Home  /  Berita  /  Peristiwa

Prabowo Ingin Belanja Senjata Rp1.760 Triliun, Fadli Zon Sebut Terobosan

Prabowo Ingin Belanja Senjata Rp1.760 Triliun, Fadli Zon Sebut Terobosan
Ilustrasi Alutsista Indonesia. (Foto: SINDOnews)
Selasa, 08 Juni 2021 07:10 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Fadli Zon menilai beredarnya rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang pemenuhan alat peralatan pertahanan dan keamanan (alpalhankam) tahun 2020-2044 telah disalahpahami oleh banyak orang.

Menurut dia, tidak sedikit yang menilai kalau rencana strategis itu sebagai 'ambisius' dan 'tidak peka terhadap krisis yang tengah kita alami'.

"Saya melihat, sumber kesalahpahaman itu ada tiga. Pertama, orang hanya melihat total besaran anggarannya, yang mencapai Rp1.760 triliun, tapi tidak memperhatikan skemanya," tutur Fadli Zon dalam keterangan tertulisnya, Senin (7/6/2021).

Kedua, sambung dia, orang melupakan jika ini adalah proyek strategis untuk jangka waktu 25 tahun. Ketiga, orang juga lupa semua itu barulah draf rencana Pemerintah. Di luar tiga hal tadi, kata Fadli, banyak orang juga lupa jika saat ini Indonesia berada di tahap akhir program Kekuatan Pokok Minimum, atau MEF (Minimum Essential Force) yang telah dimulai sejak 2009 silam.

MEF adalah program yang dirancang untuk memodernisasi kekuatan pertahanan kita. MEF dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu tahap I (2009-2014), tahap II (2014-2019), dan tahap III (2019-2024).

Dalam tiap tahap MEF, kata Fadli, pemerintah menganggarkan kurang lebih sebesar Rp150 triliun untuk belanja alat utama sistem persenjataan (alutsista). "Jadi, kurang lebih tiap tahun anggarannya adalah Rp30 triliun. Nah, program ini akan berakhir pada 2024. Sehingga, sangat wajar jika pemerintah kemudian menyusun rancangan program strategis baru untuk meneruskan MEF. Itulah latar belakang munculnya rancangan perpres tentang alpahankam," kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra ini.

Sebagaimana diketahui, kata Fadli, dalam pelaksanaannya program MEF tidak berjalan mulus seperti yang direncanakan. Berdasar data Kementerian Pertahanan, pada Oktober 2020 TNI AD baru memiliki 77% kekuatan pokok minimal (minimum essential force/MEF), TNI AL 67,57%, dan TNI AU 45,19%. "Jadi, kalkulasi kasarnya, dengan model penganggaran yang berlaku selama ini, MEF kemungkinan tidak akan bisa mencapai 100 persen di tahun 2024. Untuk itulah dibutuhkan jalan baru dan juga rencana baru," tuturnya.

Fadli menilai rencana Kementerian Pertahanan dengan menyatukan alokasi anggaran pertahanan 25 tahun untuk memenuhi alpalhankam merupakan sebuah terobosan dan bisa menjadi jawaban untuk mempercepat modernisasi alpahankam TNI. Setidaknya ada tiga pertimbangan untuk mendukung rencana tersebut.

Pertama, kata dia, terobosan ini akan menjawab percepatan modernisasi alpahankam. Kondisi alpahankam Indonesia memang sudah tidak memadai, baik dari sisi jumlah, maupun segi usia. Sekitar 70 persen alpahankam umurnya sudah uzur.

"Tragedi tenggelamnya KRI Nanggala 402, salah satu faktor penyebabnya adalah karena usia yang sudah tua. Selama ini anggaran TNI banyak tersedot untuk pemeliharaan alpahankam yang sudah tak layak pakai," tandasnya.

Kedua, dari sisi anggaran, kata dia, melakukan modernisasi dengan menyatukan alokasi anggaran pertahanan 25 tahun dapat meningkatkan kapasitas pengadaan alpahankam secara lebih komprehensif. Selain akan segera meningkatkan posisi tawar Indonesia, cara ini juga saya kira lebih efisien dibanding jika pengadaannya dilakukan secara terpisah dan parsial.

Dia menjelaskan, jika diukur dari Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2020 sebesar 15.434,2 triliun, maka anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk alutsista selama 25 tahun itu sebenarnya hanya pada kisaran 0,6-0,7 persen setiap tahunnya.

"Padahal, kalau kita merujuk pada dokumen MEF, idealnya sejak MEF II, antara 2014 hingga 2019, alokasi anggaran pertahanan kita sudah ke arah 1,5 persen dari terhadap PDB," tuturnya.

Oleh karena itu, lanjut dia, jangan semata-mata melihat gelondongan Rp1.760 triliunnya, tapi harus dilihat juga persentasenya terhadap PDB kita 25 tahun ke depan. Ketiga, lanjut Fadli, rencana ini bersifat meneruskan strategi MEF yang saat ini sudah masuk tahap ke-3. Sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto harus menghadapi tiga tantangan sekaligus terkait dengan MEF.

Pertama, Menhan harus menuntaskan MEF. Kedua, harus menghadapi kenyataan terkendalanya anggaran pertahanan karena ada pandemi. "Ketiga, harus bisa menawarkan rancangan strategis baru untuk meneruskan MEF. Jadi, mau tidak mau Kemenhan harus bisa membuat terobosan. Rancangan Perpres tentang Alpahankam ini adalah hasilnya," tandasnya.

Dalam satu tahun ini, Fadli melihat upaya Kementerian Pertahanan untuk melakukan percepatan target MEF cukup serius dan komprehensif. Misalnya, mereka mengevaluasi kembali kontrak-kontrak kerja sama pertahanan yang dinilai tidak efisien, membuka kerja sama luas dengan berbagai negara agar tidak tergantung pada satu negara saja, dan terakhir, mereka juga tak lupa memperkuat industri pertahanan nasional.

"Jadi, langkah-langkah yang disusun Kementerian Pertahanan sudah sangat komprehensif. Kita memang harus membuat terobosan penting agar dapat segera memiliki sistem pertahanan nasional yang tangguh," tuturnya.

Kendati demikian, Fadli setuju rencana besar ini tentu masih harus dimatangkan dan disempurnakan lagi dengan melibatkan parlemen.***

wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77