Home  /  Berita  /  GoNews Group

Harga Beras Meroket, Ini Saran Moeldoko untuk Pemerintah

Harga Beras Meroket, Ini Saran Moeldoko untuk Pemerintah
Istimewa.
Rabu, 10 Januari 2018 21:58 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Saat ini, harga beras bergerak naik. Melonjaknya harga beras dipengaruhi beberapa faktor, di antaranya curah hujan yang tinggi. Menghadapi situasi ini, Wakil Presiden Jusuf Kalla langsung menggelar rapat terbatas bersama sejumlah menteri dan Bulog.

JAKARTA - Saat ini, harga beras bergerak naik. Melonjaknya harga beras dipengaruhi beberapa faktor, di antaranya curah hujan yang tinggi. Menghadapi situasi ini, Wakil Presiden Jusuf Kalla langsung menggelar rapat terbatas bersama sejumlah menteri dan Bulog.

Dalam ratas tersebut, Menteri Pertanian Amran Sulaiman memaparkan, bahwa panen padi masih dilakukan namun hasilnya tidak sesuai ekspektasi. Disebabkan musim hujan, hasil panen padi menurun. Dari laporannya, menggambarkan saat ini ada panen tapi memang karena ini musim hujan dan situasinya mungkin tidak sebagus yang diharapkan, tapi ada panen.

Menanggapi hal ini, Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jenderal TNI (Purn) Moeldoko mengatakan, ke depan harus ada perbai­kan menyeluruh terkait aturan main tata niaga beras.

"Yeng terpenting adalah Regulasinya. Regulasi di ta­hap peredaran beras dan pen­gawasannya belum maksimal. Kalau semua sudah di-brand sejak awal tentu tidak akan begini," ujar Moeldoko di kantor DPN HKTI, Jl Cokroaminoto 55-57, Jakarta Pusat, Rabu (10/12).

Mantan Panglima TNI ini menjelaskan, pemerintah juga harus membenahi sektor hulunya. Salah satunya masalah masalah akses permodalan bagi petani. Selain itu, harus jelas dari mulai bu­didaya, pasca panen, hingga tata niaga atau proses penjualan.

"Petani itu hanya memperoleh keuntungan kurang dari Rp 2 juta setiap bulannya. Itu terlalu kecil. Padahal petani itu harus minimim menghasilakan 7 ton, sehingga persoalan modal jadi yang pertama. Selain masalah modal, subsidi benih juga harus menjadi perhatian pemerintah," terang Moeldoko.

Masalah ini, lanjut Moeldoko, juga bisa disebabkan karena proses distribusi benih dan pupuk yang tidak bagus. Pada saat petani butuh pupuk tapi barangnya tidak ada, kalau pun ada barangnya terlambat.

"Ini yang ser­ing terjadi dan keluhan petani ini ada di mana-mana. Menurut saya perlu dievaluasi distribusinya. Kalau memang ini tidak bisa diuntungkan besar kepada para petani, mungkin perlu dicek lagi apakah perlu subsidi pupuk diberikan saat kapan dan harga yang ditetapkan," tuturnya.

Moeldoko menilai, subsidi sebaiknya dialihkan ketika pasca panen. Contohnya dengan mem­beli gabah hasil panen para petani. Misalnya, harga gabah yang semula dipatok Rp 3.700 per kilogram, dibeli pemer­intah dengan harga Rp 5.000 sampai Rp 6.000 per kilogram.

"Dengan begitu, uang pemer­intah bisa dirasakan langsung oleh petani. Karena justru yang diinginkan oleh para petani adalah melindungi harga pasca panen. Sebenarnya bagi para petani sepanjang dia bisa men­jual setinggi-tingginya harga itu sangat nikmat bagi dia," papar dia.

Moeldoko menambahkan, subsidi benih dan pupuk yang jumlah­nya Rp 31 triliun akan lebih bagus bila dialihkan ke harga gabah yang lebih baik. Sehingga penda­patan petani ada peningkatan. Daripada tidak menikmati, mend­ing harganya yang diperbaiki saat panen.

"Saya sebagai ketua HKTI tidak mau dong petani saya menderita. Petani itu jangan miskin, harus kaya. Makanya saya usulkan subsidinya bukan di awal, tetapi di akhir, yaitu sub­sudi harga besar, misalnya dari harga Rp. 3.500, naik disubsidi menjadi Rp 4.500 atau Rp 5.000. Dengan begitu, petani akan se­makin sejahtera," pungkas Moeldoko. ***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/