Home  /  Berita  /  Politik

Prima Sebut Pandemi telah Menunjukkan Bentuk Terburuk Politik Nasional

Prima Sebut Pandemi telah Menunjukkan Bentuk Terburuk Politik Nasional
Ketua Umum Prima, Agus Jabo Priyono dalam deklarasi Prima di Jakarta, 1 Juni 2021. (foto: ist./antara)
Kamis, 12 Agustus 2021 21:03 WIB
JAKARTA - Ketua Umum Prima (Partai Rakyat Adil Makmur), Agus Jabo Priyono mengatakan, politik nasional tak hanya gagap merespon krisis akibat pandemi tetapi justru menampilkan bentuk terburuknya selama pandemi Covid-19.

Rilis Prima yang diterima GoNEWS.co, Kamis (12/8/2021), menyebut, yang dimaksud sebagai bentuk terburuk politik di masa pandemi adalah terjadinya kasus 'korupsi bansos'.

Lebih jauh, Agus memaparkan, saat jutaan rakyat terpuruk lantaran pandemi, para elit politik justru sibuk dengan kepentingan pribadi dan kelompoknya. "Mereka sibuk saling sikut dan intrik menuju pemilu 2024,".

"Bukannya hadir di tengah rakyat untuk menghadapi pandemi, malah sibuk memasang baliho bergambar wajah masing-masing," kata dia.

Agus melanjutkan, Indonesia saat ini sedang berhadapan dengan krisis politik yang bukan hanya berujung pada lumpuhnya negara dalam merespon krisis akibat pandemi, tetapi mengarah pada apa yang disebut Soekarno sebagai krisis 'gezag'.

Krisis gezag, jelas Agus, adalah krisis yang menurunkan wibawa simbol-simbol negara, seperti ketidakpercayaan pada pejabat, lembaga, dan simbol-simbol negara. Ini terjadi karena praktek politik yang merusak negar; korupsi, penegakan hukum yang tebang pilih, kebijakan politik yang merugikan rakyat, dan lain-lain.

"Bung Karno menyebut krisis gezag sebagai krisis paling berbahaya karena bisa memicu disintegrasi sosial dan runtuhnya bangunan kebangsaan," ujarnya.

Baik krisis yang dipertajam oleh pandemi maupun krisis gezag, terang Agus, berasal dari akar masalah yang sama yakni tata kelola kekuasaan yang hanya dipegang oleh segelintir orang untuk melayani segelintir orang. "Kita sering menyebutnya Oligarki,".

"Kalau kita lihat konfigurasi politik Indonesia, hanya dua kubu yang dominan mewarnai politik Indonenesia; poros Istana versus poros oposisi. Poros istana meliputi individu maupun kekuatan politik (partai-partai pendukung pemerintah) yang sedang berada di lingkaran kekuasaan. Sedangkan poros oposisi meliputi Demokrat (SBY), PKS, dan kelompok konservatif,".

Masalahnya, lanjut Agus, dua poros itu bukanlah wajah baru. Merekalah yang mewarnai politik Indonesia sejak pasca reformasi hingga hari ini.

"Sudah terbukti, dua dekade pasca reformasi, kedua poros yang silih berganti memimpin Indonesia itu tidak bisa membawa Indonesia keluar dari lilitan korupsi, kemiskinan, dan ketimpangan ekonomi," tandasnya.

Prima, kata Agus, menganggap kedua poros itu tak bisa diharapkan untuk membawa Indonesia keluar dari dua krisis yang dihadapi Indonesia saat ini. Mereka mewakili wajah lama politik Indonesia yang busuk dan dekaden.

"Karena itu, kami menyerukan pembangunan Poros Politik Baru sebagai payung politik untuk semua individu maupun organisasi sosial-politik yang bertekad memperjuangkan Indonesia yang lebih baik, demokratis, adil dan makmur," ujarnya.***

Editor:Muhammad Dzulfiqar
Kategori:GoNews Group, Nasional, Politik
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/