Home  /  Berita  /  Politik

Usai Marah dan Usir Bos Inalum Saat Rapat, Ujungnya Anggota DPR Minta Dana CSR

Usai Marah dan Usir Bos Inalum Saat Rapat, Ujungnya Anggota DPR Minta Dana CSR
Rapat Inalum dan DPR. (Istimewa)
Kamis, 02 Juli 2020 19:45 WIB
JAKARTA - Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VII DPR RI bersama Holding Pertambangan BUMN pada Selasa (30/6) LALU sempat diwarnai ketegangan.

Adalah anggota Komisi VII DPR RI dari Partai Demokrat, Muhammad Nasir dan Direktur Utama MIND ID, Orias Petrus Moedak yang terlibat dalam perdebatan sengit tersebut. Sampai-sampai Muhammad Nasir mengusir Orias Petrus Moedak keluar dari ruang rapat. Tak hanya itu, bahkan Muhammad Nasir menyebut tak mau lagi rapat dengan Orias.

Perdebatan sengit antara keduanya bermula ketika Orias tengah memaparkan kinerja holding pertambangan BUMN di hadapan pimpinan dan anggota Komisi VII DPR RI. Saat Orias sedang menjelaskan, Nasir menginterupsinya. Padahal, Orias sedang menjelaskan langkah menerbitkan Global Bond untuk refinancing utang membayar Freeport merupakan salah satu mitigasi di tengah pandemi Covid-19.

"Untuk utang jatuh tempo jika kita tidak melakukan apa-apa, maka tahun depan kami akan kesulitan mencari pendanaan untuk membayar sebesar 1 miliar dolar ini. Maka, perlu kita ambil langkah strategis sehingga kami bayar setengah kemudian memperpanjang tenor jatuh tempo," ujar Orias.

Namun, Nasir menilai upaya holding pertambangan mengakuisisi Freeport dengan skema utang merupakan langkah yang tidak baik. Nasir lalu mencecar Orias mengenai kapan holding BUMN tambang itu bisa melunasi utang tersebut. Menurutnya, tenor utang Inalum selama 30 tahun terlalu panjang. Sebab, bisa merugikan perusahaan-perusahaan yang berada di bawahnya.

"Jadi sampai 30 tahun kalau perusahaan lancar baru selesai? kalau kita mati tak selesai nih barang nanti, ganti dirut lain, lain-lagi polanya," kata Nasir dengan nada tinggi.

Menurut Nasir, langkah utang untuk menutup utang sama saja dengan menggadaikan aset-aset negara. "Coba jelasin ini apa manfaatnya? Kok kita jadi pusing. Masa kita suruh bayar lagi? Apa-apaan. Jadi yang logikalah, jangan kita gadaikan semua ini," ujar Nasir.

Orias menjelaskan, instrumen obligasi bukanlah utang dengan ikatan aset kolateral sebagai jaminan. Praktik penerbitan utang seperti ini, lanjutnya, adalah hal wajar dilakukan oleh korporasi di mana pun.

Namun, Muhammad Nasir terus bertanya terkait kemampuan MIND ID membayar utang. Dia juga mempertanyakan cara dan mekanisme penerbitan utang obligasi yang tak menggunakan kolateral. Karena tak puas dengan jawaban Orias, Nasir pun sempat menggebrak meja dan menyuruh Orias meninggalkan ruang rapat. "Itu yang kami khawatirkan. Makanya, kita minta data detailnya. Kalau bapak sekali lagi gini, saya suruh bapak keluar dari rapat," kata Nasir.

"Kalau bapak suruh saya keluar, ya saya keluar," jawab Orias.

"Iya, bapak bagus keluar, karena enggak ada gunanya bapak rapat di sini. DPR ini bukan buat main-main. Anda bukan main-main di sini," suara Nasir semakin meninggi.

"Saya enggak main-main," jawab Orias.

"Jadi, anda kalau rapat, harus lengkap bahannya. Enak betul anda di sini! Siapa yang naruh Anda di sini? Percuma naruh orang kayak gini. Ngerti? Kurang ajar Anda!” tegas Nasir.

"Saya diundang, saya datang," ujar Orias.

"Kurang ajar Anda di sini. Kalau Anda enggak senang, Anda keluar! Kau pikir punya Saudara kau ini semua?" imbuhnya.

Wakil Ketua Komisi VII Alex Noerdin pun sempat menengahi perdebatan tersebut kemudian menskors rapat untuk istirahat sekaligus shalat Ashar. Setelah itu, semua peserta rapat kembali lagi ke ruang rapat. Sayang, Muhammad Nasir hanya kembali sebentar, kemudian meninggalkan ruang rapat setelah rapat dimulai kembali sekitar 15 menit.

Alex pun kemudian membuka kembali rapat dan melanjutkan pembahasan rapat dengan realisasi CSR yang dialokasikan para perusahaan pelat merah ini selama Covid-19. Padahal, sebelumnya Holding Tambang sedang menjelaskan satu persatu persoalan produksi dan dampak pandemi terhadap penerimaan negara.

Saat pemaparan realisasi CSR PT Bukit Asam dan PT Timah, Alex menyela pembicaraan. Ia mengatakan, pemberian CSR mestinya melibatkan anggota dewan. "Bapak ingat enggak, siapa yang membantu proyek di Sumatra Selatan tersebut?" tanya Alex.

Dirut PT Bukit Asam, Arviyan Arifin, kemudian menjawabnya. "Kalau tidak salah namanya Pak Alex Noerdin pak," kata Arviyan. "Nah, saya mati-matian waktu itu bantu, masa penyerahan CSR gak melibatkan kami. Paling tidak kami dikasih ruang untuk ikut serta menyerahkan bantuan tersebut ke masyarakat," ujar Alex.

Tak hanya Alex, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Fraksi Gerindra Ramson Siagian juga angkat bicara saat membahas mengenai CSR. Ia mengatakan, ke depan mestinya apabila hendak melakukan kegiatan CSR perlu menyertakan Anggota DPR.

"Ya ke depannya, untuk pembagian CSR yang di luar apa yang sudah dilakukan ini bisa berkoordinasi dengan Sekretariat Komisi VII untuk bisa CSR ini disalurkan ke dapil-dapil anggota komisi VII," ucap Ramson.

Saat dikonfirmasi terkait permintaan CSR, Ramson mengatakan, hal tersebut hanyalah sebagai usulan. Maksudnya, kata Ramson, jika pertambangan BUMN menyerahkan CSR di daerah-daerah, dan di daerah itu merupakan daerah pemilihan anggota DPR dari Komisi VII agar diikutsertakan saat serah terima.

Menurutnya, hal tersebut sebagai upaya fungsi pengawasan, sekaligus kepedulian terhadap rakyat di Dapil tersebut. "Artinya bersama-sama saat serah terima ke rakyat, itu saja," kata Ramson seperti dilansir GoNews.co dari Kompas TV pada Rabu, (1/7/2020).

Sementara itu, Dirut PT Inalum, Orias Petrus Moedak, saat dikonfirmasi soal adanya permintaan CSR dari anggota DPR hanya menjawab singkat. "Lihat rekaman jalannya rapat aja," ujar Orias melalui pesan singkat.***

Editor:Muslikhin Effendy
Sumber:Kompastv
Kategori:Peristiwa, Pemerintahan, Politik
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77