Home  /  Berita  /  Hukum

Ini Masukan Fernando Soal Penyelesaian Konflik Pertanahan dan SDA

Ini Masukan Fernando Soal Penyelesaian Konflik Pertanahan dan SDA
Wakil Ketua Komite I DPD RI, Fernando Sinaga. (Ist)
Jum'at, 30 Juli 2021 00:02 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy

JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menggelar konsultasi publik membahas Standar, Norma dan Peraturan (SNP) HAM tentang Tanah dan Sumber Daya Alam (SDA).

Konsultasi publik Komnas HAM ini digelar secara virtual pada Kamis (29/7/2021) ini sebagai acuan dan pedoman bagi pemangku hak dalam melindungi dan membela hak-haknya dan, bagi pengemban kewajiban dalam menyusun dan merancang perundang–undangan, merumuskan kebijakan serta implementasinya untuk menghormati, melindungi dan memenuhi HAM terkait tanah dan SDA.

Wakil Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) yang hadir sebagai salah satu narasumber, Fernando Sinaga memberikan masukan kritis terhadap rencana penyusunan SNP HAM ini.

Fernando mengatakan, pengawasan yang telah dilakukan Komite I selama ini menemukan berbagai permasalahan pertanahan dan SDA, meskipun disaat yang sama pemerintah telah melakukan berbagai upaya dan program seperti sertifikasi tanah, perhutanan sosial, penataan ulang tanah terlantar dan pelepasan 22 ribu desa dari kawasan hutan.

“Dari pengawasan Komite I, kami melihat Pemerintah masih belum mampu menyelesaikan konflik pertanahan yang terjadi khususnya di daerah. Lemahnya komitmen dan keseriusan Pemerintah Daerah dalam menyelesaikan konflik lahan sebagaimana salah satu contoh kasus yang telah kami lihat sendiri saat kunjungan kerja bersama dengan Wamen ATR/BPN dan Komnas HAM ketika berdialog dengan Suku anak Dalam di Jambi,” jelas Fernando.

Karena itu, lanjut Fernando, Komnas HAM harus bisa bekerjasama dengan DPD RI sebagai wakil rakyat daerah untuk memperkuat komitmen dan keseriusan Pemerintah Daerah dalam menyelesaikan konflik tanah dan sumber daya alam melalui NSP HAM ini.

Masukan lainnya, Fernando melanjutkan, yaitu soal permasalahan desa yang ada di kawasan hutan dan HGU dimasukan dalam SNP HAM. “Ada 22 ribu desa yang harus dilepaskan dari kawasan hutan. Saya sepakat tadi dengan Pak Bito Wikantosa dari Kemendes yang menyatakan SNP ini belum membahas lebih mendalam tentang desa. Karena itu saya minta Komnas HAM memasukan masalah HGU dan pelepasan desa dikawasan hutan kedalam SNP ini,” timpal Fernando.

Dalam paparannya, Fernando meminta NSP HAM ini dapat memberikan informasi tentang klustering tingkat keparahan konflik tanah dan sumber daya alam diberbagai daerah kepada DPD RI.

“Perlu saya informasikan bahwa di Kaltara dapil saya, persoalan konflik tanah dan sumber daya alam yang melibatkan masyarakat adat dan institusi negara sudah berjalan belasan tahun dan tak kunjung selesai sampai saat ini. Ini bisa menjadi materi SNP HAM dalam menyusun klustering tingkat keparahan konflik tanah dan SDA di daerah”, ungkapnya.

Berbagai konflik pertanahan dan SDA selama ini, kata Fernando, sesungguhnya terindikasi melanggar prinsip–prinsip HAM yaitu kesetaraan, non diskriminasi, universal, dan menjunjung tinggi martabat kemanusiaan. Pelanggaran prinsip HAM tersebut, sebutnya, ditandai dengan adanya korban jiwa, melibatkan kekerasan dan represif, kehilangan harta benda dan kerugian material lainnya. Bahkan, tidak jarang menimbulkan traumatik tersendiri bagi masyarakat.

Merujuk pada catatan Komite I DPD RI selama ini, tercatat sampai dengan tahun 2020, telah terjadi 241 kasus konflik pertanahan. Kasus tertinggi ada di sektor perkebunan dengan 122 kasus dan kehutanan dengan 41 kasus. Total luas lahan konflik 624 ribu hektar meliputi sektor kehutanan lebih dari 312 ribu hektar dan perkebunan 230 ribu hektar. ***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/