Home  /  Berita  /  Politik

Alasan Hanura Pilih UU Pemilu yang Ada dan Menolak RUU Pemilu yang Bergulir

Alasan Hanura Pilih UU Pemilu yang Ada dan Menolak RUU Pemilu yang Bergulir
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Hanura, Gede Pasek Suardika dalam suatu kesempatan di 'Senayan'. (foto: ist.)
Kamis, 04 Februari 2021 13:42 WIB
JAKARTA - Sekjen Partai Hanura, Gede Pasek Suardika menyatakan, partainya meminta agar Undang-Undang (UU) Pemilu yang ada tetap diberlakukan, dan belum waktunya direvisi.

Hanura, kata Pasek, memilih sikap menolak terhadap RUU Pemilu yang saat ini tengah berproses di DPR RI.

Pertama, kata Pasek mengurai alasan penolakan tersebut, Parlementiary Threshold (PT) atau ambang batas pencalonan dalam RUU Pemilu saat ini naik menjadi 5 persen. Di UU Pemilu yang masih berlaku (UU 7/2017) saat ini, PT hanya ditetapkan sebesar 4 persen.

"Ini hanya akan menguntungkan partai besar, sehingga mengganggu keadilan demokrasi itu secara substantif," kata Pasek kepada GoNews.co, Kamis (4/2/2021).

Kedua, Pasek melanjutkan, ada pemberlakuan PT berjenjang dalam RUU Pemilu yang saat ini berproses di DPR RI. Artinya, jika ambang batas parlemen DPR RI sebesar lima persen, maka DPRD provinsi bisa empat persen dan DPRD kabupaten/kota bisa sebesar tiga persen.

"Kemudian poin ketiga, adalah adanya ketentuan; daerah pemilihan (dapil) diperkecil. Ini semua akan berdampak pada semakin banyaknya  suara sah rakyat yang hilang dalam perhitungan suara. 3 sampai 4 kali lipat suara sah rakyat akan hilang. Lalu bagaimana pertanggungjawaban kita pada rakyat ketika suara sah mereka tidak hilang?" ujar Pasek.

Keserentakan Pemilu 2024 Sudah Disimulasikan

Permintaan Hanura agar pemilihan umum tetap menggunakan RUU yang ada dan masih berlaku, berarti juga persetujuan Hanura pada penyelenggaraan Pilkada, Pileg, Pilpres secara serentak pada tahun 2024. Keserentakan Pilkada di 2024 itu sesuai dengan pasal 201 UU 10/2016.

"(8) Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024. (9) Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang berakhir masa jabatannya tahun 2022 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2023 sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota sampai dengan terpilihnya Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota melalui Pemilihan serentak nasional pada tahun 2024." bunyi ayat (8) dan (9) pasal tersebut.

Artinya, akan ada total 271 Pj kepala daerah; 101 Plt menjabat hingga dua tahun, dan 170 Pj menjabat selama satu tahun. Dan menurut Pasek, hal ini bukan suatu hal yang terlampau mengkhawatirkan.

"Karena itu kan dulu sudah dibahas saat saya masih di DPR. Pj itu adalah konsekuensi keserentakan 2024. Pembahasan mengenai itu kalau tidak salah berlangsung pada 2011 atau 2012an. Saat itu sudah disimulasikan bagaimana cara memenuhi kebutuhan Pj-Pj itu, apakah dengan standar jabatan tertentu atau gimana, itu sudah pernah disimulasikan," kata Pasek.***

Editor:Muhammad Dzulfiqar
Kategori:GoNews Group, Nasional, Politik
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/