Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Jordi, Elkan dan Yance Absen di Laga Lawan Vietnam
Olahraga
23 jam yang lalu
Jordi, Elkan dan Yance Absen di Laga Lawan Vietnam
2
Indonesia Jadi Tuan Rumah Asia Road Race Championship 2025
Olahraga
23 jam yang lalu
Indonesia Jadi Tuan Rumah Asia Road Race Championship 2025
3
Hadiah Ramadan Milo Untuk Suporter Persis Solo
Olahraga
24 jam yang lalu
Hadiah Ramadan Milo Untuk Suporter Persis Solo
4
PERBASI Gelar Seleknas untuk Bentuk Timnas Basket 5on5 Putri U-18 di Bali
Olahraga
23 jam yang lalu
PERBASI Gelar Seleknas untuk Bentuk Timnas Basket 5on5 Putri U-18 di Bali
5
Usher Menikah Diam-diam, Kejutkan Keluarga dan Fans
Umum
22 jam yang lalu
Usher Menikah Diam-diam, Kejutkan Keluarga dan Fans
6
Lala Widy Laris, Sebulan Penuh Main di Pesbukers Ramadan
Umum
21 jam yang lalu
Lala Widy Laris, Sebulan Penuh Main di Pesbukers Ramadan
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Rencana New Normal, F-PKS DPR: Pemerintah Terburu-buru

Rencana New Normal, F-PKS DPR: Pemerintah Terburu-buru
Rabu, 27 Mei 2020 16:29 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Pemerintah berencana menjalankan kebijakan New Normal dalam mengantisipasi resesi ekonomi di tengah pandemi Covid-19.

Rencananya, pemerintah akan melakukan lima tahapan dalam kebijakan tersebut, yakni mulai dari dibukanya sektor bisnis dan industri, pasar dan mal, sekolah dan tempat kebudayaan, restoran dan tempat ibadah, hingga beroperasinya seluruh kegiatan ekonomi secara normal.

Angota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani menilai, kebijakan tersebut terburu-buru di saat masih tingginya kasus Covid-19 terburu-buru. "Kebijakan New Normal ini harus ditolak karena sangat terburu-buru dan mengkhawatirkan, kasus covid-19 di negara kita juga masih tinggi dan belum ada tanda-tanda penurunan yang signifikan. Data per 26 Mei 2020 saja ada 415 kasus baru dengan total 23.165 pasien positif di seluruh Indonesia," kata Netty, Rabu (27/05/2020).

Kebijakan New Normal yang disampaikan WHO itu kata Dia, tidak boleh diambil begitu saja oleh Pemerintah. Karena WHO kata Dia, juga memberikan penekanan bahwa New Normal itu hanya berlaku bagi negara yang sudah berhasil melawan Covid-19, seperti China, Vietnam, Jerman, Taiwan, dan negara lainnya.

"Sementara di negara kita masih jauh dari kata berhasil, kenapa justru mau segera menerapkan new normal," ujarnya.

Selama ini kata Dia, penanganan Covid-19 yang dilakukan pemerintah sangat berantakan, baik dari segi pencegahan maupun pengendalian. "Apalagi penanganan yang dilakukan pemerintah selama ini terlihat tidak maksimal dan berantakan, yang membuat rakyat bingung dengan cara pemerintah mengelola pemerintahan" kata Netty.

"Seperti misalnya kemampuan tes Corona kita yang rendah, kita juga belum melewati titik puncak pandemi Covid-19, tapi pemerintah mau melakukan new normal kan ini tidak masuk akal, yang ada justru akan memicu gelombang kedua COVID-19 alias membuat kasus positif virus Corona melonjak" tandasnya.

Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemarin sudah meninjau langsung penerapan New Normal di sarana transportasi umum di Stasiun MRT Bundaran HI. Meskipun pemerintah telah meninjau beberapa lokasi, tetapi menurut Nety tidaklah cukup.

"Apa pemerintah bisa memastikan bahwa berbagai tempat publik seperti sekolah, perkantoran, pelabuhan, bandara, tempat ibadah dan lain-lain sudah bisa menerapkan protokol pencegahan Covid-19 secara ketat? Kalau tidak ada jaminan, jangan buru-buru menerapkan new normal," tandasnya.

Terkait panduan kerja New Normal yang dikeluarkan Kemenkes, Netty menyebut panduan itu hanya mengurangi risiko terpapar tetapi tidak menjamin tidak adanya penularan. "Apa yang dikeluarkan oleh Kemenkes itu hanya mengurangi risiko tapi tidak menjamin tidak adanya penyebaran virus, karena ada orang yang tanpa gejala (OTG) yang bisa menularkan virus di mana-mana, " terangnya.

"Terkait aturan shift 3 bagi pekerja di bawah usia 50 tahun Ia anggap juga tidak tepat, karena berdasarkan data dari Gugus Tugas pasien positif Covid-19 di bawah usia 50 tahun itu mencapai 47 persen. "Dimana letak amannya?," tanya Netty.

Kemenkes menurut dia lagi, juga harus memastikan adanya perubahan dalam semua pelayanan kesehatan dan bukan hanya untuk kasus Covid-19 saja. "Karena ini sangat penting, mengingat selain Covid-19 juga masih banyak penyakit-penyakit lainnya yang menghantui kita seperti TBC dan DBD. Di daerah-daerah terpencil juga masih banyak yang kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan yang maksimal, ini harus menjadi catatan pemerintah," pungkasnya.***

wwwwww