Home  /  Berita  /  GoNews Group

Pemindahan Ibukota Negara Sebagai Wacana Yang Tidak Logis

Pemindahan Ibukota Negara Sebagai Wacana Yang Tidak Logis
Istimewa.
Kamis, 13 April 2017 16:28 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Wacana pemindahan Ibukota Negara yang digagas oleh Joko Widodo bukanlah hal yang baru. Sejak era Soekarno keinginan untuk memindah Ibukota Negara sudah muncul.

Menurut Anggota DPR RI, Nizar Zahro, pada era pemerintahan SBY pun, keinginan untuk memindahkan Ibukota Negara juga menjadi wacana. Namun, semua itu tidak ada realisasinya.

"Pemindahan Ibukota Negara sejatinya menimbulkan pro dan kontra. Yang pro beralasan bahwa kota Jakarta sudah tidak representative lagi sebagai ibukota Negara disebabkan kemacetan, banjir dan aspek geografis lainnya. Beberapa daerah yang menjadi opsi untuk dijadikan ibukota Negara menggantikan Jakarta adalah Palangkaraya. Secara historis, Palangkaraya memang pernah disebut oleh Soekarno sebagai daerah yang cocok untuk dijadikan sebagai Ibukota Negara," tukasnya.

Sedangkan, mereka yang kontra beralasan pemindahan ibukota Negara akan menelan banyak biaya. Alokasi anggaran untuk pemindahan Ibukota menurut yang kontra alangkah baiknya digunakan untuk program-program kesejahteraan masyarakat.

Belum lagi daerah yang akan menjadi Ibukota Negara harus memiliki criteria dasar seperti ketersediaan lahan yang cukup, ketersediaan air dan bencana alamnya relative rendah.

"Karenanya wacana pemindahan ibukota dari Jakarta saat ini yang merupakan ibu kota negara Indonesia ke tempat lain tidak logis. Dapat dikatakan seperti itu karena ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam pross pemindahan ibu kota dan Indonesia belum siap akan hal tersebut,setidaknya ada tiga faktor yang harus dipertimbangkanantara lain faktor ekonomi,politik dan sosial budaya," sambung Nizar.

Dari aspek ekonomi. Pemindahan ibu kota ke suatu tempat yang berbeda tentu akan menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Tentu di ibu kota yang baru kita harus membangun gedung-gedungbaru sebagai sarana pemerintahan seperti gedung DPR,MPR,kementrian,gedung BUMN bahkan istana Kepresidenan.

Hal tersebut dilakukan karena ibu kota merupakan simbol kewibawaannegara. Pembangunan-pembangunan tersebut tentu akan menguras uang negara begitu banyak yang tidak sesuai jika kita selaraskan dengan keadaan ekonomi negara kita saat ini.

"Dengan hutang negara yang masih sangat tinggi,inflasi,tingkat ekspor kita yang rendah serta pendapatan perkapita kita yang masih sedang saja dan pemerataan kesejahteraan yang masih jauh dari kata menggembirakan".

Aspek politik. Wacana pemindahan ibu kota tentu akan menjadi isu yang hangat dikalangan dandunia politik. Hal ini ditakutkan malah akan menimbulkan gonjang-ganjing dan ketidak stabilan politik di Indonesia yang dampaknya dapat merambat kemana-mana.

Untuk memindahkan Ibukota harus melalui persetujuan DPR, akan sangat tidak stabil ketika tidak semua fraksi sepakat. pun jika wacana tersebut direalisasikan,ditakutkan tanpa adanya prosedur pengawasan yang jelas dan super ketat malah akan menjadi kesempatan atauladang korupsi yang baru bagi orang-orang yang tidak bertanggung jawab.bukannya uang tersebut untuk membangun malah habis dimakan koruptor yang tidakbertanggung jawab dan akan semakin merugikan negara Indonesia,Indonesia punharus kembali berkutat pada kasus-kasus korupsi.

Sosial dan Budaya. Wacana pemindahan ibu kota akan menimbulkan keresahan dan gonjang-ganjing didalam tubuh masyarakat. Banyak masyarakat yang kaget atau tidak siap akanperubahan besar yang akan terjadi. Misalnya harga tanah akan otomatis melambungtinggi pada tempat yang telah diresmikan akan menjadi ibu kota baru,tentu haltersebut akan mengganggu kenyamanan dan kestabilan sosial yang ada di daerahtersebut atau bahkan bagi Kota Jakarta yang akan ditinggalkan sebagai ibu kota.

Secara yuridis, UU No 10 Tahun1964 tentang pernyataan daerah khusus ibukota jakarta raya tetap sebagai Ibukota negara Republik Indonesia dengan nama Jakarta.

Menimbang: Bahwa perlu menyatakan Daerah Khusus Ibu-Kota Jakarta Raya, yang merupakan kota pencetusan proklamasi kemerdekaan serta pusat penggerak segalaakti aktivitas revolusi dan penyebar ideologi pancasila keseluruh penjuru dunia serta yang telah menjadi IbuKota Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan nama Jakarta sejak Bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, tetap sebagai Ibu-kota Negara Republik Indonesia dengan nama Jakarta.

Sementara itu, Anggota Komisi XI Jhonny G Plate mengatakan, untuk memindahkan sebuah ibukota sebagai etalase negara sebagian pertimbangan untuk pengkajian pun harus dibentuk sebuah regulasi Perundang-Undangan. Pangkalnya, Jakarta yang di sebut sebagai jantung negara lambat laun akan menjadi padat penduduk.

"Untuk memindahkan Ibukota harus ada pengkajian nya, dan harus memakai geostrategis, geopolitik, geokultural, yang kita butuh kalau itu dipindahkan harus menjadi kota masa depan, tanpa kemacetan dan padat penduduk," ujar Anggota Komisi XI Jhonny G Plate, kepada wartawan, diruang diskusi, Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/4/2017).

Meski demikian, Politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) itu menilai, pemindahan ibukota negara tentu membutuh kajian yang mumpuni serta biaya yang cukup tinggi.

"Menjadi kewajiban kita dalam kajian menjadi pengawas Bappenas, Pembiayaan multilateral, dan bank dunia sudah menyiapkan," katanya.

Jhonny berharap, dalam pemindahan Ibukota negara bisa menjadi orientasi kultur serta melihat dengan sungguh-sungguh dalam memajukan bangsa dimata dunia.

"Tapi tujuan pemerintah bukan pengalihan issue, tapi untuk melihat dengan sungguh-sungguh dengan kemajuan negara," ucapnya. ***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/