Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Tak Enak dengan Bea Cukai, Enzy Storia Harap Ada Perbaikan Layanan Publik
Umum
21 jam yang lalu
Tak Enak dengan Bea Cukai, Enzy Storia Harap Ada Perbaikan Layanan Publik
2
1st FOBI World Barongsai Championship 2024, Grace Natalie: Sejarah Terukir Pertama Kali Piala Presiden Diperebutkan
Olahraga
24 jam yang lalu
1st FOBI World Barongsai Championship 2024, Grace Natalie: Sejarah Terukir Pertama Kali Piala Presiden Diperebutkan
3
Avril Lavigne Anggap Teori Konspirasi Tentangnya Sebagai Bukti Awet Muda
Umum
21 jam yang lalu
Avril Lavigne Anggap Teori Konspirasi Tentangnya Sebagai Bukti Awet Muda
https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/
Home  /  Berita  /  Peristiwa

Mantan Pimpinan KPK Soroti Adanya Konflik Kepentingan dalam Alokasi Anggaran Covid

Mantan Pimpinan KPK Soroti Adanya Konflik Kepentingan dalam Alokasi Anggaran Covid
Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif. (Foto: Kompas)
Minggu, 15 Agustus 2021 17:36 WIB

JAKARTA - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif menyoroti adanya konflik kepentingan dalam penetapan anggaran penanganan Covid-19. Hal tersebut membuat anggaran Covid-19 semakin lebar.

Tercatat, anggaran penanganan Covid-19 naik dari Rp 695,2 triliun menjadi Rp 1.500 triliun secara total. Menurutnya, konflik kepentingan tersebut disematkan dalam penerapan kebijakan penanganan Covid-19.

"Jadi impunitasnya tinggi. Ini dulu awalnya ini ketika waktu itu ketika ini awal-awal Rp 650 triliun sekarang Rp 1500-an triliun, datanya tidak komplit, peruntukannya kurang jelas dan seterusnya," kata Laode dalam diskusi virtual, Minggu (15/8/2021).

"Pada saat yang sama ini menimbulkan kerentanan dan kerawanan-kerawanan penyalahgunaan dan conflict of interest," ujarnya.

Tidak hanya itu, lanjutnya, biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk mendukung program-program Covid-19 juga tidak dianggap sebagai state loss atau kerugian negara. Jadi, celah korupsi terbuka semakin lebar.

Adapun, menurut OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) menilai, dana emergency response seperti dana Covid-19 rawan disalahgunakan karena penetapannya terburu-buru, dengan alasan keadaan yang darurat. Makanya celah konflik kepentingannya sangat besar.

Laode juga menyebutkan adanya state capture corruption, dimana negara sengaja membuat kebijakan tertentu yang membiarkan para pemangku kepentingan menjalankan kehendaknya. Hal ini membuat praktik korupsi jadi makin subur di Indonesia.

Pejabat publik yang mengeluarkan kebijakan itu, terang Laode, meski bersalah, tidak bisa dituntut secara perdata, secara pidana, bahkan tidak bisa ditentang di pengadilan tata usaha negara.

"Satu pemerintah memfasilitasi kerusakan atau penyelewengan uang negara dengan kebijakan sehingga seakan-akan dibuat menjadi legal akhirnya tidak bisa ditangkap karena perbuatan melawan hukumnya tidak ada, salah satu yang membiarkan kejahatan di depan mata," kata Laode.***

Editor:Muslikhin Effendy
Kategori:Politik, Pemerintahan, Peristiwa
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/