Home  /  Berita  /  Pemerintahan

Pemerintah Tak Usah Gubris Manuver Pansus Asap

Selasa, 03 November 2015 18:24 WIB
Penulis: Hermanto Ansam
JAKARTA - Wakil Ketua Fraksi Nasdem Johnny G Plate, meminta pemerintah sebaiknya fokus saja menangani bencana asap. Pemerintah jangan terganggu oleh manuver politik parlemen yang menggulirkan pembentukan Pansus Asap.

“Pemerintah fokus saja ke penanganan bencana asap," kata Johnny, di Jakarta, Selasa, 3 November 2015.

Pendapat yang tak jauh berbeda disuarakan pula oleh Anggota DPR dari Fraksi PDIP, Arteria Dahlan. Arteria, mengatakan jangan ada yang bermain apalagi menunggangi bencana asap yang terjadi. Karena itu ia menolak wacana Pansus Asap yang digulirkan parlemen. Pimpinan DPR harus menghormati, tak bisa seenaknya sendiri.

"Tidak ada pembicaraan sebelumnya akan tetapi dalam tempo teramat singkat lahirlah Pansus interpelasi asap," kata Arteria.

Kalau pun dipaksakan, kata Arteria, harus melalui mekanisme kelembagaan DPR. Tapi pemerintah tak perlu khawatir. Interpelasi, DPR hanya untuk gunakan hak bertanya. Jadi, tinggal dijawab saja. Setelah itu selesai. Secara kelembagaan, Pansus Asap via interpelasi ini harus ditolak. Relevansinya tak ada. Sebab pemerintah telah berkali-kali melakukan serangkaian rapat baik dengan Komisi II dan Komisi IV, yang melibatkan seluruh Kementerian dan Lembaga terkait. Bahkan dibawah koordinasi langsung Setneg dan Seskab.

''Hasil rapat pun telah hampir seluruhnya ditindaklanjuti oleh pemerintah," katanya.

Bahkan kata Arteria, Inpres tentang Penanganan Kabut Asap sudah diterbitkan tangal 22 Oktober 2015. Terkait regulasi, DPR pun telah sepakat bahkan telah dibuat kesepakatan bahwa RUU Penanggulangan Kebakaran Hutan dan lahan akan menjadi prioritas Prolegnas 2016. "Jadi sudah clear tak perlu di-Pansus-kan," katanya.

Selain itu, kata Arteria, solusi pemadaman, penanggulangan pasca bencana juga sudah dibuat. Payung hukumnya pun, sudah dibuat. Saatnya kerja produktif dan kerja nyata. '' Dan kerja yang dapat dirasakan manfaatnya untuk rakyat," katanya.

Sementara itu, Arief Nur Alam, Koordinator Indonesian Budget Center (IBC), mengatakan, sistem atau tata kelola hutan dan lingkungan yang sekarang banyak menimbulkan masalah, adalah buah dari pengelolaan tata kelola pemerintahan sebelumnya. Jadi, tak semata itu kesalahan pemerintahan Jokowi. Namun, tata kelola yang dilakukan rezim SBY, selama 10 tahun juga ikut memberi andil. Karena itu, Jokowi, sebagai kepala pemerintahan yang sekarang wajib membuat semacam road map tata kelola hutan dan lingkungan yang berjangka panjang.

"Ke depan Jokowi harus mampu membuat roap map," katanya.

Dan kata Arief, dengan sudah di tetapkan APBN yang merupakan murni desain dari rezim Jokowi-Jusuf Kalla, tak ada alasan lagi untuk kemudian menyalahkan buah karya pendahulunya. Kedepan Jokowi harus mampu membuat roap map dan mengerakan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, serta lembaga negara lainnya, agar punya program kerja yang berkelanjutan. Dengan begitu, antisipasi pemerintah yang kedodoran dalam mengatasi bencana asap tak terjadi lagi.

"Pada saat yang sama, pemerintah juga tegas menegakan reward and punishment," kata Arief.

Harus diakui, selama ini, termasuk di era SBY, upaya melindungi hutan dan lingkunan teramat lemah. Penegakan hukum pun sama lemahnya. Wajar bila kemudian ada yang menyebutkan 70 persen lahan yang dibakar adalah lahan yang ada dalam perlindungan pemerintah.

"Jadi wajar, dan memang sangat sulit masalah itu dituntaskan dalam 1 tahun pemerintahan Jokowi," kata Arief.

Semantara itu, Secara terpisah, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Joko Supriyono berharap adanya transparansi dalam proses penegakan hukum yang dilakukan kepolisian dalam menindak pelaku pembakaran lahan dan hutan yang berasal dari korporasi.

"Ya, yang penting proses penegakan hukumnya harus dijalankan dengan transparan dan cermat, diproses yang baik lah, jangan sampai nanti ada motivasi yang berbeda," kata Joko.

Semantara itu, Center for International Forestry Research (CIFOR) memperkirakan dampak ekonomi akibat kebakaran hutan dan lahan di Indonesia diperkirakan mencapai lebih dari Rp 200 trilliun, melebihi kerugian pada tahun 1997. Padahal jumlah lahan yang terbakar jauh lebih sedikit. (gus)

Kategori:Pemerintahan
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/