Home  /  Berita  /  GoNews Group

IPW: Sejumlah Regulasi Perlu Direvisi Guna Hindari Polemik antara TNI dan Polri

IPW: Sejumlah Regulasi Perlu Direvisi Guna Hindari Polemik antara TNI dan Polri
Neta S Pane. (istimewa)
Rabu, 11 Oktober 2017 13:03 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Sejumlah regulasi perlu direvisi agar polemik persenjataan Polri tidak menjadi konflik TNI Polri. Hal ini diungkapkan Ketua Presidium Ind Police Watch, Neta S Pane kepada GoNews.co, Rabu (11/10/2017) di Jakarta.

Setidaknya kata Neta, ada tiga regulasi yang perlu direvisi agar berbagai pihak tidak salah kaprah menyikapi pengadaan persenjataan Polri.

"Ind Police Watch (IPW) menilai ketiga regulasi yang perlu direvisi itu adalah Keppres No 125 thn 1999 tentang bahan peledak, Inpres No 9 Thn 1976 tentang pengawasan dan pengendalian senjata api serta Peraturan Menteri Pertahanan yang mengatur persenjataan. Sebab ketiga regulasi itu bertentangan dengan sejumlah undang undang," tukasnya.

Jika regulasi ini tidak direvisi kata Neta, akan terus terjadi polemik dan sikap salah kaprah dari kedua institusi, TNI maupun Polri dalam menyikapi persenjataan mereka.

Dalam beberapa pernyataannya, IPW menilai, sejumlah kalangan sudah salah kaprah dalam menyikapi persenjataan Polri. Sejak reformasi di mana Polri terpisah dari TNI, secara hukum TNI tidak lagi bisa mencampuri urusan institusi kepolisian.

"TNI dan Polri saat ini berada dalam posisi setara sesuai dengan UUD 1945. Polri dan TNI memiliki undang undang sendiri. TNI tidak diperbolehkan mengintervensi Polri. Sebaliknya, Polri juga tidak boleh mengintervensi TNI," paparnya.

UUD 1945 mengatur tugas TNI menjaga pertahanan. Sedangkan, tugas Polri adalah menjaga keamanan serta melakukan penegakan hukum. "Jadi, dalam mengimpor senjata untuk melengkapi kebutuhan personelnya Polri memiliki otoritas sendiri," tandasnya.

"Tapi anehnya kenapa TNI mengintervensi dan menahan senjata Brimob di Bandara Soetta Jakarta dan berbagai pihak mendiamkannya. DPR sebagai pengawal regulasi dan mitra kerja TNI - Polri tidak bersuara," tukasnya.

Padahal kata dia, payung hukum yang digunakan TNI untuk menahan persenjataan Polri tersebut sangat lemah, yakni Inpres nomor 9 tahun 1976 yang dikuatkan oleh Peraturan Menteri Pertahanan nomor 7 tahun 2010 tanggal 18 Juni 2010.

"Seharusnya setelah pemisahan TNI Polri, inpres tersebuT tidak berlaku lagi. Sejak terpisahnya Polri dari TNI dalam struktur kenegaraan, tidak dikenal lagi lembaga yang bernama kementerian pertahanan dan keamanan," tukasnya.

Sementara inpres yang digunakan masih mengacu kepada keberadaan menteri pertahanan dan keamanan. Kesemrawutan hukum inilah yang membuat polemik persenjataan tersebut mencuat ke permukaan dan seharusnya DPR harus menatanya agar tidak terjadi benturan antara TNI dan Polri akibat salah kaprah mempersepsikan payung hukum persenjataan Polri ini.

"Masalah ini harus segera dituntaskan karena dalam waktu dekat Polri akan kembali memasukkan senjata impor sebanyak 12.500 pucuk senjata. Berdasarkan kontraknya, paling lambat tanggal 8 Desember 2017 sebanyak 12.500 pucuk senjata itu sudah harus mendarat di Bandara Soetta Jakarta. Jika urusan regulasi ini tetap jadi polemik bisa bisa ke 12.500 pucuk senjata Polri itu kembali ditahan TNI," pungkasnya.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/