Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Jordi, Elkan dan Yance Absen di Laga Lawan Vietnam
Olahraga
21 jam yang lalu
Jordi, Elkan dan Yance Absen di Laga Lawan Vietnam
2
Indonesia Jadi Tuan Rumah Asia Road Race Championship 2025
Olahraga
20 jam yang lalu
Indonesia Jadi Tuan Rumah Asia Road Race Championship 2025
3
Hadiah Ramadan Milo Untuk Suporter Persis Solo
Olahraga
21 jam yang lalu
Hadiah Ramadan Milo Untuk Suporter Persis Solo
4
PSIS Tetap Optimistis Ke Championship Series
Olahraga
21 jam yang lalu
PSIS Tetap Optimistis Ke Championship Series
5
PERBASI Gelar Seleknas untuk Bentuk Timnas Basket 5on5 Putri U-18 di Bali
Olahraga
20 jam yang lalu
PERBASI Gelar Seleknas untuk Bentuk Timnas Basket 5on5 Putri U-18 di Bali
6
Usher Menikah Diam-diam, Kejutkan Keluarga dan Fans
Umum
19 jam yang lalu
Usher Menikah Diam-diam, Kejutkan Keluarga dan Fans
Home  /  Berita  /  Pemerintahan

FACTA Ungkap Terbitnya SHM di Tanah yang Diduga Dikuasai Negara di Ampuah Baso Agam

FACTA Ungkap Terbitnya SHM di Tanah yang Diduga Dikuasai Negara di Ampuah Baso Agam
Surat kesepakatan penyerahan Tanah untuk negara seluas 100 HA untuk pembangunan universitas yang ditandatangani oleh 19 orang Ninik Mamak dua jorong di Ampuah Baso, pada 22 November 1954, silam.
Kamis, 28 Februari 2019 18:38 WIB
Penulis: Jontra
AGAM - Forum Analisis Cinta Tanah Air (FACTA) mempertanyakan status terbitnya Sertifikat Hak Milik (SHM) kepemilikan tanah pribadi yang diduga kuat adalah bagian dari tanah yang dikuasai oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terletak di Ampuah, Kecamatan Baso, Kabupaten Agam kepada Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Agam.

Terkait hal itu, Aktivis FACTA, Sukendra yang didampingi oleh Aktivis LSM Lidik Krimsus RI, Roni Edrianto menyebutkan, menurut data yang kami kantongi, terbitnya Sertifikat Hak Milik No: 00102 dan Surat Ukur No 00077/ Koto Tinggi/2017 atas nama Zulbahri menjadi SHM oleh BPN Agam tidak melalui kajian yang matang oleh BPN Agam. Karena, diduga tanah yang telah disertifikatkan tersebut adalah merupakan suatu kesatuan dengan tanah yang dikuasai oleh negara sejak tahun 1955 silam.

Dikatakan juga oleh Sukendra, menurut data yang kami miliki tanah seluas 100 Hectare di kawasan itu yang pada awalnya diserahkan secara sukarela oleh Ninik Mamak Jorong Sungai Sariak Kanagarian Koto Tinggi dan Ninik Mamak Jorong Sungai Cubadak Kanagarian Tabek Panjang, Kecamatan Baso, mewakili warga Ampuah Baso untuk negara pada tahun 1955 silam tersebut untuk kepentingan pembangunan sebuah Sekolah Tinggi/Universitas.

Adapun penyerahan tanah seluas 100 HA tersebut itu dituangkan dan dituliskan diatas surat kesepakatan bersama para niniak mamak pemilik ulayat yang kemudian dikodifikasikan dalam satu rangkap Naskah Prosesi Peresmian Fakultas Kedokteran Universitas Adityawarman Wilayah Sumatera Tengah pada tahun 1955, yang kemudian dirubah dan menjadi cikal bakal berdirinya Universitas Andalas (UNAND) Sumatera Barat.

Namun, karena terjadinya peristiwa PRRI tahun 1958 membuat semua rencana besar itu menjadi buyar. Saksi sejarah rencana pembangunan universitas itu juga masih tersisa, karena sudah ada satu bangunan yang sempat berdiri sebagai tanda telah dimulainya proses pembangunan. Lokasi yang telah dibangun itu saat ini berada di dalam kawasan SMPN 1 dan SMAN 1 Baso, Agam dan masih digunakan sampai saat ini.

Disebutkan lebih lanjut oleh Sukendra, pasca tidak jadinya terlaksana pembangunan Fakultas Kedokteran, Ilmu Pasti dan Ilmu Alam Universitas Adityawarman, tanah tersebut sekarang ditempati oleh beberapa instansi pemerintahan, seperti Kampus IPDN Sumbar, Pusdiklat Regional I Bukittingi, Kantor Camat Baso, Koramil Baso, Polsek Baso, UPT Pendidikan Baso, SMPN 1 dan SMAN 1, UPTD Pertanian, Gudang Bulog Divre II Sumbar dan Labor Veteriner Wilayah Sumatera, ucapnya.

Setelah rencana pendirian perguruan tinggi itu gagal, sepengetahuan kami, hingga saat ini, tidak pernah dilakukan penyerahan kembali tanah seluas 100 Hectare tersebut dari negara kepada masyarakat setempat (Rediese), sambung Sukendra.

Surat kesepakatan yang ditandatangani oleh 19 orang Ninik Mamak dua jorong di Ampuah Baso tersebut juga diketahui oleh Wali Nagari Tigo Jorong, Wali Nagari Koto Tinggi, Wali Nagari Tabek Panjang, dan d.t.o Dt Limbago dan K Dt Bandaro pada tanggal 22 November tahun 1954.

Bahkan, untuk susunan panitia Fakultas Kedoktoran dan Fipa Agam/ Bukittinggi itu diketuai oleh Bupati Agam saat itu Haroen Al Rasjid, Ketua II nya, Walikota Bukittinggi, N.Dj Dt Mangkuto Ameh dan Sekretarisnya adalah Sekretaris Kabupaten Agam, Miral Manan. Setelah terbentuknya panitia itu, dilangsungkan pula resepsi malam kesenian di gedung Nasional, Bukittinggi pada 6 September 1955 yang dihadiri langsung Wakil Presiden RI Mohammad Hatta, lanjutnya.

Setelah ada kesepakatan tersebut, pernyataan itu juga diperkuat negara dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) no 24 tahun 1956 tentang Pendirian Universitas Andalas di Bukittinggi yang diterbitkan di Jakarta pada 8 September 1956 yang ditandatangani langsung oleh Wakil Presiden Republik Indonesia saat itu, Mohammad Hatta, bebernya.

Terlepas dari gonjang - ganjing yang menjadi buah bibir masyarakat yang menyebutkan di bagian tanah yang lain dalam kawasan itu juga, telah terbit sertifikat atas nama para mantan pejabat teras di Sumbar, kami belum menelusuri dan melakukan investigasi, tukuk Sukendra.

Saat ini yang menjadi tanda tanya besar bagi kami, atas dasar apa SHM itu bisa dikeluarkan oleh BPN Agam, tuturnya. "Ironisnya, tanah yang diduga adalah bagian dari tanah negara tersebut, setelah terbit sertifikatnya oleh BPN Agam langsung diperjualbelikan oleh pemilik sertifikat Zulbahri. Bahkan, sertifikat tanah tersebut kabarnya juga sudah dipecah - pecah menjadi beberapa kapling yang kemudian telah diolah developer menjadi perumahan komersil," ulasnya.

Saat disurati oleh FACTA, Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Agam akhirnya memberikan jawaban. Namun tidak merinci terkait dengan substansial persoalan adanya dugaan tanah negara yang telah diterbitkan sertifikatnya oleh BPN. Malahan yang dijelaskan oleh BPN Agam dalam balasan suratnya kepada FACTA adalah terkait prosedur pengurusan sertifikat tersebut yang menurut BPN Agam berawal dari ulayat salah satu kaum. Padahal, jika merunut pada penyerahan dari ninik mamak pada tahun 1954 silam. Ninik Mamak yang menyetujui proses terbitnya SHM itu merupakan salah satu dari 19 Ninik Mamak yang menyerahkan tanah mereka sebanyak 100 Hectare kepada negara, untuk kepentingan pembangunan universitas itu.

Dalam jawabannya kepada FACTA, BPN mengakui bahwa memang telah menerbitkan dua sertifikat atas nama Zulbahri, dengan nomor Sertifikat 496/2014 seluas 8790 M2, dan 497/2014 seluas 1654 M2. Dalam surat jawaban yang ditandatangani oleh Kepala Kantor BPN Agam Delni Heriswa, SH, MH itu juga menyebutkan, saat proses pembuatan SHM a/n Zulbahri memang mendapatkan sanggahan dari beberapa elemen masyarakat setempat. Dan BPN juga mengemukakan alasan bahwa persoalan itu telah bisa diselesaikan sebelum diterbitkannya sertifikat oleh BPN.

Merasa belum mendapatkan jawaban yang pas, FACTA yang terdiri dari unsur Akademisi, Media Massa, Praktisi Hukum, Aktivis beberapa LSM seperti LSM LI Tipikor, Lidik Krimsus RI dan Ormas DPW Pekat IB Sumbar ini kembali menyurati BPN Agam dengan melampirkan berbagai data pendukung yang lengkap, yang mungkin saja data ini tidak ditemukan dalam arsip Pertanahan di kantor BPN Agam, pungkas Sukendra.(**)

wwwwww