Home  /  Berita  /  Peristiwa

Komisi II DPR Gelar RDPU, Serap Aspirasi Pakar untuk Revisi UU ASN

Komisi II DPR Gelar RDPU, Serap Aspirasi Pakar untuk Revisi UU ASN
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Syamsurizal. (foto: Istimewa)
Selasa, 29 Juni 2021 15:06 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN) Komisi II DPR RI kembali menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan para pakar, untuk mendapatkan berbagai masukan yang bisa dijadikan sebagai bahan pencerahan dan kajian bagi Tim Panja dalam membahas dan merumuskan perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) tersebut.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR RI Syamsurizal yang juga memimpin rapat di Komisi II DPR di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta, Selasa (29/6/2021).

"Mudah-mudahan masukan yang kita terima pada hari ini dapat menjadi pencerahan pada kita tentang Undang-Undang ASN. Kita tidak hanya melihat semata-mata dari persoalan ASN dan KASN dalam artian yang sempit, tetapi kita ingin mendapatkan pencerahan yang bisa membawa kita bagaimana ASN ke depan," kata Syamsurizal.

Menurut politikus PPP itu, semua pandangan dan masukan dari para pakar ini akan memperkaya wawasan bagi Tim Panja dalam menyiapkan langkah mewujudkan ASN sebagai alat pemerintah yang profesional. "Bagaimana ASN betul-betul menjadi alat pemerintah yang bisa membawa bangsa ini menjadi bangsa yang besar didunia. Mereka adalah Aparatur Sipil Negara untuk kelas dunia," ujarnya.

Para pakar yang hadir secara virtual antara lain Prof. Dr. Siti Zuhro, Prof. Dr. Djohermansyah Djohan, Dr. Anggito Abimanyu, M.Sc, Ph.D dan Prof. Dr. Zudan Arif Fakrulloh, SH, MH, dan lain-lain.

Mereka ikut memberikan pandangannya menyampaikan tentang masalah penguatan peran Komisi Aparatur Sipil negara (KASN) dalam menjaga netralitas ASN dalam Pemilu/Pilkada Serentak.

Menurut Siti, penguatan peran KASN dalam konteks reformasi birokrasi adalah untuk mengakselerasi praktik merit sistem yaitu kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang diberlakukan secara adil dan wajar dengan tanpa diskriminasi.

"Perlu komitmen yang tinggi untuk mewujudkan profesionalitas dan netralitas birokrasi melalui pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme," kata Siti Zuhro.

Dikatakan, pemberlakuan UU No 5 Tahun 2014 tentang ASN tidak hanya untuk memperbaiki ASN tetapi juga mengamankan dibentuknya KASN untuk mengawasi birokrasi agar berkualitas.

Sistem merit harus dilaksanakan secara adaptif dan inovatif untuk dapat menjaring calon pejabat dengan kualitas terbaik.

Hal ini mengingat posisinya yang strategis sebagai bagian dari penentu kebijakan dan untuk menjalankan roda pemerintahan. Pembangunan dan pengembangan talent pool atau acuan/referensi nasional sangat dibutuhkan untuk menjadi embrio, sekaligus memfasilitasi pemerataan dan standarisasi kapasitas diseluruh wilayah Indonesia.

"Untuk meningkatkan dan mengoptimalkan kinerja KASN (dalam mengawasi) maka kerja sama dan sinergitas dengan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah perlu ditingkatkan sesuai dengan kewenangan masing-masing," ujar Siti Zuhro.

Ketua Umum (Ketum) DPN Korpri, Zudan Arif Fakrulloh mengatakan arah politik hukumnya tujuan UU ASN dibentuk ini adalah untuk bisa mewujudkan ASN yang profesional, netral, sejahtera mampu menjadi layanan publik yang baik dan, menjadi perekat NKRI. "Itulah cita-cita besar UU ASN yang kita buat hampir satu tahun yang lalu yang kita rumuskan di DPR," katanya.

Menurut Zudan, dalam perfektif kebijakan publik, setiap kebijakan itu harus dilakukan evaluasi, apakah tujuan yang hendak diwujudkan itu, semala 7 tahun ini sudah bisa terwujud. Kalau sudah terwujud, berapa nilainya, 100, 90, 80 dan seterusnya dari 4,2 juta ASN ini, maka undang-undang ini harus dievaluasi.

"Evaluasinya, pertama untuk melihat, apakah praktek birokrasi saat ini sesuai dengan undang-undang ASN, sistem meritnya misalnya, reformasi birokrasinya, penempatan seseorang dalam jabatan sesuai dengan kompetensi atau tidak, apalagi ASN ini akan mengelola keuangan negara yang sangat besar dari pusat hingga daerah, maka dibutuhkan SDM yang profesional, butuh dukungan politik dan birokrasi yang benar serta bisa bekerja dengan independen," ungkapnya.

Kedua, mengenai norma yang ada, apakah masih sesuai dengan perkembangan atau tidak, misalnya waktu tahun 2013, yang saat dibentuknya UU ASN itu tidak pernah terbayangkan akan ada pandemic covid-19. "Dulu ASN tidak masuk kantor kena sanksi, sekarang masuk kantor kena sanksi. Jadi situasinya terbalik, tidak terpikir sama sekali dan di undang-undang itu tidak ada," kata Zudan.

"Jadi ini ada norma baru yang harus di insert dan dari evaluasi ini ada norma yang tidak sesuai dengan perkembangan, karena pandemi ini bisa sampai tahun depan, bisa tahun depannya lagi, kita tidak tahu," pungkasnya.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/