Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Berpeluang Raih Norma Grand Master, Aditya Butuh 1 Poin Kemenangan
Olahraga
4 jam yang lalu
Berpeluang Raih Norma Grand Master, Aditya Butuh 1 Poin Kemenangan
2
Dikalahkan Uzbekistan, Timnas U 23 Indonesia Masih Ada Peluang Lolos ke Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
2 jam yang lalu
Dikalahkan Uzbekistan, Timnas U 23 Indonesia Masih Ada Peluang Lolos ke Olimpiade 2024 Paris
https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Kekayaan Indonesia Mengalir ke LN, Jadi 'Jualan' Prabowo di Dua Musim Pilpres, Kenapa?

Kekayaan Indonesia Mengalir ke LN, Jadi Jualan Prabowo di Dua Musim Pilpres, Kenapa?
Sabtu, 06 April 2019 03:02 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Sejak pertarungan Pilpres 2014 hingga Pilpres 2019, Calon Presiden RI, Prabowo Subianto, kerap mengulang-ulang narasi bahwa kekayaan Indonesia tidak tinggal di dalam negeri dan mengalir ke luar negeri.

Menurut Pengamat Komunikasi Politik Univesitas Gadjah Mada (UGM), Nyarwi Ahmad, hal tersebut merupakan narasi nationalist economic populisme yang dibangun Prabowo untuk menarik atau mempertahankan suara pemilihnya.

"Prabowo sepertinya ingin menegaskan bahwa sumber daya alam kita terus menerus diekspolitasi oleh sebagian elit, sementara kesejahteraan masyarakat tidak banyak peningkatan," kata Nyarwi kepada GoNews Grup, Jumat (05/04/2019).

Narasi yang dibangun berdasarkan basis dan sentimen kebangsaan serta kesenjangan (kelas) ekonomi di masyarakat itu, seperti diketahui, nyaris menjadikan Prabowo menang dalam Pilpres 2014 silam.

Selisih perolehan suara Prabowo dengan Jokowi kala itu, hanya sebanyak 8.421.389 suara dari total suara sah nasional sebanyak 133.574.277 suara. Adapun jumlah DPT kala itu sebanyak, 190.307.134 pemilih. Artinya, sebanyak 56.732.857 gabungan suara tidak sah dan golput lebih besar dari selisih suara Prabowo Vs Jokowi.

Mengingat kembali pernyataan Yusril Ihza Mahendra dalam video resminya yang dirilis 11 Juni 2018 soal menampung suara golongan muslim yang menjadi bagian dari barisan Golput pada Pilpres 2014 untuk Pileg PBB di 2019, maka dalam konteks Pilpres 2019, Prabowo nampak makin kuat karena dukungan muslim yang tak sedikit, semisal tingginya animo massa 212.

"Pemilih pemula ini cuman 7 juta jumlahnya. Yang 56 juta itu (kisaran jumlah total Golput nasional di Pilpres 2014, red), setengah saja milih PBB, udah syukur Alhamdulillah," kata Yusril yang juga Ketum Partai Bulan Bintang (PBB).

Kembali ke persoalan narasi politik, Nyarwi Ahmad menilai, para kontestan Pilpres 2019, idealnya mampu mengembangkan narasi politik yang menunjukkan positioning mereka di mata elektorat.

Bahwa terkait hal-hal yang bersifat isu kebangsaan dan kenegaraan, dinilai Nyarwi, "wajar jika ada kesamaan". Mengingat, basis ideologis partai pengusung kedua Paslon yakni Gerindra di kubu Prabowo dan PDIP di kubu Jokowi, sama-sama beridiologi nasionalis.

Namun untuk isu-isu yang bersifat policy (kebijakan) dan menyangkut tata pemerintahan serta pengelolaan kekuasaan pemerintahan, telah nampak banyak juga perbedaan antara Jokowi dengan Prabowo jika menoleh ke helatan Debat Keempat Pilpres 2019, 30 Maret lalu.

Dan, kata Nyarwi, "Sebagai pasar politik, publik bisa menilai policy-policy unggulan yang ditawarkan oleh Jokowi maupun Prabowo,".

"Publik bisa mengevaluasi, mengukur dan memprediksi apa saja kira-kira manfaat yang bisa mereka peroleh jika memilih salah satu diantara keduanya (Jokowi atau Prabowo)," pungkas Direktur Studi Presidensial di Departemen Media Digital dan Pusat Penelitian Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM itu.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/