin yang sudah berumur 300 tahun itu.

Berdasarkan pengamatan aspek sains, pada uji klinik fase 1 dan 2 pada para relawan, tidak ditemukan masalah, bahkan para relawan merasa lebih nyaman usai penyuntikan vaksin Nusantara. "Perbedaannya, vaksin Nusantara karena sel dendritik itu tidak terjadi inflamasi, sementara vaksin yang konvensional ini akan terjadi inflamasi," katanya.

Inflamasi yang dimaksud adalah kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI) yang kerap dialami peserta vaksinasi COVID-19 seperti reaksi demam, kepala pusing, bengkak, bercak kemerahan dan sebagainya usai seseorang menerima suntikan vaksin konvensional.

"Vaksin konvensional yang saya maksud adalah yang berbasis inactivated virus (virus yang dimatikan) maupun platform mRNA. Teknologi memasukkan sesuatu ke dalam tubuh seseorang dengan bahan asing itu adalah konvensional," katanya.

Sedangkan sel dendritik pada vaksin Nusantara, kata Nidom, diterapkan dengan cara mengeluarkan 'mesin' di dalam tubuh untuk diolah di luar tubuh, kemudian setelah aktif dimasukkan kembali ke dalam tubuh penerima manfaat. "Ini kan teknologi baru," katanya.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/