Home  /  Berita  /  Pariaman

Ini Klarifikasi RSUP M Djamil Padang Terkait Dugaan Penelantaran Bayi Hingga Meninggal

Ini Klarifikasi RSUP M Djamil Padang Terkait Dugaan Penelantaran Bayi Hingga Meninggal
Direktur Utama RSUP M Djamil Padang Yusirwan Yusuf. (Laila Syafarud/Antara)
Senin, 04 Mei 2020 19:15 WIB
PADANG - Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) M. Djamil Padang mengklarifikasi terkait meninggalnya bayi asal daerah Kota Pariaman, Sumatera Barat, berinisial IS yang diduga ditelantarkan oleh tenaga medis rumah sakit tersebut, Rabu (29/4/2020).

''Pertama-tama atas nama pimpinan rumah sakit kami mengucapkan duka atas meninggalnya bayi is, semoga arwahnya diterima di sisi Allah Swt.," kata Direktur Utama RSUP M. Djamil Padang Yusirwan Yusuf di Padang, Senin (4/5/2020).

Yusirwan Yusuf mengemukakan hal itu ketika merespons beredarnya postingan di media sosial terkait dengan penyebaran video pada hari Jumat (1/5) pukul 11.32 WIB yang kemudian membagikannya ke ratusan akun FB lainnya.

''Dari penelusuran kami, video direkam pada 29 April 2020. Untuk itu kami perlu mengklarifikasi tulisan yang beredar dan menjelaskan kronologis terhadap kejadian tersebut,'' katanya.

Terkait dengan pengiriman pasien dari RS Aisyiah Pariaman ke RSUP M. Djamil Padang tidak sesuai dengan prosedur melalui Sisrute, dia mengatakan bahwa berdasarkan kesepakatan rumah sakit di Sumbar, merujuk pasien dari RS ke RSUP M Djamil harus melalui Sisrute yang sebelumnya memperlihatkan foto rontgen dan hasil laboratorium.

''Jika pasien sudah dinyatakan teridentifikasi dan diduga PDP, pasien baru boleh dikirim ke RSUP M Djamil dan dapat menyiapkan penerimaan pasien di rumah sakit ini,'' katanya menerangkan.

Sebelumnya, kata dia, terdapat seorang pasien bayi perempuan berusia 1 bulan yang merupakan rujukan dari RS Aisyiyah Pariaman dengan ambulans dan perawat diagnosis Respiratory Syndrom ec.Bronkopneumonia, tanpa mengirimkan Sisrute.

''Pasien datang dengan oksigen nasal 2L/menit, kemudian diterima oleh dokter jaga IGD,'' katanya menjelaskan.

Sebelumnya, kata dia, Sisrute telah dikirim oleh RS Aisyiyah pada pukul 13.34 WIB. Akan tetapi, data yang diperoleh tidak lengkap sehingga pihaknya meminta RS Aisyiyah Pariaman untuk mengirimkan data lengkap tentang anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium darah, dan rontgen thorax.

''Namun, RS Aisyiyah tidak mengirimkan Sisrute dan langsung mengirim pasien tanpa mengonfirmasi ke RSUP M. Djamil Padang,'' katanya.

Ia menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap pasien di atas ambulans dengan APD Lv 2. Kondisi pasien saat itu dalam keadaan sadar, sesak napas, dan terpasang infus. Laju napas sebanyak 50x/menit, terlihat retraksi epigastrium. Pada saat diperiksa dalam ambulans, bayi digendong ayahnya.

Setelah melakukan pemeriksaan, dr. Wildan menemui dr. Linda untuk memberitahukan kondisi pasien yang berada di ambulans.

''Dokter Triase menyatakan pasien PDP,'' katanya menambahkan.

Salah seorang dokter menginformasikan kepada DPJP COVID-19 anak bahwa ada pasien bayi perempuan usia 1 bulan rujukan RS Aisyiyah dengan Respiratory Syndrom ec. Bronkopneumonia.

Data laboratorium darah dan rontgen thorax belum dilakukan dari RS rujukan. Pasien direncanakan skrining COVID-19 di Triase Isolasi COVID-19 paru. Pasien diantar ke Isolasi COVID-19 paru dengan ambulans RS Aisyiyah setelah melakukan registrasi di IGD.

Selanjutnya, dr. Linda menginformasikan kepada dr. Lander sebagai residen anak yang bertugas di Isolasi COVID-19 paru bahwa terdapat pasien bayi perempuan usia 1 bulan akan dilakukan skrining, dr. Lander sudah di ruang bangsal COVID-19 untuk mempersiapkan APD, ruangan, dan pengambilan darah pasien.

Akan tetapi, menurut dia, keluarga malah menolak melakukan pemeriksaan di Triase Isolasi COVID-19 paru dengan alasan pasien bukan penderita COVID-19. Petugas ketua tim (Katim) lantas memberikan edukasi tentang alur penerimaan pasien dengan sesak dan tindakan selama skrining. Namun, keluarga tetap menolak.

Setelah itu, ibu pasien keluar RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan menggunakan ambulans RS Aisyiyah serta membawa rekam medis pasien.

"Tim medis RSUP M. Djamil Padang menginformasikan bahwa pasien sudah kabur dengan ambulans," katanya.

Sekitar pukul 16.20 WIB perawat isolasi COVID-19 paru menyebutkan ada pasien bayi perempuan usia 1 bulan berada di Triase. Seorang tim medis lantas masuk untuk memeriksa pasien dan pengambilan sampel darah. Ketika diperiksa, pasien sudah alami penurunan kesadaran (E3M3V2).

"Setelah dilakukan pemeriksaan berikutnya, tampak napas pasien megap-megap, pasien sudah tidak responsif terhadap rangsangan, tiba-tiba terjadi APNU, tidak teraba denyut nadi karotis pasien, dan dilakukan resutasi," katanya.

Setelah dilakukan kompresi dada tanpa VTP, pasien tetap tidak merespons. Kendati demikian, tetap dilakukan resusitasi, pernapasan pasien spontan, nadi tidak teraba, pupil mata sudah dilatasi 4mm/4mm, tidak ada respons cahaya, dan pasien dinyatakan meninggal dunia.

''Dokter pun menyampaikan bahwa pasien telah meninggal dunia dan penyelenggaraan mayatnya sesuai dengan standar COVID-19. Keluarga lantas marah-marah. Keluarga juga menolak untuk dilakukan swap," katanya.

Pihak keluarga pasien memaksa membawa keluar ruangan isolasi. Di depan IGD, keluarga pasien marah-marah seperti video yang beredar. Selanjutnya, jenazah dibawa paksa oleh pihak keluarga.

"Untuk itu, Direktur Utama RSUP M. Djamil Padang beserta jajaran memintakan maaf kepada seluruh pihak, terutama kepada keluarga pasien By Ridha Afrila Dina Putri yang tidak puas atas kondisi yang terjadi," ucapnya.

Menurut dia, sebetulnya terdapat beberapa permasalahan, terutama soal lemahnya sistem rujukan dari rumah sakit jejaring dengan rumah sakit rujukan. Dalam hal ini RSUP M. Djamil Padang.

“Selama ini kami sudah menyepakati, mekanisme rujukan pasien ke rumah sakit ini, aturan itu sudah disepakati terkait dengan pasien COVID-19, baik itu yang berstatus ODP, PDP, maupun kondisi lainnya, mesti disertakan data pendahulu sebelum pasien dirujuk," katanya menjelaskan.

Ia menyebutkan adanya beberapa syarat yang mesti dikirimkan. Dalam hal ini RS jejaring harus mempersiapkannya.

Jika hal itu tidak terpenuhi dan pasien sudah di rumah sakit rujukan, lanjut dia, tentunya ada serangkaian pemeriksaan dan dapat menetapkan status pasien.

Dalam hal kejadian yang membuat viral tersebut, nyatanya data Sistem Rujukan Terintegrasi (Sisrute) tidak lengkap sehingga pasien sekan terabaikan karena menunggu ditetapkan status pasien. Di samping itu, juga terjadi miskomunikasi pihak keluarga dengan petugas rumah sakit.

“Hal ini yang terjadi, apalagi ini diperparah dengan kondisi keluarga yang tidak mau dilakukan swap terhadap pasien. Berdasarkan hasil pemeriksaan pasien, ditetapkan PDP COVID-19," katanya.

Meski demikian, dokter spesialis bedah anak itu menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengupayakan perbaikan internal sehingga sejumlah kasus dan response time terhadap pasien menjadi lebih cepat di samping memperkuat kembali komunikasi dengan rumah sakit jejaring.

“Kamiberharap response time menjadi lebih baik,” katanya.

Ia melanjutkan, "Kami meminta maaf atas peristiwa yang membuat tidak nyaman seluruh pihak." ***

Editor:Hermanto Ansam
Sumber:Antara
Kategori:Peristiwa, Sumatera Barat, Padang, Pariaman
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/