Home  /  Berita  /  Pemerintahan

Wah... Ternyata Amerika Ingin Belajar Tanggulangi Terorisme dari Indonesia

Wah... Ternyata Amerika Ingin Belajar Tanggulangi Terorisme dari Indonesia
Foto: dok. BNPT untuk GoNews.co.
Rabu, 12 Juli 2017 21:39 WIB
Penulis: Azhari Nasution
WASHINGTON DC - Indonesia dan Amerika terus berupaya bersama-sama dalam upaya penanganan masalah terorisme.

Hal tersebut terlihat saat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, MH, melakukan pertemuan bilateral dengan Thomas P. Bossert selaku Assistant to the US President for Homeland Security and Counterterrorism (Asisten Khusus Presiden AS untuk Keamanan Nasional dan Penanggulangan Terorisme) di Gedung Putih, Washington DC, Amerika Serikta pada Selasa (11/7/2017) waktu setempat.

 Kepala BNPT menjelaskan, pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya antara Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno Lestari Priansari Marsudi dengan Thomas P. Bossert pada bulan Juni lalu. Dimana Bossert ingin melakukan pertemuan dengan Kepala BNPT  dalam rangka untuk  menggali informasi mengenai upaya serta pengalaman Indonesia dalam menanggulangi terorisme.

"Mr. Bossert ingin tahu mengenai bagaimana pengalaman Indonesia selama ini dalam menanggulangi terorisme termasuk diantaranya mengenai tantangan dari ‘FTF (Foreign Terrorist Fighter) returnees’ baik terhadap Indonesia maupun kawasan lain, serta upaya meningkatkan kerjasama penanggulangan terrorisme antar kedua negara," ujar Kepala BNPT, Komjen Pol Suhardi Alius dalam pesan singkatnya Rabu (12/7/2017) WIB usai melakukan pertemuan tersebut.

Kepada Bossert, mantan Kabareskrim Polri ini menyampaikan bahwa pentingnya upaya untuk menyeimbangkan antara penggunaan pola hard approach (pendekatan keras) dan soft approach (pendekatan lunak) dalam penanggulangan terrorisme tersebut.

"Terlebih dalam soft approach Indonesia relatif berhasil dalam program deradikalisasi, di mana teroris yang telah menjalani masa hukuman dari sebanyak 560 orang hanya 3 orang yang kembali melakukan tindakan terorisme," ujar alumni Akpol 1985 ini menjelaskan.

Dikatakan mantan Kapolda Jawa Barat ini, program kontra-radikalisasi yang dilakukan BNPT  yakni dengan menggandeng unsur masyarakat termasuk pemuda, ‘netizen’ dan juga mantan aktivis teroris untuk melakukan counter narative telah menjadi program unggulan nasional. "Dan ini juga berjalan efektif," kata mantan Kadiv Humas Polri ini.

Selanjutnya Kepala BNPT menyampaikan bahwa BNPT yang terbentuk berdasarkan Peraturan Presiden No.46 tahun 2010, memiliki peran strategis dalam mengkoordinasikan penyusunan kebijakan, strategi dan program penanggulangan terorisme.

"Dan ini diperkuat dengan Instruksi Presiden untuk berkolaborasi dan bersinergitas dengan melibatkan sebanyak  32 Kementerian/Lembaga dalam program penanggulangan terorisme. Selain itu, BNPT juga memiliki tugas operasional melalui pemberdayaan Satgas (Satuan Tugas)," ujar mantan Wakapolda Metro Jaya ini.

Dan Thomas P. Bossert sendiri menurut Kepala BNPT menyatakan ketertarikannya  dalam program deradikalisasi yang sudah dijalankan oleh Indonesia. Keinginan Administrasi Donald Trump untuk membuat Strategi Penanggulangan Terorisme AS yang baru akan memperhatikan 4 elemen utama dalam program deradikalisasi di Indonesia yakni melalui identifikasi, rehabilitasi, re-edukasi, dan re-integrasi.

Khusus untuk peningkatan kerja sama antar kedua negara dalam penanggulangan terorisme, Kepala BNPT juga menyampaikan bahwa perlu adanya payung hukum antar kedua negara dalam menanggulangi terorisme.

"Tentunya perlu adanya pendekatan whole-government approach antar kedua negara untuk saling memberikan penilaian serta arahan kebijakan kedua negara dalam kerja sama penanggulangan terorisme. Hal ini dapat didukung oleh Thomas P. Bossert," kata pria kelahiran Jakarta, 10 Mei 1962 ini.

Tidak lupa Kepala BNPT juga menyampaikan undangan kepada Thomas P. Bossert untuk dapat melakukan kunjungan balasan ke Indonesia.

Di hari yang sama pada kunjungan kerjanya ke Amerika Serikat tersebut, Kepala BNPT juga melakukan pertemuan bilateral dengan Secretary for Homeland Security (Menteri Keamanan Nasional AS), John F. Kelly. Pertemuan tersebut dilakukan di Departemen Keamanan Nasional, Amerika Serikat.

"Pada intinya Menteri Kelly menyampaikan bahwa masalah terorisme ditambah dengan adanya FTF (Foreigh Terrorist Fighter) menjadi suatu paradigma baru bagi negara-negara di dunia dalam penanggulangan radikalisme dan violent extremism,” ujar Kepala BNPT.

Dalam pertemuan dengan Kelly tersebut, mantan Sekrtetaris Utama (Sestama) Lemhanas RI ini mengatakan bahwa banyak negara seperti Uni Eropa yang saat ini mengalami panic mode akibat dari radikalisme dan violent extremisme. Dan yang menjadi salah satu perhatian utama Departemen Keamanan Nasional AS adalah pertukaran informasi mengenai data penumpang udara (passengers information).

"Hal ini berdasarkan informasi intelijen bahwa ISIS berkeinginan untuk melakukan serangan utamanya melalui maskapai penerbangan serta sebagai mode transportasi dari FTF," mantan Dir Reskrimum Polda Metro Jaya ini.

Lebih lanjut dalam pertemuan tersebut Kepala BNPT  juga menyampaikan bahwa penanganan terhadap tindak pidana terorisme juga perlu mengedepankan pola soft approach. "Salah satunya melalui program deradikalisasi yang dinilai cukup berhasil untuk menurunkan angka tindakan kekerasan oleh mantan teroris," katanya.

Namun demikian kepada John F. Kelly, Kepala BNPT menyampaikan bahwa pola soft approach ini bisa berbeda antara negara yang satu dengan negara yang lainnya. "Ini dikarenakan bahwa root causes (akar permasalahan) masalah terorisme antar satu negara dengan negara lain itu berbeda,” tuturnya.

Disampaikan pula oleh Kepala BNPT bahwa agar penanggulangan terorisme bisa lebih efektif, di Indonesia sendiri saat ini sedang berupaya untuk merubah Undang Undang (UU) Anti-Terorisme. Hal tersebut karena pentingnya beberapa upaya kriminalisasi agar memberikan kepastian hukum bagi aparat  penegak hukum untuk menjalankan tugas dam fungsinya, seperti perbuatan persiapan.

"Selain itu penting adanya provisi dalam RUU mengenai tindak pidana melakukan kejahatan terorisme sebagai FTF. Tidak hanya itu, forum seperti APEC juga dapat dimanfaatkan oleh kedua negara terkait dengan passenger list melalui Working Group on Travel, selain forum Counter-Terrorism Working Group dari APEC," tutur pria yang pernah menjadi  Sespri Kapolri ini.

Untuk itu Kepala BNPT juga menyampaikan pentingnya agar kedua negara bisa memiliki suatu payung hukum perjanjian dalam penanggulangan terorisme. ***

Editor:Muslikhin Effendy
Kategori:Pemerintahan, Umum, GoNews Group
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/