Home  /  Berita  /  Kesehatan

Sebut Suaminya di Riau, Ibu di Bukittinggi Ditolak Rumah Sakit untuk Melahirkan, Padahal Sudah Pecah Ketuban

Sebut Suaminya di Riau, Ibu di Bukittinggi Ditolak Rumah Sakit untuk Melahirkan, Padahal Sudah Pecah Ketuban
Setelah ditolak rumah sakit, Sri Mahayu akhirnya melahirkan di bidan praktek swasta. (sindonews.com)
Senin, 04 Mei 2020 10:51 WIB
BUKITTINGGI - Sri Mahayu (33), warga Mandiangin, Koto Selayan, Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, ditolak pihak rumah sakit (RS) di Bukittinggi, saat ingin mendapatkan pelayanan untuk melahirkan, Sabtu (2/5/2020).

Dikutip dari sindonews.com, pada Sabtu dinihari, Sri mengalami pecah ketuban sebagai tanda-tanda akan segera melahirkan. Kemudian Sri dibawa keluarganya ke salah satu rumah sakit di Bukittinggi. Saat tiba di instalasi gawat darurat (IGD), Sri menjalani sejumlah prosedur untuk mencegah penyebaran virus corona.

Ema Malini, adik Sri mengungkapkan proses awalnya berjalan lancar. Namun tiba-tiba kakaknya batal mendapat pelayanan. Diduga hal itu karena saat ditanya tentang suaminya, Sri menyebutkan bahwa suaminya, Rinaldi (47), bekerja di Kota Duri, Riau.

Sri tidak jadi dilayani dan disuruh ke rumah sakit lain dengan alasan karena kontak dengan orang dari daerah terjangkit Covid-19.

''Jam setengah tiga subuh keluar tanda, terus jam setengah sembilan pecah ketuban langsung inisiatif ke rumah sakit, ada sekitar satu jam menunggu, lalu ditanya di mana suaminya,'' ujarnya.

Setelah dijawab bekerja di Duri dan dijelaskan pulang terakhir pada 15 Maret 2020 lalu, paramedis ragu dan menyuruh tunggu dokter, karena mereka yang memutuskan.

''Lalu perawat keluar dan mengatakan tidak bisa diproses dan disuruh pergi ke Rumah Sakit Achmad Mochtar atau Yarsi. Selanjutnya kami pergi, tapi tidak mau ke RS Achmad Mochtar atau Yarsi karena takutnya nanti banyak prosedur, akan lama baru dilayani, sedangkan ketuban sudah pecah,'' kata Ema.

Akhirnya, Sri dan Ema pergi ke bidan praktek swasta di pinggir kota. Beberapa jam setelah sampai di bidan, Sabtu (2/5/2020) siang, Sri melahirkan bayi dengan berat 3,3 kg dan panjang 48 cm.

Wali Kota Bukittinggi Ramlan mengatakan, akan menelusuri kasus tersebut dan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan.

Sebelumnya Juga Ditolak

Sebelumnya, pada Rabu, 29 April 2020 lalu, seorang ibu hamil warga Tarok Dipo, Kota Bukittinggi juga ditolak melahirkan oleh rumah sakit dan sejumlah klinik.

Setelah kejadian itu, Ikatan Bidan Indonesia (IBI) cabang Bukittinggi meminta maaf. Ketua IBI Bukittinggi, Paulina menjelaskan, bahwa saat kejadian sebagian besar sarana pelayanan kesehatan di Bukittingi memang sedang waspada pandemi Covid-19. Selain itu para bidan kekurangan alat pelindung diri (APD).

''Saya menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat atas kesimpangsiuran berita pelayanan kebidanan oleh bidan praktek mandiri dan bidan di rumah sakit. Sama sekali tidak ada penolakan dari bidan, kemudian pasien menuju ke Puskesmas Rasimah Ahmad, karena pandemi Covid-19 Puskemas hanya pagi hari untuk memutus mata rantai penularan Covid-19. Menyikapi pandemi Covid-19 dengan menggunakan APD level 2 saat melayani ibu melahirkan dan ibu hamil, IBI dan BKKBN akan memberikan bantuan APD kepada bidan praktek mandiri di Bukittinggi dalam waktu dekat ini,'' katanya.

Paulina meminta ibu hamil di masa pandemi Covid-19 tetap mengikuti prosedur pelayanan rumah sakit. Ibu hamil diminta melahirkan di RS yang dianjurkan karena memiliki peralatan medis yang lengkap dan APD yang memadai. ***

Editor:hasan b
Sumber:sindonesia.com
Kategori:Peristiwa, Kesehatan
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/