Wonderful Indonesia 2016
CEO Message ke-15, Homestay untuk Desa Wisata
CEO Message ke-15, Homestay untuk Desa Wisata

Kamis, 17 November 2016 07:33 WIB
Penulis : Muslikhin Effendy

JAKARTA - Pekan ini, Minggu ke-2 Bulan November 2016, Menteri Pariwisata RI Arief Yahya mengeluarkan CEO Message yang ke-15. Saat Rapim di Lantai 16, Gedung Sapta Pesona, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, dia menyampaikan pesan khusus tersebut. Message yang harus dijadikan panduan di internal kementerian, juga boleh dikonsumsi publik untuk benchmark atau referensi dalam menjalankan roda perusahaan, kementerian atau lembaga lain.

“Saya selalu berawal dari akhir. Berangkat dari target 20 juta wisman di 2019. Untuk menuju target itu, harus menggunakan cara Apa? Bagaimana? Kapan? Mengapa harus menggunakan cara itu? Dimulai Kapan dan Darimana?” sebut Mantan Dirut PT Telkom yang lulusan ITB Bandung, Surrey University Inggris, dan Doktor Unpad Bandung itu.

Begitupun dalam mengejar target 20 juta itu. Dia break down dari sisi Atraksi, Amenitas dan Aksesnya. Jika di CEO Message lalu mengupas bagaimana menemukan seats capacity 30 juta, untuk target 20 juta, itu adalah aksi untuk menggarap akses. Bagaimana dengan amenitas? Kapasitas akomodasi? Mungkinkan dalam waktu cepat, menambah hotel dengan cara massif di semua destinasi yang bakal dikembangkan Kemenpar? Itupun masih membutuhkan waktu yang lebih lama, lebih dari 3 tahun?

Maka CEO Message #15 inilah, terobosan cerdas untuk menemukan titik temu proyeksi dan opportunitynya. Silakan dibaca transkrip dari CEO Message #15, yang berjudul “Homestay Untuk Desa Wisata” ini:

Untuk mengembangkan wisata perdesaan di desa-desa wisata diperlukan konsep low-cost tourism (LCT). Melalui konsep LCT ini kita ingin menjadikan pariwisata sebagai sebuah basic needs. Untuk itu harganya harus terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Bagaimana caranya? Caranya, kita harus menciptakan attraction, access, dan accomodation (3A) yang terjangkau dengan memanfaatkan kelebihan kapasitas (excess capacity) yang ada.

Nah, untuk mewujudkan accomodation yang murah dan mudah kita harus melakukan terobosan dengan membangun sebanyak mungkin homestay (rumah wisata) di desa-desa wisata seluruh pelosok Tanah Air. Murah karena harga penyewaan homestay sangat terjangkau karena dikelola secara mandiri oleh masyarakat. Mudah karena wisatawan dari seluruh dunia bisa mengakses informasinya melalui Indonesia Travel Exchange (ITX). Dengan inisiatif ini, kita bahkan berambisi untuk memposisikan Indonesia sebagai negara yang memiliki homestay terbanyak di dunia.

Identitas Arsitektur Nusantara. Akhir Oktober lalu bertempat di Gedung Sapta Pesona kita mengumumkan para pemenang Sayembara Desain Arsitektur Nusantara untuk homestay. Kita menetapkan 10 pemenang yang mewakili desain arsitektur homestay untuk 10 destinasi prioritas yang sudah kita tetapkan. Ke-10 desain homestay ini nantinya akan menjadi acuan pembangunan homestay di Tanah Air. Dengan begitu diiharapkan desain arsitektur kita memiliki ciri khas yang mengacu pada budaya dan kearifan lokal Nusantara.

Ide penyelenggaraan sayembara tersebut berawal dari keprihatinan Bapak Presiden mengenai tak adanya identitas arsitektur Nusantara. Seni dan budaya membangun rumah adat di Indonesia itu begitu beragam. Ratusan jumlah suku memiliki ratusan model arsitektur. Ada Rumah Bolon di Sumatera Utara, Tongkonan di Toraja, Joglo dan pendopo Limasan di Jawa, atau rumah adat Bali dengan ornamen yang khas. Namun kini ratusan warisan desain itu kian tergusur oleh model-model arsitektur dari luar yang menyerbu hampir di semua kota di Tanah Air.

Dua kali Pak Presiden mengingatkan saya mengenai pentingnya identitas ini. Pertama saat melakukan kunjungan kerja ke Mandeh, Pesisir Selatan, beliau mengingatkan agar arsitektur Nusantara dilestarikan. Secara khusus Bapak Presiden mengingatkan agar kita melestarikan arsitektur atap rumah Bagonjong di Minangkabau Sumatera Barat.

Kedua pada saat kunjungan kerja ke Borobudur beliau mengingatkan sekali lagi pentingnya identitas ini. Beliau mengatakan, agar tidak membuat candi Borobudur menjadi benda yang asing, maka pada saat akan memasuki kawasan wisata bersejarah tersebut kita harus mengondisikannya dengan bangunan-bangunan rumah yang selaras dengan arsitektur Borobudur.

Target 100.000 Homestay

Sayembara Desain Arsitektur Nusantara untuk homestay dilakukan tak hanya sekedar untuk melestarikan kekayaan budaya kita, tapi lebih strategis lagi untuk memenuhi kebutuhan akomodasi yang sangat besar dalam rangka mewujudkan visi mendatangkan 20 juta kunjungan wisatawan mancanegara dan 275 juta perjalanan wisatawan nusantara di tahun 2019. Untuk mewujudkan visi tersebut setidaknya kita butuh 100 ribu kamar di berbagai destinasi wisata utama kita.

Coba kita sedikit berhitung. Kalau pukul rata setiap hotel memiliki 100 kamar, maka untuk mewujudkan target di atas kita butuh setidaknya 1000 hotel. Ambil contoh hotel chain terbesar, salah satunya Accor Group, hanya mampu membangun sebanyak 100 hotel hingga 5 tahun ke depan. Ambil rata-rata per hotel memiliki 200 kamar, maka Accor hanya mampu menyediakan 20.000 kamar.

Itu satu isu. Isu yang lain, hotel chain seperti Accor Group tentu saja tak mau membangun hotel di sembarang lokasi. Ia akan membangun hotel di kota-kota besar dengan pasar yang sudah terbentuk. Sementara itu kita justru ingin membangun hotel-hotel di seluruh Indonesia, langsung saya sebut saja di desa-desa wisata.

Untuk mensolusikan dua isu tersebut kita perlu terobosan dalam menyediakan akomodasi. Ingat, hasil yang luar biasa hanya bisa diperoleh dengan cara yang tidak biasa. Terobosan yang bisa kita lakukan adalah dengan membangun homestay. Karena skalanya kecil, membangun homestay akan lebih mudah dan lebih fleksibel dibandingkan membangun hotel. Pembangunan homestay juga bisa tersebar di berbagai destinasi wisata di seluruh pelosok Tanah Air karena nantinya homestay tersebut akan dimiliki oleh masyarakat di sekitar destinasi wisata.

Ambil contoh di sebuah desa di Ende Flores yang letaknya jauh terpencil namun memiliki atraksi wisata yang luar biasa. Di lokasi ini kita akan relatif sulit menarik investor untuk membangun hotel dengan 100 kamar. Namun tidak demikian halnya dengan homestay. Membangun 100 homestay relatif lebih mudah dibandingkan membangun satu hotel 100 kamar. Misalnya kita memerlukan lahan sekitar 1 hektar.  Katakan sekitar 30% dari lahan tersebut disisihkan untuk fasilitas umum, maka masih ada 7000 m2 yang bisa dikapling-kapling untuk dijadikan 100 homestay type LT/LB berukuran 70/36 m2, yang  pembangunannya-pun dapat dilakukan secara bertahap.

Skema Pembiayaan

Tadi saya katakan bahwa masyarakat setempat akan berkesempatan untuk memiliki homestay-homestay yang dibangun. Lalu bagaimana caranya? Agar mereka bisa memiliki, maka kuncinya adalah di pembiayaan. Skemanya ada dua jenis, yaitu subsidi dan non-subsidi.

Untuk skema subsidi, karena homestay ini sekaligus merupakan bagian dari  upaya untuk membangun rumah untuk rakyat, maka pemerintah harus memberikan subsidi. Untuk itu kita bekerjasama dengan BTN dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Di sini BTN akan menyalurkan sumber dana untuk pembiayaan homestay tersebut dengan skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) menggunakan sistem Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Untuk skema subsidi ini homestay yang dibangun haruslah menggunakan desain hasil Sayembara Desain Arsitektur Nusantara.

Kurang lebih skema pembiayaannya adalah sebagai berikut. Misalnya harga homestay type 70/36 adalah Rp 125 juta, maka agar terjangkau, uang mukanya sekitar 1% dari nilai rumah, dengan bunga fix sekitar 5%, tenornya bisa mencapai 20 tahun. Dengan demikian cicilannya relatif ringan di bawah Rp.1 juta per bulan, katakanlah Rp.800 ribu. Kalau homestay tersebut disewakan dengan harga Rp.150 ribu, maka dengan 4 kali weekend (8 hari sewa) pemilik homestay akan bisa mendapatkan Rp.1,2 juta per bulan.

Kalau diambil nilai aman 80%, maka si pemilik masih mendapatkan Rp.960 ribu per bulan, sehingga masih feasible. Itu belum memasukkan pemasukan untuk weekdays. Anggaplah pemasukan di weekdays adalah bonus. Dengan perhitungan sederhana tersebut terlihat bahwa perhitungannya masuk dan prospeknya cukup menjanjikan bagi pemilik homestay.    

Itu untuk yang subsidi. Bagaimana dengan yang non-subsidi? Dengan prospek yang cukup menjanjikan tersebut, untuk beberapa daerah, skema commercial loan sesungguhnya tidak menjadi masalah karena masih cukup menguntungkan. Untuk yang non-subsidi, mungkin luasan homestay bisa lebih fleksibel, desainnya bisa disesuaikan dengan kebutuhan, atau bisa juga homestay-nya merupakan renovasi dari rumah yang sudah ada.

Rekan-rekan Kemenpar, kita akan menjadikan pembangunan 100 ribu homestay yang akan kita mulai tahun depan sebagai momentum untuk mendorong terwujudnya low-cost tourism. Seiring dengan pembenahan access dan digitalisasi melalui platform ITX, kita ingin menjadikan homestay sebagai katalisator bagi terwujudnya pariwisata sebagai basic needs. Itu sebabnya kita menempatkan airlines (access), digitalisasi, dan homestay sebagai program utama kita tahun depan.

Dengan konsep low-cost tourism yang diimplemantasikan melalui pembangunan homestay untuk desa wisata ini, akan menjadikan pariwisata sebagai basic needs.

Sekali lagi, hasil yang luar biasa hanya bisa diperoleh dengan cara yang tidak biasa. Salam pesona Indonesia. (*/dnl)


Wonderful Indonesia 2016
Sabtu, 30 Juli 2016 23:32 WIB
JAKARTA - Diposisikan sebagai Destinasi Halal unggul dalam pentas wisata halal dunia, Aceh pun makin kreatif mendesain event. Disupport Kementerian Pariwisata RI, maka provinsi yang biasa disebut dengan Serambi Mekkah itu semakin bersemangat menggelar kegiatan berskala internasional yang bertajuk Aceh International Rapa’i Festival. Masih cukup waktu, acara ini bakal digelar sebulan lagi, persisnya pada 26-30 Agustus mendatang.
Wonderful Indonesia 2016
Minggu, 24 Juli 2016 08:53 WIB
BALI- Benchmark adalah cara paling cerdas, cepat dan cekatan untuk menjadi yang terbaik. Membandingkan dengan cerita sukses dan kehebatan pesaing, itulah yang diminta Menpar Arief Yahya, kepada semua daerah dalam mengembangkan destinasi pariwisata.
Wonderful Indonesia 2016
Minggu, 24 Juli 2016 08:48 WIB
AZERBAIJAN - Lapis legit yang dikenal dengan nama Spekkoek –bahasa Belanda--, yang khas Indonesia dan ngetop di tahun 90-an rupanya menggoda lidah orang Republik Azerbaijan. Kue berlapis-lapis gelap-terang yang memberi kesan rasa manis di ujung lidah itu jadi favorit warga di negara yang merupakan Kaukasus di persimpangan Eropa dan Asia Barat Daya itu. Kue itu menjadi juara II untuk kategori makanan asing di “The Third International Traditional Sweets Festival” yang digelar di Kota Sheki, Azerbaijan, 21 Juli 2016.
Wonderful Indonesia 2016
Sabtu, 23 Juli 2016 08:56 WIB
JAKARTA - Pergerakan wisatawan nusantara (Wisnus) dari seluruh Indonesia tampaknya bakal mengarah ke Nusa Tenggara Barat (NTB) dan membuat lonjakan dari tanggal 27 Juli hingga 7 Agustus 2016 mendatang. Betapa tidak, NTB akan menjadi tuan rumah event akbar Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Tingkat Nasional ke-26. Perhelatan akbar tingkat nasional tersebut akan dipusatkan di Islamic Center, NTB sebagai arena pembukaan dan penutupan.
Wonderful Indonesia 2016
Sabtu, 30 Juli 2016 23:37 WIB
JAKARTA - Kota Tenggarong di Kutai, Kalimantan Timur punya perhelatan festival budaya yang cukup memikat wisatawan. Namanya Festival Internasional Erau 2016, pesta budaya akbar adat Kutai yang dihelat setiap tahun. Tahun ini, salah satu festival di bekas kerajaan tertua di Indonesia itu akan digelar 20-28 Agustus 2016.
Wonderful Indonesia 2016
Senin, 25 Juli 2016 10:40 WIB
JAKARTA - Pesona kuliner Indonesia tak henti-henti menggoda selera lidah orang seluruh jagat. Tak percaya? Saksikan saja Asian Food Channel, 28 Juli 2016, pukul 20.00 WIB. Aneka rasa kuliner dari spesialis Bali, Jakarta, Lombok, Yogyakarta dan Padang dipastikan siap pamer kenikmatan cita rasa nusantara kepada dunia. Inilah alat promosi dan diplomasi teste untuk mendukung sektor pariwisata yang efektif.
Wonderful Indonesia 2016
Minggu, 24 Juli 2016 09:11 WIB
JAKARTA - Kemenpar paham betul, bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) adalah kunci dari semua persoalan mendasar di pariwisata. CEO Message ke-5 Menpar Arief Yahya menekankan, memilih orang dulu, baru menugaskan pekerjaan. Istilahnya menentukan “who” dulu, baru menjelaskan “what.” Memastikan siapa driver-nya dulu, baru menentukan arah hendak kemana.
Wonderful Indonesia 2016
Minggu, 24 Juli 2016 08:43 WIB
BATAM - Kepri tak menyia-nyiakan potensi wisata bahari yang sudah diberikan Tuhan di wilayahnya. Masterplan pengembangan gerbang wisata sea zone, coastal zone dan underwater zone sudah mulai disiapkan. Targetnya, dalam tiga tahun, provinsi yang berbatasan dengan Singapura dan Malaysia itu menjadi pintu masuk wisman berbasis bahari di tanah air. “Kami fokus kembangkan bahari, mengubah pemikiran dan strategi dari darat ke laut. Tiga tahun ke depan, Kepri harus jadi gapura wisata bahari Indonesia,” ujar Kepala Dinas Pariwisata Kepri Guntur Sakti, Sabtu (23/7/2016).