Home  /  Berita  /  Umum

CISDI Tolak Penyelenggaraan IPFEST 2016 yang Melibatkan Industri Tembakau

CISDI Tolak Penyelenggaraan IPFEST 2016 yang Melibatkan Industri Tembakau
ilustrasi
Sabtu, 08 Oktober 2016 00:43 WIB
JAKARTA - Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menolak penyelenggaraan Indonesian Philantrophy Festival (IPFEST) 2016 dengan tema kunci Sustainable Development Goals (SDGs), yang diselenggarakan pada tanggal 6-9 Oktober 2016 di Jakarta Convention Center. Penolakan ini berdasarkan pada fakta bahwa kegiatan bertema filantropi ini secara lugas melibatkan badan yang berafiliasi langsung dengan industri tembakau, suatu hal yang sangat bertentangan dengan makna dari pembangunan berkelanjutan.

Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) adalah organisasi masyarakat sipil yang berperan sebagai pusat kajian dan implementasi inisiatif pembangunan nasional. CISDI secara aktif mendorong, mengawal dan memastikan implementasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) dalam bidang kesehatan, di antaranya melalui inovasi dan sinergi upaya pengendalian tembakau di Indonesia dengan berbagai pelaku pembangunan nasional.

''Selain sebagai salah satu dari 193 negara yang menandatangani 17 tujuan dan 169 target SDGs yang menjadi acuan pembangunan jangka panjang seluruh negara di dunia hingga tahun 2030; Indonesia berperan akrif dalam pembentukan agenda pembangunan global sejak dari High Level Panel of Eminent Persons, Open Working Group on Sustainable Development Goals hingga Inter Government Negotiations on the Post 2015 Development Agenda. Dalam rentang waktu pembentukan hingga kini pada tahap implementasi, Indonesia berkomitmen penuh untuk menjunjung prinsip peningkatan derajat kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan kesehatan yang inklusif dan sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik,'' jelas Diah S. Saminarsih, Pendiri CISDI.

Lebih lanjut Diah menjelaskan, ''Keberhasilan Indonesia dalam mencapai seluruh tujuan dalam SDGs bergantung kepada ketaatan dan sikap konsekuen kita dalam menjalankan seluruh prinsip pembangunan keberlanjutan. Secara spesifik, dalam mencapai tujuan SDG dalam bidang kesehatan, kita harus secara konsekuen melaksanakan implementasi yang mendukung pencapaian target kesehatan, dari semua aspek, termasuk dalam pelibatan publik. Sungguhpun pelibatan publik dimandatkan dalam SDGs, tentunya terdapat kaidah, kesesuaian dan kepantasan etika yang harus ditaati. Melibatkan atau terlibatnya industri tembakau yang jelas tidak mendukung peningkatan status kesehatan masyarakat dalam kegiatan yang mengatasnamakan filantropi, tidak dapat dibenarkan karena mengirimkan pesan kesehatan dan pesan moral yang bertentangan dengan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.''

Kegiatan yang mengatasnamakan filantropi dengan tema kunci SDGs ini harusnya mendukung berbagai pihak untuk melakukan aksi bersama dalam mencapai target-target pembangunan berkelanjutan. ''Penyejajaran SDGs dengan perusahaan rokok oleh Perhimpunan Filantropi Indonesia, yang secara gamblang bertentangan dengan makna pembangunan berkelanjutan, membuat kami mempertanyakan arti dari filantropi yang dimaknai oleh Perhimpunan Filantropi Indonesia. Kegiatan filantropi seharusnya diasosiasikan dengan kegiatan yang bermanfaat bagi kesejahteraan seluruh masyarakat dan berpihak kepada kesehatan untuk mendukung aksi bersama dalam mencapai target SDGs,'' tegas Anindita Sitepu, Direktur Program CISDI.

Saat ini, Indonesia merupakan negara dengan angka perokok tertinggi di Asia Tenggara, bahkan termasuk ke dalam empat besar negara dengan perokok tertinggi di dunia setelah Cina, Rusia dan Amerika Serikat. Dari total penduduk di Indonesia, 67% merupakan perokok aktif dan 60% dari jumlah perokok aktif memiliki latar belakang ekonomi lemah. Tindakan perokok aktif tidak hanya mempengaruhi kesehatan mereka sendiri tetapi juga orang-orang di sekitar mereka. Dari 6.000.000 korban penyakit akibat tembakau, 600.000 diantaranya merupakan perokok pasif yang terpapar asap rokok.

''Rokok merupakan produk yang tidak memiliki manfaat apapun, dan tidak sepantasnya dikaitkan dengan filantropi. Keterlibatan perusahaan rokok dalam kegiatan yang membawa bendera filantropi, menurut hemat kami justru mengirimkan pesan yang salah tentang kesehatan dan tujuan pembangunan berkelanjutan kepada publik, terutama generasi muda yang terlibat maupun dilibatkan secara aktif dalam acara ini. Hal inilah yang menjadi rasional yang sangat kuat agar pihak penyelenggaran IPFEST 2016 menilik lebih jauh dan lebih bijaksana terhadap keterlibatan corporate social responsibility dari industri tembakau,'' lanjut Anindita.

''Mengacu pada komitmen penuh Indonesia dalam menjunjung tinggi prinsip pembangunan berkelanjutan tersebut, maka sudah sepatutnya semua pihak ikut mendukung implementasi SDGs di setiap kegiatan yang bertujuan mendorong aksi pembangunan di Tanah Air. Mari kita kembalikan makna dan cara pengimplementasian SDGs pada konteks yang sesungguhnya, yaitu pada kegiatan yang mendorong kolaborasi aktif dan positif untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia,'' tutup Anindita. ***

Editor:Hermanto Ansam
Kategori:Umum, GoNews Group
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/