Home  /  Berita  /  Kesehatan

Pandemi dan Gejolak Rindu Sekolah Tatap Muka

Pandemi dan Gejolak Rindu Sekolah Tatap Muka
Dhuaini Fista, Pelajar SMK yang memendam rindu belajar normal di Sekolah. (GoSumut.com/Bayu)
Rabu, 16 September 2020 14:43 WIB
Penulis: Bayu Sahputra
ASAHAN - Saat sekolah sepi dimasa pandemi, terdengar suara usapan kaki ke lantai di depan kelas. Usapan tersebut tidak terdengar jelas. Dari kejauhan tampak seorang siswi sedang berjalan di depan kelas dengan mata tertuju ke arah ruang kelas.

Sesekali Ia nampak berhenti dan matanya kembali memandang ruang kelas. Kemudian Ia tampak berhenti dengan tangan menyentuh jendela, seakan Siswi ingin masuk ke dalam ruang kelas yang ada di SMK Negeri 1 Kisaran itu.

Dari raut wajahnya tampak kerinduan yang termat dalam. Tampak jelas, gadis itu punya keinginan kuat untuk belajar bersama teman-temannya. Adalah Dhuaini Fista, pelajar kelas 10 di SMK Negeri 1 Kisaran.

Ditemui wartawan, Selasa (15/9/2020). Dhuaini meluapkan isi hatinya yang berharap agar sekolah kembali dibuka seperti sediakala.

Rasa kesal dan kecewa terlihat jelas di wajah Dhuaini. Awal tahun ini, sejatinya Ia duduk di bangku SMK, namun, Dhuaini tidak dapat belajar bersama teman, bahkan mengenal temannya secara langsung. "Tahun ini adalah awal tahun saya masuk sekolah di SMK om, jangankan teman sekolah, guru saja belum kukenal semua gara-gara Corona," ceritanya sambil sesekali mengusap air matanya.

Adaptasi, mengenal teman baru dan mendapatkan pendidikan yang sempurna merupakan keinginan besar Dhuaini. Namun keinginan itu saat ini masih sebatas lamunan akibat wabah Covid-19 yang tak kunjung usai. "Kapan ya Corona ini hilang, kami ingin sekali belajar tatap muka. Saya pun ingin bisa beradaptasi dengan teman baru. Apakah kami akan terus seperti ini?," tanya Dhuaini.

Dhuaini mengaku, selama ini hanya mendapatkan belajar lewat daring dan sekedar mendapatkan tugas dari gurunya di sekolah. "Hanya belajar lewat daring dan mengerjakan tugas rumah dari guru. Sesekali datang ke sekolah untuk mengambil dan mengantar tugas dari guru kami," jelasnya.

Dhuaini berharap agar sekolah dapat beroperasi seperti biasa dengan normal walaupun dimassa pandemi. Sebab, di masa pandemi ini sudah banyak yang beraktifitas seperti cafe, tempat hiburan bahkan orang pesta. "Orang pesta sudah boleh, cafe buka, tempat hiburan juga sudah berjalan. Kok sekolah masih ditutup," keluhnya.

Pihak sekolah SMK Negeri 1 Kisaran tak satupun yang bisa dikonfirmasi. "Maaf pak, kalau konfirmasi sama pak Kepsek aja. Saya hanya guru di sini. Tadi saya nampak pak Kepsek lagi keluar," kata salah satu guru yang ada di sekolah.

Dhuaini Fista saat mengajar 5 Anak SD di Kampungnya.

Dhuaini Fista, yang tinggal di Dusun VI, Desa Sei Alim Hasak, Kecamatan Sei Dadap, Kabupaten Asahan juga merasa miris melihat kondisi anak-anak di desanya yang mengalami hal serupa. Ia pun berinisiatif memberikan pelajaran khusunya kepada 5 anak yang saat ini duduk di kelas 1 dan 2 SD.

Setiap hari Dhuaini memberikan les pelajaran kepada anak-anak tersebut dengan durasi 2 jam lamanya. Ia juga menyediakan fasilitas untuk belajar anak-anak tersebut. Dengan dukungan kedua orangtuanya, anak dari pasangan Tedi Rohadi dan Sarmini, juga menyediakan ruangan serta papan tulis serta meja belajar.

Dhuaini mengaku sengaja membuat khursus kepada anak yang duduk di bangku SD karena merasa prihatin terhadap minimnya belajar dan mengajar di sekolah saat masa pandemi Covid19.

"Kasian aja om sama adik-adik ini. Mereka masuk sekolah hanya seminggu sekali, itupun hanya mendapatkan tugas rumah dari guru," jelas Dhuaini.

Dhuaini merasa kasian sebab ia pun turut merasakan minimnya belajar dan mengajar di sekolah. Maka dari itu Dhuaini berinisiatif berbagi ilmu kepada anak-anak tersebut dengan ikhlas. "Kalau tidak dibuat les khusus, bagaimana nanti nasib adik-adik ini kedepan? Kasihankan, pastinya sangat lambat pengetahuan mereka nantinya," tuturnya.

Dhuani mengaku senang dan ikhlas bisa memberikan les pelajaran kepada anak-anak ini. Walaupun Dhuaini harus memikirkan pendidikannya yang saat ini masih terkendala karena Covid-19, Ia tetap optimis badai pasti berlalu.

"Mau 'cemana lagi lah om'. Ini sudah menjadi keputusan pemerintah, kita harus turuti. Gara-gara corona pendidikan kami terancam," keluhnya.

Untuk biaya les tersebut, Dhuaini tidak begitu menghiraukan faktor besaran nilai uang. "Kalau uang kursus ada om, tapi saya tak mematok harga. Seikhlasnya saja dari orang tua mereka. Itu pun uangnya untuk keperluan mereka juga seperti beli alat tulis dan lainnya," terang Dhuaini.

Di tempat yang sama, salah satu peserta les mengaku senang dengan cara Dhuaini mengajar. Sebab, anak-anak tersebut mengaku tidak tertekan oleh pelajaran yang diberikan oleh Dhuaini. "Kak Dhuaini baik om, gak suka marah. Udah gitu pinter pula bisa ngajarin kami," kata Gadis Agustina salah satu murid Dhuaini Fista.

Iuaran Rp.500 Per Orang Agar Bisa Belajar Daring

Keenam pelajar SD saat melakukan kegiatan belajar 'Daring'

Berbagai cara pelajar melakukan upaya pendidikan dimasa pandemi Covid-19. Ada yang les dengan menggunakan jasa guru, adapula yang belajar daring di rumah masing-masing. Namun ada juga yang belajar daring bersama teman.

Seperti Dede Irfansyah, Adi Jonata Prizi, Ferdi Ramadhan, Hidayah Putra Saufi, M. Ridho dan M. Irfansyah yang juga warga Dusun VI, Desa Sei Alim Hasak, Kecamatan Sei Dadap, Kabupaten Asahan. Anak-anak ini merupakan pelajar yang saat ini duduk di kelas 6 SD.

Keenam pelajar tersebut terpaksa harus iuran Rp.500 per orang untuk membeli paket Wi-fi selama 3 jam demi menggali ilmu melalui belajar daring. Tampak 1 handphone android berada dihadapan mereka untuk diikuti keterangan pembelajaran.

Diantara keenam siswa ini hanya satu orang yang memiliki handphone android dengan mencari tempat yang berdekatan tiang wi-fi milik warga sekitar.

Dijelaskan oleh salah satu diantara mereka bernama Dede Irfansyah bahwa tidak ada cara lain untuk bisa belajar selain belajar daring secara bersama. Sebab, keterbatasan ekonomi orang tua mereka menghalangi untuk belajar dengan cara les. "Setiap hari kami belajar di sini om, pakai wi-fi bayar tiga ribu selama tiga jam. Kami iuaran lima ratus per orang. Mau les gak ada gurunya, kalaupun ada bayarnya pasti mahal," jelas Dede Irfansyah.

Seperti Dhuaini Fista, keenam anak ini juga berharap agar bisa belajar normal di sekolah.

"Ya pingin lah belajar di sekolah kayak biasanya om, lebih jelas bisa diterangkan guru. Gak kayak sekarang, masuk sekolah hanya seminggu sekali Uda gitu belajarnya pakai hp kurang jelas," keluh Anak-anak tersebut.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/