Home  /  Berita  /  Pemerintahan

Berangkatkan 43 Ribu PMI, BP2MI Masih Koordinasi dengan Kemenaker dan Gugus Tugas Covid-19

Berangkatkan 43 Ribu PMI, BP2MI Masih Koordinasi dengan Kemenaker dan Gugus Tugas Covid-19
Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Ramdani. (Istimewa)
Selasa, 07 Juli 2020 19:14 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Para calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) juga terdampak Covid-19. Mereka belum bisa berangkat karena banyak negara yang masih menolak pekerja asing.

Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Ramdani mengaku bakal memberangkatkan 43 ribu calon PMI ke negara penempatan dalam waktu dekat ini. Saat ini, dirinya bersama Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dan Gugus Tugas Covid-19 tengah mengatur pedoman protokol kesehatan. 

"Kami punya 43 ribu lebih calon PMI yang akan diberangkatkan ke Hongkong, Korea Selatan, Taiwan, dan Jepang. Semangat untuk penempatan sudah ketemu dengan Menaker," kata Benny Rhamdani, kepada GoNews.co, Selasa (7/7/2020) di Jakarta.

Namun, menurut manatan Anggota DPD RI ini, harus ada dua syarat yang harus disepakati oleh pemerintah Indonesia dengan sejumlah negara penempatan. Pertama, negara penempatan tidak lagi memberlakukan lockdown. "Dan yang kedua, negara tersebut menerima pekerja asing ke negaranya," katanya.

Dalam pedoman protokol kesehatan itu kata Benny, nantinya akan mengatur sejumlah syarat bagi calon PMI sebelum ditempatkan di negara penempatan. Jangan sampai, mereka justru membawa virus Covid-19.

"Misalnya bagaimana mereka berangkat dari rumah dan masuk ke BLKLN-BLKLN untuk mengikuti orientasi persiapan pemberangkatan (OPP), setelah itu bagaimana mereka berangkat ke bandara. Ini pentinh dilakukan," katanya.

Dia juga memastikan bahwa akan ada pemeriksaan kesehatan kepada para pekerja migran sebelum ditempatkan di luar negeri. Menurutnya, tes swab terhadap pekerja migran itu harus dilakukan untuk menjaga hubungan diplomasi antar negara. Kedua negara bisa rusak bila ada pekerja migran yang membawa virus Covid-19. "Kami sudah koordinasi dengan Gugus Tugas Covid-19. Semua pekerja migran yang akan ditempatkan ke luar negeri harus diperiksa kesehatannya. Mereka harus bebas dari virus," katanya.

Dalam kesempatan itu, Benny juga menyinggung soal keberhasilan pemerintah membebaskan PMI asal Majalengka, Etty Toyyib Anwar dari hukuman mati di Arab Saudi. Menurut Benny, bebasnya Eti adalah bukti dari kerja keras dan kerja kolaboratif antara pemerintah dan Ormas Islam Nahdlatul Ulama (NU). "Beliau pulang dari hasil semangat gotong-royong," tandasnya.

Kisah Eti menurut Benny cukup menyakitkan dan menyedihkan, dimana Eti hanya bekerja 1,5 tahun tapi hidup di penjara selama 18 tahun. Untuk itulah kata Benny, bebasnya Eti adalah bukti hadirnya negara untuk membantu PMI dan WNI yang bermasalah di luar negeri.

"Ini bukti kerja luar bisa, disinilah kekompakan dan solidaritas sosial itu menjadi penting. Saya sangat berterimakasih khususya kepada warga NU yang bersedia mengumpulkan sumbangan begitu besar auntuk membebaskan ibu Eti ini," tukasnya.

Ia juga berharap, apa yang dilakukan PBNU dan PKB, bisa menajdi inspirasi bagi ormas, LSM dan kelompok keagamaan. "Kedua, tentu bebasnya Ibu Eti ini tak lepas juga dari keberhasilan diplomasi politik yang dilakukan Kemenlu dengan Pemerintahan Malaysia. Kerja keras pemerintah harus kita apresiasi," tandasnya.

Dan yang ketiga kata Dia, BP2MI dan Kemenaker bersama Pimpinan MPR RI, menjemput langsung Eti Toyyib Anwar sebagai bukti negara benar-benar hadir. "Selain BP2MI dan Menaker Ida Fauziyah, tadi juga hadir dari Komisi IX DPR RI dan pak Wakil Ketua MPR Pak Jazilul Fawaid, ini bukti kerja kolaboraktif, kekompakan instrumen Kenegaraan. Saat ini kita tidak boleh bicara ego sektoral, kita harus bicara merah putih, NKRI dan Indonesia," tandasnya.

"Mudah-mudahan kasus Ibu Eti ini jadi kasus yang terakhir. Meskipun Ibu Eti tadi cerita, masih ada banyak WNI kita yang bermasalah di luar negeri. Mudah-mudahan kita dengan semangat kerja kolaboratif bisa kembali membebaskan para PMI dari masalah-masalah yang sedang dihadapi," pungkasnya.

Untuk diketahui, Eti Toyib Anwar divonis hukuman mati qishash berdasarkan Putusan Pengadilan Umum Thaif No. 75/17/8 tanggal 22/04/1424H (23/06/2003M) yang telah disahkan oleh Mahkamah Banding dengan nomor 307/Kho/2/1 tanggal 17/07/1428 dan telah disetujui oleh Mahkamah Agung dengan No: 1938/4 tanggal 2/12/1429 H karena membunuh majikannya warga negara Arab Saudi, Faisal bin Said Abdullah Al Ghamdi dengan cara diberi racun.

Tiga bulan setelah Faisal Bin Said Abdullah Al Ghamdi meninggal dunia, seorang WNI bernama EMA atau Aminah (pekerja rumah tangga di rumah sang majikan) memberikan keterangan bahwa Eti Toyib telah membunuh majikan dengan cara meracun.

Pembicaraan tersebut direkam oleh seorang keluarga majikan. Rekaman tersebut diperdengarkan oleh penyidik saat menginterogasi Eti Toyib Anwar pada tanggal 16/1/2002 malam silam, yang mengakibatkan adanya pengakuan Eti Toyib bahwa yang bersangkutan telah membunuh majikan.

Dalam proses pembebasannya, Pemerintah Indonesia dengan dukungan berbagai pihak akhirnya membebaskan Eti dari hukuman mati dengan patungan membayar uang denda sebesar Rp 15,2 miliar. Kasus Eti terjadi sejak 2001 dan ia pun sudah menjalani masa penahanan selama 19 tahun.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/