Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Epy Kusnandar Ditangkap, Terjerat Kasus Narkoba
Umum
13 jam yang lalu
Epy Kusnandar Ditangkap, Terjerat Kasus Narkoba
2
Terima Kekalahan, PSSI Kecam Aksi Rasis kepada Guinea
Olahraga
13 jam yang lalu
Terima Kekalahan, PSSI Kecam Aksi Rasis kepada Guinea
3
Satu Kali Ucapan, Rizky Febian dan Mahalini Raharja Resmi Menikah
Umum
13 jam yang lalu
Satu Kali Ucapan, Rizky Febian dan Mahalini Raharja Resmi Menikah
4
Legenda Dangdut Jhony Iskandar Tutup Usia 64 Tahun
Umum
13 jam yang lalu
Legenda Dangdut Jhony Iskandar Tutup Usia 64 Tahun
https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/
Home  /  Berita  /  Opini

Pro Kontra Wacana Daerah Istimewa Minangkabau

Pro Kontra Wacana Daerah Istimewa Minangkabau
Abdul Jamil Al Rasyid
Selasa, 16 Maret 2021 00:48 WIB
Penulis: Abdul Jamil Al Rasyid

SATU hal yang perlu digaris bawahi adalah bahwa Sumatera Barat merupakan satu kesatuan, diibaratkan Sumatera Barat ini adalah miniatur dari negara Indonesia, berbagi macam suku bangsa, bahasa ada di Sumatera Barat ini. Mengubah Sumatera Barat menjadi Daerah Istimewa Minangkabau apakah etis dan baik untuk semua pihak.

Mari kita bahas satu persatu dari segi pronya yaitu Sumatera Barat layak menjadi daerah istimewa karena memiliki sejarah yang panjang di negeri ini, hal ini didasarkan banyaknya keunikan-keunikan tersendiri bagi Sumatera Barat baik di bidang budaya, sosial maupun politiknya. Tetapi tentu saja menjadikan Sumbar sebagai DIM tidak lepas pula kita dari heterogennya penduduk Sumbar itu sendiri. Misalnya saja Kepulauan Mentawai menjadi daerah terpenting yang perlu dipertimbangkan untuk mengubah nama Sumbar menjadi daerah istimewa.

Dilansir dari Republika co.id, tokoh masyarakat Kabupaten Kepulauan Mentawai, Rijel Samaloisa menilai gagasan Daerah Istimewa Minangkabau (DIM) akan merusak nilai-nilai demokrasi Sumatera Barat (Sumbar). Pasalnya, bila Sumbar sudah berstatus DIM akan menyangkal eksistensi warga Kepulauan Mentawai yang bukan suku Minangkabau.

"Saya kira ini penyangkalan terhadap eksistensi suku Mentawai, sama seperti yang dilakukan sekarang ini bagi saya, elit politik tidak pernah memperhitungkan eksistensi orang Mentawai di Sumbar," kata Rijel, Sabtu (13/3).

Mantan Wakil Bupati Mentawai itu berpendapat ide menerapkan DIM justru memperkecil Sumbar di tingkat nasional. Padahal Sumbar di tingkat nasional sudah berkontribusi lewat tokoh-tokoh hebatnya untuk Indonesia.

Rijel melihat Sumbar punya banyak tokoh nasional seperti Mohammad Hatta, M Yamin, Soetan Sjahrir, Tan Malaka dan sebagainya. Para tokoh bangsa asal Sumbar ini menurut Rijel tidak berpikir untuk menjadikan Sumbar sebagai Daerah Istimewa. Sekarang dengan munculnya wacana DIM, menurut Rijel, tidak lain karena nafsu politik segelintir orang.

Ia menambahkan Mentawai juga berperan terhadap pembangunan di Sumbar. Meski penduduknya kecil, tapi Mentawai tetap menjadi perhatian pemerintah pusat yang juga berimbas kepada pembangunan Sumbar.

"Bagi saya, ide ini adalah kemunduran dan anti demokrasi, padahal Sumbar sudah istimewa meski tidak perlu disebutkan istimewa," ucap Rijel.

Menurut hemat penulis, pengubahan nama Daerah Istimewa ini bisa saja tidak etis, bisa juga etis. Pengubahan nama ini etis, karena bisa juga menghilangkan hak-hak masyarakat Sumbar yang heterogen. Hal ini menjadi tolak ukur bagi elemen masyarakat Sumatera Barat untuk menjadi daerah istimewa karena Kepulauan Mentawai tentu perlu dipertimbangkan dan diperhatikan lebih. Andai saja Kepulauan Mentawai tidak masuk ke Provinsi Sumatera Barat, sah-sah saja kita sebagai warga Sumbar, patut juga mendengungkan untuk mengubah nama Sumatera Barat itu sendiri menjadi Daerah istimewa.

Pengubahan nama ini bisa juga etis karena bisa menjadi cirikhas tersendiri bagi daerah kita. Tentu banyak warga yang menginginkan perubahan nama provinsi ini menjadi daerah istimewa. Misalnya saja Aceh dan Yogyakarta bisa, kenapa Sumbar tidak bisa. Alangkah lebih baiknya pemerintah juga mempertimbangkan daerah yang berpotensi akan kekayaan budaya masyarakat hal ini tentu menjadi tolak ukur tersendiri misalnya bisa saja mengubah nama Sumatera Utara menjadi daerah istimewa Batak, tetapi hal ini tentu bisa menjadi kan banyak provinsi sesuai dengan kebudayaannya. Misalnya saja daerah istirahat Mentawai juga menjadi sebuah provinsi. Tetapi Mentawai tentu tidak mau berada di bawah bayang-bayang Daerah Istimewa Minangkabau. Solusi yang tepat untuk permasalahan ini adalah tentunya menjadikan setiap daerah dengan daerah istimewa dan memperbanyak provinsi-provinsi yang ada sesuai dengan keberagaaman masing-masing. ***

Abdul Jamil Al Rasyid  adalah mahasiswa Sastra Minangkabau FIB Unand angkatan 2019 berdomisili di Padang Pariaman , Santri Pondok Pesantren Madinatul Ilmi Nurul Ikhlas  Patamuan Tandikek.

Kategori:Opini
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/