Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Indonesia Kalah, Gol Jasim Elaibi Paksa Indonesia Terbang ke Paris
Olahraga
21 jam yang lalu
Indonesia Kalah, Gol Jasim Elaibi Paksa Indonesia Terbang ke Paris
2
Shin Tae-yong: Masih Ada Kesempatan Indonesia Lolos ke Paris
Olahraga
9 jam yang lalu
Shin Tae-yong: Masih Ada Kesempatan Indonesia Lolos ke Paris
3
Ketum PSSI Bangga dengan Perjuangan Garuda Muda
Olahraga
8 jam yang lalu
Ketum PSSI Bangga dengan Perjuangan Garuda Muda
4
Promosi dan Degradasi di Timnas U-16 Selama TC di Yogyakarta
Sumatera Barat
7 jam yang lalu
Promosi dan Degradasi di Timnas U-16 Selama TC di Yogyakarta
https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/
Home  /  Berita  /  Pemerintahan

Peringatan Hari Anak Nasional, Anak Marjinal Rentan Mendapat Kekerasan

Peringatan Hari Anak Nasional, Anak Marjinal Rentan Mendapat Kekerasan
Sekitar 800 anak marjinal ikut dalam kegiatan 'Jambore Sahabat Anak' di Bumi Perkemahan Ragunan, Jakarta Selatan, Sabtu, 22 Juli 2017. (TEMPO/Larissa).
Sabtu, 22 Juli 2017 17:25 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Anak-anak dari kalangan marjinal merupakan kelompok anak yang rentan mendapatkan tindakan kekerasan dalam kehidupan sehari-harinya.

Padahal, setiap anak, termasuk anak-anak dari kelompok marjinal, berhak mendapatkan perlindungan atas hidupnya. Atas dasar pemikiran tersebut, Komunitas Sahabat Anak menggelar kegiatan Jambore Sahabat Anak XXI yang melibatkan sekitar 800 anak dari kelompok marjinal di Bumi Perkemahan Ragunan, Jakarta Selatan.

Koordinator Jambore Sahabat Anak, Saskia Risita Indrasari, mengatakan butuh cara khusus untuk menyampaikan hak perlindungan mereka terhadap anak.

"Penyampaian hak untuk dilindungi kepada anak marjinal dan anak biasa itu sama saja. Karena sasarannya anak-anak, makanya bahasanya harus down to earth, yang mudah mereka pahami," ujar Saskia saat dijumpai di Bumi Perkemahan Ragunan, Jakarta Selatan, Sabtu, 22 Juli 2017.

Dari hal yang paling sederhana, Saski mencontohkan, setidaknya anak-anak memahami bahwa anggota tubuh mereka harus terlindungi dari tindakan kekerasan. Untuk memudahkan anak-anak marjinal tersebut bahwa anggota tubuh mereka merupakan otoritasnya pribadi, kakak pendamping akan memberikan penjelasan lewat permainan.

"Mereka diajari untuk aware sesederhana menggambar anggota tubuhnya. Lalu, mereka diminta menilai mana anggota tubuh yang sakit ketika dimarahi," ujar Saskia.

Ketika mendapatkan pertanyaan tersebut, anak-anak akan dipersilakan untuk memberikan tanda pada gambar anggota tubuh mereka yang tersakiti.

Mereka boleh mencoret bagian mana saja, entah itu telinga atau perasaannya yang terluka.

"Yang selama ini mereka setiap hari diomeli biasa aja, sekarang kami ingin menyadarkan mereka bahwa itu bentuk kekerasan sebenarnya, mereka seharusnya berhak bersuara dan minta tolong," ujar Saskia.***

Sumber:Tempo.co
Kategori:Pemerintahan, Pendidikan, Peristiwa, Umum, GoNews Group
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/