Home  /  Berita  /  Politik

Fadli Zon Tagih Janji Erick Tohir Bersih-bersih dan Pulihkan Nama Baik BUMN

Fadli Zon Tagih Janji Erick Tohir Bersih-bersih dan Pulihkan Nama Baik BUMN
Ketua BKSAP DPR RI Graksi Gerindra Fadli Zon. (Istimewa)
Rabu, 15 Juli 2020 12:30 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Ketua BKSAP DPR RI Graksi Gerindra Fadli Zon menagih janji Erick Thohir yang akan melakukan bersih-bersih di Kementerianya, yang diungkapkan saat Ia dilantik menjadi menteri tahun lalu.

Saat itu kata Fadli Zon, Erick Thohir sebagai orang swasta, berjanji akan bekerja keras memulihkan nama baik BUMN. Ketika Desember 2019 ia memberhentikan seluruh direksi PT Garuda Indonesia, banyak orang memuji sebagai bentuk tindakan bersih-bersih.

"Pujian itu ternyata terlalu dini diberikan. Sebab, memecat direksi yang tertangkap basah melakukan tindak pidana sebenarnya bukanlah sebuah keputusan istimewa. Ada orang terbukti melanggar hukum, lalu ditindak. Apa istimewanya?," ujar Fadli Zon, Rabu (15/7/2020).

Fadli Zon menilai, komitmen Menteri BUMN untuk melakukan tindakan bersih-bersih ternyata sangat lemah, bahkan cenderung mengarah pada hal sebaliknya. Menteri BUMN kata Dia, membuat preseden buruk dengan mengangkat tokoh partai politik sebagai komisaris BUMN. "Seburuk-buruknya pengelolaan BUMN di masa lalu, keputusan ini belum pernah terjadi sebelumnya," urainya.

Pengangkatan tokoh parpol sebagai komisaris perusahaan negara kata Politisi Gerindra ini, jelas bertentangan dengan UU No. 19/2003 tentang BUMN, terutama Pasal 33 huruf (b) jo Pasal 45 Peraturan Pemerintah (PP) No. 45/2005 yang melarang anggota komisaris BUMN merangkap jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan. Penunjukkan itu juga melanggar Peraturan Menteri BUMN No. Per-02/Mbu/02/2015 yang menyatakan komisaris BUMN bukanlah pengurus partai politik.

Namun, sejak dilantik jadi menteri pada Oktober 2019, hingga saat ini, Erick Thohir setidaknya telah mengangkat 9 0rang tokoh parpol sebagai komisaris BUMN, mulai dari Pertamina, Bank Mandiri, BRI, Pelindo I, Hutama Karya, Telkom, hingga PLN. Ada sejumlah parpol yang sejauh ini mendapat jatah kursi komisaris BUMN. "Ini adalah preseden buruk dalam pengelolaan BUMN," tandasnya.

Menteri BUMN saat ini menurutnya telah mengabaikan azas kompetensi dan prinsip pembagian kekuasaan dengan memasukkan unsur-unsur aktif TNI, Polri, Badan Intelijen Negara, Kejaksaan, Kehakiman, serta BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) sebagai komisaris BUMN. "Penunjukkan semacam ini menurut saya telah mengacaukan sistem, baik sistem meritokrasi di dalam perusahaan negara, maupun mengacaukan sistem tata negara modern yang seharusnya disiplin dengan pembagian kekuasaan," tegasnya.

Berdasrkan data Ombudsman RI, saat ini ada 27 orang komisaris BUMN yang berasal dari TNI aktif, 13 orang dari Polri, 12 orang dari Kejaksaan, 10 orang dari BIN, dan 6 orang dari BPK. "Apa relevansinya tentara, polisi, jaksa, dan hakim yang masih aktif berdinas dijadikan komisaris BUMN?," tanya Fadli.

Penunjukkan itu kata Fadli, juga melanggar undang-undang. UU No. 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia Pasal 47 ayat (1) dengan jelas yang menyatakan bahwa tentara hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Sedangkan, menurut temuan Ombudsman, mayoritas TNI yang menjabat komisaris BUMN status kedinasannya masih aktif. Hal serupa juga berlaku bagi anggota polisi, sebagaimana diatur oleh UU No. 2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

"Menariknya, hampir semua aparat penegak hukum tadi dijadikan komisaris di perusahaan-perusahaan migas dan tambang, seperti Pertamina, Bukit Asam, atau Aneka Tambang," jelasnya.

Fadli juga menyoroti terjadinya rangkap jabatan komisaris BUMN secara massif dan kolosal. Akhir bulan lalu Ombudsman merilis temuan soal 397 kasus rangkap jabatan yang terjadi di kursi komisaris BUMN, serta 167 kasus rangkap jabatan yang terjadi di anak perusahaan BUMN.

Dari angka tersebut, kata Dia, 254 di antaranya merangkap jabatan di kementerian, 112 orang merangkap jabatan di lembaga non-kementerian, dan 31 orang merangkap jabatan sebagai akademisi. Menurut catatan Ombudsman, ada lima kementerian yang pegawainya mendominasi rangkap jabatan komisaris BUMN, yaitu Kementerian BUMN (55), Kementerian Keuangan (42), Kementerian Pekerjaan Umum/Perumahan Rakyat (17), Kementerian Perhubungan (17), Kementerian Sekretariat Negara (16), dan Kementerian Koordinator (13).

"Menanggapi temuan Ombudsman tersebut, saya baca Menteri BUMN hanya berkilah semua itu sudah lama terjadi. Pernyataan semacam itu tentu saja sangat mengecewakan. Apalagi bagi orang yang pernah berjanji hendak melakukan bersih-bersih BUMN," sesalnya.

Menteri BUMN kata Fadli lagi, seharusnya mengetahui jika rangkap jabatan semacam itu melanggar banyak sekali prinsip manajemen dan etika perusahaan, mulai dari soal konflik kepentingan, penghasilan ganda, masalah kompetensi, jual beli pengaruh, transparansi, serta akuntabilitas. "Selain itu, rangkap jabatan semacam itu juga melanggar banyak sekali undang-undang dan peraturan yang berlaku," pungkasnya.

Dari catatan Fadli Zon, setidaknya ada 7 undang-undang serta 2 peraturan pemerintah yang telah ditabrak oleh Menteri BUMN, yaitu:

1. UU No. 19/2003 tentang BUMN, terutama Pasal 33 huruf (b) yang melarang anggota komisaris BUMN merangkap jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan.

2. UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik, terutama Pasal 17 yang melarang pelaksana pelayanan publik merangkap jabatan sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha. Larangan ini berlaku bagi pelaksana pelayanan publik yang berasal dari instansi pemerintah, BUMN, dan BUMD.

3. UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), terutama Pasal 5 ayat (2) huruf (h) yang dengan jelas menyatakan ASN wajib menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melaksanakan tugasnya.

4. UU No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan, terutama Pasal 42 dan 43, di mana para pejabat yang terlibat dalam konflik kepentingan dilarang terlibat dalam proses pengambilan keputusan.

5. UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, terutama Pasal 5 poin (6) tentang larangan rangkap penghasilan. Adanya gaji dobel berpotensi melanggar UU ini.

6. UU No. 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, terutama Pasal 47 ayat (1) yang melarang tentara aktif menduduki jabatan-jabatan sipil.

7. UU No. 2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, terutama Pasal 28 ayat (3) yang menegaskan anggota kepolisian hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinasnya.

8. PP No. 45/2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara, terutama Pasal 54 yang melarang terjadinya rangkap jabatan.

9. PP No. 54/2017 tentang BUMD, terutama Pasal 48 Ayat 1 yang mengatur bahwa komisaris atau dewan pengawas dilarang memangku jabatan lebih dari dua, baik di BUMN maupun di BUMD.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/