Home  /  Berita  /  GoNews Group
Kisah Pilu Pelatih Angkat Besi

Mimpi Sori Enda Nasution Terganjal Kembalikan Kejayaan Angkat Besi Sumut

Mimpi Sori Enda Nasution Terganjal Kembalikan Kejayaan Angkat Besi Sumut
Sori Enda Nasution (baju merah) saat melatih lifter Sumut untuk ke PON di Gedung Angkat Besi Sunggal,Medan, Sumut.
Minggu, 19 Juli 2020 17:25 WIB
Penulis: Azhari Nasution
JAKARTA -  Ternyata cabang olahraga angkat besi sudah sejak lama menjadi andalan Indonesia pada Olimpiade. Nama lifter Asber Nasution asal Tebing Tinggi, Sumatera Utara pernah masuk dalam skuad Kontingen Indonesia pada Olimpiade Roma 1960.

Jejak Asber Nasution diikuti Charlie Depthios yang tampil di Olimpiade Muenchen 1972. Meski tidak membawa pulang medali, Charlie Depthios mampu membuat kebanggaan Indonesia dengan memecahkan rekor dunia untuk jenis angkatan Clean and Jerk dari 132kg menjadi 132,5kg. 

Yang lebih membanggakan lagi Charlie Depthios yang beralih menjadi pelatih  mampu melahirkan Warino Lestanto. Lifter asal Wonogiri, Jawa Tengah yang meraih medali emas SEA Games Singapura 1983 ini mampu meneruskan tongkat estafet dengan tampil pada Olimpiade Montreal, Kanada 1976.    

Pada Olimpiade Los Angeles, Amerika Serikat 1984, generasi Asber Nasution muncul yakni Sori Enda Nasution. Keponakan Asber Nasution ini mampu menembus peringkat empat pesta akbar olahraga empat tahunan dunia tersebut.  Bahkan, nama Sori Enda semakin mengkilap tatkala sukses  menjadikan anaknya Sandow Weldemar Nasution sebagai lifter nasional. 

Sandow Weldemar Nasution bukan hanya meraih perak pada Kejuaraan Angkat Besi Asia 2007 dan penyumbang tiga medali emas SEA Games tetapi mampu mengikuti jejak sang ayah dengan memperkuat Kontingen Indonesia pada Olimpiade Beijing, China 2008    

Ya, loyalitas Sori Enda memang tidak perlu diragukan. Setelah tidak menjabat sebagai pelatih nasional, dia kembali ke kampung halamannya Tebing Tinggi, Sumatera Utara (Sumut) pada tahun 2018.  Dia  ingin mengembalikan kejayaan olahraga angkat besi Sumut. Apalagi, Tebing Tinggi itu memiliki gedung PABBSI di atas tanah seluas 4.000 meter yang didirikan mantan Gubernur Sumut, Almarhum Raja Inal Siregar sebagai penghargaan atas prestasi yang diukir Asber Nasution.   

"Saya masih teringat pesan pak Almarhum Raja Inal Siregar saat membangun gedung PABBSI. Beliau berharap dari gedung itu  lahir Asber Nasution I dan II. Terus terang, Asber Nasution itu adalah adik bapak. Dan, saya termasuk yang dilatihnya menjadi lifter nasional. Makanya, saya kembali ke Tebing Tinggi untuk meneruskan perjuangannya dalam mencetak lifter berkualitas yang bukan hanya membanggakan Sumatera Utara tetapi juga nama bangsa dan negara di tingkat dunia," kata Sori Enda Nasution saat dihubungi melalui telepon selular, Minggu (19/7/2020).

Gedung PABBSI Tebing Tinggi

Sori Enda yang akrab dipanggil Ucok datang ke Tebing Tinggi atas biaya sendiri. Kemudian, dia sempat bertemu Walikota Tebing Tinggi, Umar Zunaidi Hasibuan dan diminta untuk membangun cabang olahraga angkat besi Tebing Tinggi. 

"Saya  itu tidak berbicara masalah gaji karena datang ke Tebing Tinggi dengan niat ingin membangun angkat besi di tempat kelahiran. Dan, saya juga sempat diminta pak Walikota untuk tidak pergi kemana-mana dan fokus membangun prestasi lifter angkat besi Tebing Tinggi agar bisa meraih prestasi di ajang nasional dan internasional," katanya.

Dari hasil kerja kerasnya, Ucok mampu meloloskan empat lifter Sumut meraih tiket ke Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua 2021. Yakni, Yolanda (kelas 49 putri putri), Bambang Wijaya (kelas 73kg putra), Dimas Setya Dharma (kelas 109kg putra), dan Rasis Azazi (kelas +109kg putra). Bambang Wijaya dan Dimas Setya merupakan lifter asal Koeta Oesank Waeghtlifting Club Tebing Tinggi. 

"Ini pertama kali lifter asal Sumut lolos setelah 45 tahun tidak pernah tampil pada PON.  Makanya, pak Walikota meminta Pelatda Angkat Besi PON Papua 2021 dilaksanakan di Gedung PABBSI Tebing Tinggi," ungkapnya.  

Perjuangan Ucok membangun prestasi angkat besi di Sumut mengalami rintangan. Keinginannya menjadikan Tebing Tinggi sebagai Centra pembinaan angkat besi Sumut seperti Sasana Pringsewu Lampung yang dibangun Imron Rosadi terganjal. Program pembinaan angkat besi dengan mendirikan sub centra di beberapa daerah di Sumut yang disusunnya tidak bisa berjalan. Padahal, Wakil Ketua Umum PB PABBSI, Joko Pramono sudah berjanji mengupayakan bantuan peralatan pada Centra maupun sub centra. 

"Pak Joko Pramono itu mau mengusahakan bantuan peralatan dari PB PABBSI karena melihat keseriusan saya membangun angkat besi di Sumut. Sayangnya, bantuan peralatan senilai Rp1 miliar itu tidak bisa terealisasi karena Ketua Pengprov PABBSI Sumut, Husni tidak mau menandatangani kesepakatan sampai batas waktu yang diberikan. Jadi, program pembangunan sub centra pembinaan yang bertujuan agar bisa menggelar sirkuit angkat besi berantakan," jelasnya.        

Meski demikian, Ucok berusaha tetap meminta bantuan peralatan angkat besi untuk Tebing Tinggi sehingga anak asuhnya bisa berlatih dengan fasilitas yang cukup. Permintaan itu pun dipenuhi PB PABBSI.    

"Ya, PB PABBSI memang memberikan bantuan peralatan untuk 7 daerah pada saat Pra PON Angkat Besi di Bandung tahun 2019. Tetapi, Pengprov PABBSI Sumut tidak menandatangani kesepakatan hingga batas waktu yang diberikan sehingga dibatalkan. Terakhir, PB PABBSI memang memberikan bantuan kepada Pengcab PABBSI Tebing Tinggi," kata Joko Pramono yang dihubungi secara terpisah.  

Kini, keinginan Ucok mencetak pengganti Asber Nasution boleh dibilang hanya sebatas mimpi. Apalagi, Pelatda Angkat Besi Sumut sudah dipindah dari Tebing Tinggi ke Sunggal Medan hanya persoalan sepele. "Anak-anak itu sebenarnya lebih senang latihan di Tebing Tinggi. Kepindahan ini terjadi hanya karena persoalan sepele karena ada pengurus KONI Tebing Tinggi  tidak senang dengan pemilik Koeta Oesank Waeghtlifting Club, Kota Tebingtinggi, Chaidir Chandra yang sangat perhatian terhadap angkat besi," ujarnya. 

"Saya yakin pak Walikota mendapat informasi yang salah. Apalagi, saya tidak diberikan kesempatan menjelaskan duduk persoalan sebenarnya. Eh... tau-tau kita sudah disuruh KONI Sumut langsung pindah ke Medan," sambungnya. 

Secara terus terang, Ucok mengungkapkan perasaan simpati terhadap Chaidir Chandra yang juga mantan Ketua Harian KONI Tebing Tinggi dalam memperhatikan kebutuhan dan kenyamanan lifter dalam menjalankan program latihan. Namun, Chaidir Chandra yang juga mantan Ketua Pengcab PABBSI Tebing Tinggi ini mengurusi masalah pendidikan lifter.   

"Saya baru pertama kali bertemu dengan sosok seperti pak Chaidir Chandra yang begitu perhatian terhadap atlet. Bukan hanya mendorong Disorda Tebing Tinggi untuk menbangun mess lifter dengan fasilitas AC, tetapi dia juga mengurus pendidikan mereka. Yang lebih mengagetkan lagi, pak Chaidir itu mau mengantar lifter yang sakit ke dokter walaupun malam hari," kata Ucok sembari menyebut tak jarang Chaidir mengeluarkan uang saku dari kocek sendiri untuk biaya rekreasi anak-anak saat jenuh latihan.

 

Mess Atlet Gedung PABBSI Tebing Tinggi

Pikirkan Produksi Barbel 

Merasa satu visi dalam pembinaan prestasi angkat besi, Ucck dan Chaidir Chandra pun sudah merancang produksi barbel lokal dengan menggandeng anak perusahaan PTPN, Industri Kart Nasional (IKN). Tujuannya,  untuk menekan harga barbel. 

"Selama ini kan kita kesulitan memenuhi kebutuhan barbel yang harganya satu set mencapai ratusan juta tetapi jika bisa diproduksi di dalam negeri harganya hanya berkisar Rp30 juta. Dan, saya yakin kualitasnya tidak jauh berbeda dengan buatan luar negeri," ujarnya.

Apa yang dipikirkan keduanya tampaknya harus diwujudkan. Apalagi, angkat besi yang merupakan cabang olahraga Olimpiade selalu menjadi andalan Indonesia dalam setiap penyelenggaraan multi event. 

"Sejarah sudah membuktikan bahwa lifter Sumut, Asber Nasution mampu menembus level Olimpiade. Jadi, kita ingin mengembalikan kejayaan Sumut sebagai salah satu daerah pencetak lifter-lifter andalan Indonesia ke depan. Makanya, saya berjuang agar fasilitas Gedung PABBSI ini bisa dipergunakan sesuai dengan tujuan almarhum Raja Inal Siregar," timpal Chaidir Chandra merasa kehilangan tatkala pelatda angkat besi PON  di Tebing Tinggi dipindahkan ke Sunggal Medan. 

"Dan, kami memang sudah membicarakan masalah produksi barbel dengan IKN yang mendapat dukungan. Apalagi, kebutuhan barbel yang hanya bisa bertahan dua tahun itu cukup banyak dengan munculnya sub centra di Sumut maupun daerah lain," tambahnya. 

Miris memang. cabang angkat besi yang rutin menyumbangkan medali pada lima Olimpiade itu tidak mendapat perhatian. Harusnya, Indonesia itu sudah punya kantung-kantung pembinaan angkat besi di berbagai daerah sehingga cabang angkat besi bisa tetap memepertahankan tradisi menyumbang medali pada setiap pelaksanaan Olimpiade. 

Tak ada salahnya jika Menpora Zainudin Amali yang menyebut cabang angkat besi sebagai cabang olahraga prioritas memberikan perhatian terhadap Gedung PABBSI yang didirikan Almarhum Raja Inal Siregar agar bisa melahirkan Asber Nasution lain. Apalagi, Kemenpora sudah punya rencana membangun tempat Trainning Camp angkat besi di Cibubur Jakarta Timur dan Hambalang, Jawa Barat. Jangan sampai fungsinya lari dari cita-cita Almarhum Raja Inal Siregar. ***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/