Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Shin Tae-yong: Masih Ada Kesempatan Indonesia Lolos ke Paris
Olahraga
18 jam yang lalu
Shin Tae-yong: Masih Ada Kesempatan Indonesia Lolos ke Paris
2
Ketum PSSI Bangga dengan Perjuangan Garuda Muda
Olahraga
18 jam yang lalu
Ketum PSSI Bangga dengan Perjuangan Garuda Muda
3
Promosi dan Degradasi di Timnas U-16 Selama TC di Yogyakarta
Sumatera Barat
17 jam yang lalu
Promosi dan Degradasi di Timnas U-16 Selama TC di Yogyakarta
4
Kuasa Hukum Tepis Isu Sarwendah Ajukan Gugatan Cerai kepada Ruben Onsu
Umum
7 jam yang lalu
Kuasa Hukum Tepis Isu Sarwendah Ajukan Gugatan Cerai kepada Ruben Onsu
5
Ria Ricis Resmi Jadi Janda, Teuku Ryan Wajib Nafkahi Anak
Umum
7 jam yang lalu
Ria Ricis Resmi Jadi Janda, Teuku Ryan Wajib Nafkahi Anak
6
Icha Yang Pukau Pengunjung Whiterabit Monteyra
Nasional
7 jam yang lalu
Icha Yang Pukau Pengunjung Whiterabit Monteyra
https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Andal KEK Mentawai Harus Disempurnakan

Andal KEK Mentawai Harus Disempurnakan
Kamis, 18 Januari 2018 23:36 WIB

PADANG - Rapat komisi penilai Analisis Dampak Lingkungan (Andal) rencana pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata di Kecamatan Siberut Barat Daya, Kabupaten Kepulauan Mentawai oleh PT. Putra Mahakarya Sentosa menyatakan menyetujui Andal tersebut, namun banyak catatan-catatan perbaikan yang harus disempurnakan.

Rapat komisi penilai Andal dilakukan di kantor Dinas Lingkungan Hidup, Provinsi Sumatera Barat Rabu (17/1/2018) di jalan Khatib Sulaiman Padang.

Hal yang paling disorot penting oleh sejumlah instansi pemerintah dan LSM yang hadir adalah persoalan pembebasan lahan dan kemungkinan konflik yang akan muncul.

Seperti yang disampaikan oleh Aswita Rahayu dari Biro Perekonomian Setda Provinsi Sumatera Barat, menurutnya persoalan tanah harus diperhatikan sekali karena bisa berkembang menjadi konflik agraria nantinya. "Ketika sudah betul-betul ini mefinalisasi seluruhnya masalah terkendala pada persoalan ini, kemudian karena kawasan ekonomi khusus berarti ada dampak yang benar-benar luar biasanya yang diperoleh masyarakat setempat dengan adanya KEK ini, tapi dalam pemaparan tadi rasanya belum melihat dengan jelas dampak ini kepada masyarakat," katanya.

Sebab akan ada 3.126 jiwa warga yang sebelumnya hidup di Desa Pasakiat Taileleu sebagai tapak pembangunan KEK yang harus jelas akan dibawa kemana penghidupannya. "KEK ini harus lebih jelas sehingga benar-benar ketika kita menfinalisasinya tidak ada kendala. Kemudian master plan belum jelas, kantor pemerintah dalam master plannya sehingga nanti bagaimana keimigrasiannya, maka tidak mungkin kembali ke Tuapeijat, apakah ini tidak menjadi perhatian kita," terangnya.

Sementara Yunita Ruseneli, Kasi Penataan wilayah Tertentu BPN Sumbar menyorot soal wilayah pulau-pulau kecil dan pesisir, penataan harus ada kriteria pulau-pulau itu tidak bisa dikuasai sepenuhnya pengusahaan dan 30 persen untuk kepentingan negara dan 5 persen kawasan yang dilindungi. "Adat istiadat perlu diperhatikan, mereka menguasai tanah itu turun temurun, harus juga melihat kearifan lokal, tidak bisa menggeser masyarakat hukum adat yang sudah ada," ujarnya.

Sejumlah catatan juga diberikan Rifai yang mewakili LSM Perkumpulan Q-Bar sebagai tim komisi Amdal Sumbar. Pertama, menurutnya tidak ada data jumlah penduduk yang saat ini menjadi pemanfaat lahan di lokasi calon KEK ini.Padahal ini adalah lahan pertanian masyarakat, berapa jumlah masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada lahan tersebut."Dalam ANDAL ini tidak diposisikan sebagai potensial penerima dampak, dari hilangnya kesempatan untuk mengusahakan lahan tersebut, terutama sejak mulai rekonstruksi dan operasional.Sehingga jumlah dan keberadaan mereka tidak dianggap penting dalam dokumen ini. Padahal ini dampak yang bisa meluas, karena hilangnya kesempatan mengusahakan lahan tersebut oleh keluarga atau individu yang mengolah atau manggarap akan berdampak pada sejumlah individu lain yang menjadi tanggungan mereka. Bagaimana dampak ini diperkirakan, dipantau dan pengelolaan dalam prakonstruksi, konstruksi dan operasi proyek ini," katanya.

Kedua, lahan-lahan di Taileleu sudah banyak yang beralih pemilikan dan penguasaan kepada masyarakat di luar penduduk Taileleu.Karena itu, jika lahan calon lokasi KEK ini dilepaskan dari penduduk yang saat ini mengusahakannya, masihkah mereka memiliki rasio pemilikan dan pemanfaatan tanah yang memungkinkan kualitas kehidupan mereka tidak makin buruk dari saat ini. "Jika lahan seluas 2.639 ha ini sudah menjadi konsesi Mentawai Bay Resort, penduduk Taileleu akan berusaha di lahan yang mana, belum menjadi aspek yang dilihat oleh ANDAL ini," katanya.

Ketiga, salah satu kriteria KEK adalah posisinya yang terletak pada wilayah potensi sumber daya unggulan.Sehingga tenant-tenant (pengelola) industri yang dibangun di dalam KEK harusnya adalah industri yang terkait dengan potensi sumber daya unggulan tersebut. "Dalam dokumen Andal dihalaman I-18, I-37 dan I-41 ditemukan industri yang akan dibangun adalah industri kelapa sawit. Padahal sampai saat ini komoditi kelapa sawit di Mentawai belum ada. Dan sampai sejauh ini Pemda Mentawai sudah menyatakan tidak akan memberikan izin perkebunan kelapa sawit di Mentawai. Jika industri kelapa sawit mau dibangun, lalu pasokan bahan baku yang mau diolah berasal dari mana. Jika tidak ada, mengapa industri ini yang direncanakan.Salah ketikkah, copy paste Amdal di tempat lainkah, atau sengaja menyusupkan kelapa sawit melalui proyek KEK ini," katanya.

Keempat, pada dokumen Andal disebutkan bahwa pembebasan lahan dilakukan dengan cara mengganti rugi tanaman. Secara pengertian antara lahan/tanah dengan tanaman adalah dua objek yang berbeda, dan mungkin juga dihaki oleh subjek hukum yang berbeda."Apalagi azas pemisahan horiziontal dalam hukum adat.Di Mentawai pemilik tanaman belum tentu pemilik tanah.Karena itu membebaskan tanaman belum tentu membebaskan tanah atau lahan.Tentu kita hanya berhak atas objek yang haknya kita lepaskan saja.Jika yang dilepaskan atau dibebaskan hanya tanaman, maka hak yang diperoleh itu hanya hak atas tanaman, belum hak atas tanah," ujarnya.

Kelima, kegiatan, baik pada tahap rekonstruksi maupun pada tahap operasional akan menimbulkan pengaruh pada kawasan pesisir dan perairan lau di sekitarnya. Di Andal ini belum diperhitungkan batas toleransi yang dapat diterima oleh perairan laut di hilir lokasi KEK ini, agar ekosistem perairan lautnya tidak rusak."Karena tidak diperhitungkan maka tidak ada rencana pemantauan dan rencana pengelolaan kemungkinan dampak ini," katanya.

Keenam, di halaman I-29 disebutkan bahwa material seperti batu kali/batu pecah, pasir, timbunan tanah dan kerikil dimanfaatkan dari lingkungan sekitar proyek. Pertanyaannya adalah apa benar material ini terdapat di sekitar lokasi proyek. "Sampai saat ini, proyek-proyek pembangunan di Mentawai, masih menggunakan material dari luar Mentawai," ucapnya.

Ketujuh, jika material akan diangkut dari luar Mentawai, perlu untuk memperhitungkan aspek mobilisasi material dan alat berat. Jika material akan diangkut dari Padang dan diturunkan di pelabuhan Maileppet, maka materail tersebut kemungkinan akan diangkut melalui Teluk Katurai menuju lokasi tapak proyek. Untuk itu perlu memperdalam dan memperlebar jalur pelayaran."Jika itu dilakukan, akan berdampak pada mangrove yang merupakan tempat pemijakahn ikan.Hal ini juga belum diperkirakan dalam dokumen Andal," tegasnya.

Kedelapan, pada dokumen RKL-RPL rencana pemantauan lingkungan hanya dilakukan pada tahap pra konstruksi dan tahap konstruksi.Padahal di Andal telah diidentifikasi jenis-jenis dampak yang timbul pada saat operasi."Bagaimana bisa memantau dampak yang timbul pada saat operasi, jika pemantauan hanya dilakukan pada saat pra konstruksi dan tahan konstruksi. Jika tidak ada pemantauan pada tahap operasi, lalu bagaimana melakukan pengelolaan lingkungan pada saat operasi?," tanya Rifai.

Kesembilan, dalam dokumen ANDAL juga ditemukan hal-hal yang membingungkan. Di halaman I-49, pembangunan tenant-tenant berupa pembangunan bandara, pembangunan industri dan pelabuhan, pembangunan amusement, pembangunan hotel-villa, pembangunan publik, pembangunan Mentawai zoo, pembangunan central bisnis, pembangunan dermaga marina, pembangunan lake village dan pembangunan golf disebutkan sebagai tahap konstruksi. "Tetapi pada halaman I-51, pembangunan yang sama disebut pula sebagai kegiatan pada tahap operasi.Harusnya kegiatan pada tahap konstruksi berbeda dengan kegiatan pada tahap operasi.Jika tidak, jangan-jangan penyusun Andalnya tidak tahu membedakan apa kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan pada setiap tahapan yang masing-masingnya berbeda," ulasnya.

Kesepuluh, Berdasarkan Keputusan Bupati Kepulauan Mentawai Nomor 277 tahun 2016 tanggal 13 Oktober 2016, Bupati hanya memberi Izin Lokasi seluas 1.985 ha. "Tapi dalam dokumen ANDAL ini, lokasi KEK menjadi seluas 2.639. Sisanya diperoleh dari SK Izin Lokasi yang mana?," kembali dipertanyakan Rifai.

Kesebelas, lokasi KEK ini memiliki keunggalan geo-okonomi dan geowilayah/geologi.Dalam Andal belum diperlihatkan data tentang potensi sumber daya unggulan, sehingga belum tergambar jika mau eksport atau impor harus ekspor atau impor.Jika wisata yang mau menjadi unggulan, belum juga dilengkapi dengan data potensi kunjungan wisata ke Mentawai.Yang ditampilkan adalah data kunjungan wisata ke Sumatera Barat padahal yang berkunjung ke Sumatera Barat belum tentu ke Mentawai.Demikian juga belum disajikan data potensi perikanan dan komoditi pertanian atau hutan lainnya, yang bisa meyakinkan kita bahwa industri tersebut perlu ada dalam KEK.

Keduabelas, diantara Katurei dan Peipei ada lokasi pendaratan untuk bertelur penyu hijau dan sisik, yang menurut teman-teman dari Fakultas Perikanan Universitas Bung Hatta, populasinya cukup besar."Dalam ANDAL ini, belum mempertimbangkan kemungkinan dampak terhadap lokasi-lokasi pendataratan penyu-penyu tersebut.Berdasarkan hal-hal tersebut, maka ini ditolak atau dikembalikan kepada pemrakarsa untuk diperbaiki sebelum diberikan persetujuan," tegasnya.

Elly Ardiani, pemkarsa dari PT. Putra Mahakarya Sentosa mengakui masalah soal industri sawit sudah dibahas dalam tim teknis kenapa dimasukkan industri sawit seharusnya industri minyak kelapa. "Memang sudah dibahas dalam tim teknis kok masih tertuang kelapa sawit kemarin sudah terjadi diskusi yang cukup panjang dan akan diganti. Kami juga akan melakukan revisi tentang masalah pembebasan tanah, mungkin rilis seperti apa, konsistensi tahap operasional tahap awal kami pastinya kami harus menyiapkan fasilitas tranportasi dulu, dermaga kalau kami sudah mendapatkan persetujuan sangat tidak mungkin bahan pembangunan daerah setempat kami akan mendatangkan dari luar makanya proyek pertama kami melakukan pembangunan air port dan pelabuhan dan itu kita kerja samakan dengan pemerintah," katanya.

Mengenai izin prinsip berjalan tahap operasional, izin prinsip tahap awal 1.985 ha. "Sampai saat ini kami sudah mendapatkan lahan tambahan seluas 200 hektar lebih dan kami sudah mengajukan ke Pemkab Mentawai masih menunggu tanda tangan untuk mengeluarkan izin itu lahan kami 2.639 surat terbaru izin prinsipnya akan kita lampirkan," ucapnya.

Mengenai pembebasan lahan pihak perusahaan mengklaim sudah membebaskan sekira 82 persen lahan dari masyarakat, namun belum ada detail lahan mana yang dibebaskan."Soal hutan mangrove akan kami akomodasi," katanya.

Sementara Jonas Patuagai Sakerebau, salah satu pemilik tanah di lokasi KEK mengakui tidak tahu berapa luas tanahnya yang masuk kawan KEK. "Kita tidak tahu luasnya tapi kita tahu batasnya," katanya.

Ketika dikonfirmasi soal warga lain yang menggarap tanah, Jonas hanya mengatakan mereka sudah tahu namun untuk ganti ruginya Jonas tidak jelaskan. "Sebagian memang sudah dibayar oleh pihak perusahaan, sebagian belum, kita juga ada tanaman di atas tanah kita dan ada juga pemilik tanaman warga lain," ungkapnya.

Dalam rapat Andal itu dihadiri oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup Mentawai, Yusi Rio, Kepala Bappeda Mentawai Naslindo Sirait, Camat Siberut Barat Daya Hatisama Hura, Kepala Desa Pasakiat Tailelu Karlo Salamao, beberapa pengurus BPD, kepala dusun dan pemilik tanah. Sementara dari Sumatera Barat juga diikuti Kepala Dinas Lingkungan Hidup Siti Aisyah sekaligus ketua komisi rapat Andal serta tim teknis, konsultan dan pemakarsa PT. Putra Mahakarya Sentosa. ***

Editor:Hermanto Ansam
Kategori:Sumatera Barat, GoNews Group, Pemerintahan
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/