Home  /  Berita  /  Ekonomi

Ini Penjelasan ADPI Terkait Tunggakan Iuran Dana Pensiun Tembus Rp 3,61 Triliun

Ini Penjelasan ADPI Terkait Tunggakan Iuran Dana Pensiun Tembus Rp 3,61 Triliun
Jum'at, 13 Oktober 2023 11:07 WIB
JAKARTA - Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) membenarkan kondisi di mana sejumlah pendiri perusahaan mitra dana pensiun (dapen) belum memenuhi kewajibannya. Adapun besaran tunggakan mencapai Rp 3,61 triliun secara akumulasi, hingga menyebabkan pembayaran iuran ke peserta program jadi tidak lancar.

Hal ini menjadi salah satu faktor yang membuat 12 dapen kini dalam pengawasan ketat Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ketua ADPI Ali Farmadi mengatakan, saat ini dapen-dapen bermasalah ini telah dipanggil dan sedang dalam proses penyembuhan. Adapun 12 dapen ini termasuk dapen BUMN dan non-BUMN.

"Kita sudah lakukan konfirmasi terkait beberapa hal, kenapa mereka terkait dengan pengelolaan-pengelolaan, dan membenarkan tempat mereka, yang dipanggil, dan sekarang dalam proses dalam penyembuhan atau apalah," katanya, saat ditemui di Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta Selatan, Kamis (12/10/2023).

"Kalau kita lihat dari press rilis yang disampaikan OJK, salah satu poinnya adalah meminta kepada pendiri kewajiban daripada pendanaannya. Dan ini terinformasi, beberapa pendiri yang memang menunggak atau tidak menicicil kalau tidak membayar pendanaan," sambungnya.

Ali mengatakan, tunggakan iuran ini membuat pemasukan dana ke dapen menjadi tersendat. Dapen sendiri membutuhkan pendanaan untuk kewajiban pembayaran manfaat pensiun hingga pengembangannya. Oleh karena itu, ia menyambut baik langkah OJK dalam melakukan pengawasan ketat terhadap dapen-dapen bermasalah ini.

"Di samping memang kalau statement yang kedua kalau tidak salah OJK akan minta BUMN menindaklanjuti temuan, ini suatu hal yang terintegrasi cukup bagus. Tapi dalam hal apakah ini kesalahan, apakah ini fraud atau apa, ini memang seharusnya lebih fair lagi," tuturnya.

Di sisi lain menurutnya, dapen-dapen bermasalah belum tentu mengindikasikan adanya fraud alias kecurangan. Dalam hal ini, ketidakmampuan pendiri instansi dalam melunasi kewajibannya belum tentu disebabkan karena adanya korupsi.

"Saya pikir bukan semata-mata dikarenakan pengurus yang ada korupsi di situ, banyak faktor. Misalnya tingkat suku bunga aktuaria yang ditetapkan melebihi daripada return investasi oleh dapen. Misalnya suku bunga aktuarianya ditetapkan dengan 9% padahal investasi menghasilkan hanya 6,5% dan 7%. Berarti ada kekurangan sekitar 2%," jelasnya.

Oleh karena itu, menurutnya bisa jadi tagihan tersebut tidak dibayarkan karena tergerus keadaan. Bagaimana perusahaan tersebut bisa mengelola dapen dengan optimal kalau dananya tidak masuk, apalagi dana tersebut harus dibayarkan setiap bulannya.

"Nah ini yang kita melihat bahwa terutama yang BUMN, berkepentingan untuk due diligent (uji kelayakan) berkaitan dengan dapen-dapen yang di bawah mereka," ujarnya.

Sebagai tambahan informasi, sebelumnya Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengungkapkan secara akumulasi iuran yang belum disetor pemberi kerja atau pendiri mencapai Rp 3,61 triliun. Penyebabnya beragam mulai dari perusahaan merugi hingga sudah bangkrut. Hal ini menjadi salah satu penyebab dapen-dapen ini mendapat pengawasan khusus.

"Itu salah satu penyebab utama, sehingga nggak imbang dong antara kewajiban dengan dananya," kata Ogi, beberapa waktu lalu, dikutip dari CNN Indonesia.

Kondisi ini membuat sejumlah dapen berada pada tingkat pendanaan level tiga. Artinya, dalam jangka pendek kewajiban solvabilitas maupun jangka panjang itu kewajiban aktuarianya tidak dapat terpenuhi sehingga masuk dalam tingkat pendanaan tiga.

Penyebab kedua terkait penetapan tingkat bunga aktuaria yang tinggi. Akibatnya, investasi yang dicari adalah yang memberikan imbal hasil setingkat dengan bunga aktuaria. Penyebab ketiga adalah imbal hasil di dapen BUMN rendah dan di bawah pasar yang rata-rata enam persen. Imbal hasil di dapen rendah karena investasi yang tidak tepat. ***

Editor:Hermanto Ansam
Sumber:detik.com
Kategori:Ekonomi
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/