Home  /  Berita  /  Olahraga

Kejayaann Tinju Profesional Indonesia Hanya Tinggal Kenangan

Kejayaann Tinju Profesional Indonesia Hanya Tinggal Kenangan
Ellyas Pical menjadi petinju pertama Indonesia merebut gelar juara dunia IBF. (Ist)
Kamis, 23 November 2023 15:29 WIB
Penulis: Azhari Nasution

KETIKA Ellyas Pical merebut juara dunia kelas terbang super versi Federasi Tinju Internasional (IBF) jadi pembicaraan hangat masyarakat Indonesia. Begitu juga ketika Chris Jhon merebut gelar juara dunia kelas bulu versi WBA bukan hanya menambah semarak pertumbuhan Sasana Tinju di Tanah Air tetapi juga banyak memunculkan promotor yang menggelar pertandingan profesional. 

Industri tinju berjalan sehubungan keterlibatan pihak televisi swasta menayangkan pertandingan tinju profesional secara live dengan dukungan sponsor serta bayaran yang menggiurkan. Masa kejayaan tinju profesional itu mulai berakhir setelah Daud Chino Jordan yang menyandang gelar juara dunia IBO telah berakhir. Kini, semua hanya tinggal kenangan. 

Tinju profesional kembali muncul kepermukan saat kematian Hero Tito usai kalah KO dari James Mokoginta pada Kejuaraan Tinju Profesional bertajuk Hollywings Sports Show Boxing 2022. Terakhir, promotor tinju Ronny Surya yang belum mendapatkan rekomendasi dari Kemenpora terkait pelaksanaan Kejuaraan Tinju Profesional Sabuk Emas Presiden III yang rencananya digelar di Balai Sarbini Jakarta, 11 Desember mendatang. 

Rekomendasi itu memang dibutuhkan promotor Ronny Surya sehingga niatnya menggelar Sabuk Emas Presiden III bisa terwujud. Tidak ada salahnya bilamana Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo sebagai penanggung jawab tertinggi olahraga Indonesia membantu mewujudkan niat baik promotor tersebut. Apalagi, rekomendasi Kemenpora itu menjadi syarat mutlak mendapatkan izin keramaian dari Polri dan juga dukungan dana dari sponsor. 

Paling tidak bantuan Menpora Dito Ariotedjo ini sangat berarti bagi petinju profesional untuk mendapatkan hak pertandingan yang selalu ĸinantikannya dan juga bayaran dengan pilihannya manjadikan olahraga tinju profesional sebagai profesi. Atau menambah jam terbang petinju profesional dalam upaya mencapai prestasi lebih tinggi di tengah minimnya pagelaran tinju profesional dan ramainya pertandingan tinju hura-hura yàng melibatkan artis. 

Selain minimnya promotor tinju profesional yang menggelar pertandingan, banyak faktor yang mempengaruhi suramnya dunia tinju profesional di Tanah Air. Salah satunya munculnya pertandingan Mix Martial Art (MMA) dengan dukungan televisi yang eventnya terus berjalan. 

Hal ini diperparah dengan kehadiran 6 organisasi tinju dengan pengurus abadi. Seperti Komisi Tinju Indonesia (KTI) pimpinan Anton Sihombing, Asosiasi Tinju Indonesia (ATI) yang semula dipimpin Manahan Situmorang dilanjutkan putrinya Ester Situmorang. Kemudian Komisi Tinju Profesional Indonesia (KTPI) pimpinan Ruhut Sutompul, Federasi Tinju Indonesia dibawah kendali Hasurungan Pakpahan, Federasi Tinju Profesional Indonesia (FTPI) pimpinan Neneng Astuti dan Dewan Tinju Indonesia (DTI) pimpinan Miladari Anggraini. Tidak tertutup kemungkinan organisasi tinju sebagai pengawas pertandingan ini bertambah sementara jumlah petinju profesional yang ada tidak terjadi peningkatan secara signifikan. 

"Saya sih ingin federasi tinju profesional hanya satu saja seperti dulu yakni KTI. Kemunculan organisasi tinju profesional yang sudah 6 ini lebih tidak terlepas dari afanya sakit hati. Jadi, mereka yang memimpin tak tergoyahkan alias abadi," kata pemilik Lembata Boxing Camp sekaligus ptomotor tinju Willem Lodjor. 

Kehadiran 6 federasi tinju profesional ada sisi positif tetapi lebih banyak negatifnya. Positifnya, promotor punya banyak pilihan mitra yang akan digandengnya dalam menggelar pertandingan tinju. Begitu juga petinju bisa terbuka tampil jika semua federasi menggelar pertandingan. Namun, faktanya pertandingan minim. 

Negatifnya, standar bayaran petinju profesional tidak bisa ditetapkan. Karena, federasi yang ada lebih banyak mementingkan namanya berkibar dan ada pemasukan yang diperolehnya dari pelaksanaan tinju. Kemudian, tak terkontrol kelayakan petinju naik ring setelah pembubaran Badàn Olahraga Profesional Indonesia (BOPI). 

"Setelah BOPI dibubarkan tidak ada lagi kontrol kelayakan petinju naik ring. Peluang petinju yang mengalami KO untuk kembali naik ring sebelum waktu yang ditetapkan sangat terbuka. Ketentuannya petinju yang kalah KO itu minimal harus istirahat en bulan untuk menghindari kecelakaan fatal yang bisa menyebabkan kematian," kata Lojor, panggilan akrabnya.  

"Dulu BOPI selalu mendukung adanya penataran pelatih dan wasit juri tinju ptofesional dan juga tata kelola sasana yang baik. Sekarang sudah tak adà lagi," tambahnya. 

Pengakuan yang sama juga pernah dilontarkan Ketua Harian KTPI Tommy Hallauwet. Sejak BOPI dibubarkan, katanya, memang sudah tidak ada lagi kontrol terhadap terhadap perangkat pertandingan maupun petinju yang akan naik ring ataupun bertanding di luar negeri.

"Waktu ada BOPI, masih ada program penataran bagi perangkat pertandingan di tinju profesional. Dari mulai Inspektur Pertandingan (IP), wasit/hakim hingga dokter ring. Program penataran ini untuk menentukan layak atau tidaknya seseorang bertugas dengan kata lain mereka harus punya kompetensi sehingga bisa bertindak cepat untuk menghindari kecelakaan di atas ring. Sekarang, itu sudah tidak ada lagi," kata dr Tommy Halauwet, ahli beda yang sudah bertugas sebagai dokter ting sejak tahun 1988. 

Menurut Tommy, tidak ada salahnya jika pemerintah dalam hal ini Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) memfasilitasi pendirian lembaga independen khusus mengawasi olahraga profesional pengganti BOPI. Seperti halnya Games Ammousement Board (GAB) di Filipina yang mengawasi olahraga profesional termasuk tinju profesional.

"Makanya, saya mengusulkan ada lembaga independen yang mengawasi semua itu. Biar semua bisa terkontrol dengan baik apalagi kita punya 6 lembaga tinju profesional," tambahnya.

Penata tanding Syarifuddin Lado juga pernah mengungkapkan BOPI selalu melakukan pemeriksaan buku ring petinju yang akan bertanding untuk menghindari petinju yang KO bisa naik ring sebelum waktunya. Begitu juga dengan isi kontrak petinju dengan promotor tidak luput diperhatikan. Dan, seluruh petinju yang naik ring wajib menjalani pemeriksaan kesehatan yang difasilitasi BOPI.

"Pemeriksaan itu bukan hanya diberlakukan kepada petinju yang akan bertanding di dalam negeri. Tetapi, petinju yang mau bertanding ke luar negeri wajib mengantongi surat rekomendasi BOPI. Dan, petinju wajib menjalani pemeriksaan kesehatan dan juga dilihat kontrak-kontraknya dengan promotor. Mereka juga wajib didampingi pelatih dalam pertandingan. Sekarang itu sudah tidak ada lagi. Petinju bebas pergi bertanding keluar negeri," tambahnya.

Penulis: Azhari Nasution, Wartawan Gonews.co Group. *

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/