Home  /  Berita  /  Politik

PSBB Tak Efektif, Pengamat: Harus Pertegas Sanksi, Kuatkan Peran RT

PSBB Tak Efektif, Pengamat: Harus Pertegas Sanksi, Kuatkan Peran RT
Ilustrasi warga Jakarta saat berbelanja di pasar Tardisional. (Istimewa)
Senin, 27 April 2020 17:45 WIB
JAKARTA - Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahardiansyah setuju dengan ide pertegas sanksi bagi pelanggar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Terlebih, PSBB selama ini kurang berjalan efektif.

"Iya saya setuju itu (sanksi tegas), karena memang PSBB sendiri jalan memang tidak efektif. Jadi misalnya Bogor itu kan, banyak aturan-aturan yang tumpang tindih. Contoh misalnya di Bogor itu aturan mengenai semacam Alfamart, minimart gitu, itu kan dia tutupnya dibuatkan surat edarannya," kata Trubus saat dihubungi merdeka.com, Senin (27/4).

Sebelumnya, Bupati Bogor Ade Yasin curhat aturan PSBB yang tak sejalan antara pemerintah pusat dan daerah. Di Bogor melarang toko ritel buka lebih dari Pukul 18.00 WIB. Tapi Kemendag mengizinkan hingga Pukul 22.00 WIB.

"Bupati Bogor itu kan sore pokoknya sebelum jam 6 sore, tapi kemudian dia punya izin sendiri dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian itu bisa jam 22.00 WIB. Nah ini menandakan bahwa ujungnya Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan, artinya mempunyai izin yang telah ditetapkan oleh Bupati Bogor, jadi itu contoh," sambungnya.

Pola PSBB Diubah

Tak hanya setuju dengan adanya sanksi tegas, ia juga ingin agar pola yang diterapkan untuk melaksanakan PSBB itu diubah.

"Kalau perlu itu polanya diubah. Jadi polanya itu misalnya untuk daerah yang merah itu, jadi karantina wilayah tapi terbatas. Misalnya tingkat RT/RW yang ditengarai banyak ini, itu kan yang merah banyak ODP itu dikarantina saja itu, supaya dia enggak keluar-keluar, itu masalahnya," ujarnya.

Selain itu, dalam menerapkan PSBB selama bulan suci Ramadhan ini, dia mengusulkan, adanya peran lebih dari RT atau RW setempat untuk masyarakat yang membeli takjil atau makanan dan minuman untuk berbuka puasa.

"Kalau yang mau membeli menurut saya pesan sama pedagang, terus diantar ke sini atau kepada RT/RW. Jadi yang membeli itu cukup membayar saja, biar diambil sama RT langsung. Jadi si pembeli ini menghubungi dulu, saling menghubungi penjualnya kemudian dari melalui RT/RW saja. Jadi itu biar enggak berkerumun. Selama ini masih banyak berkerumun di pinggir jalan, di daerah saya juga masih banyak yang berkerumun," jelasnya.

Jadi, para pembeli takjil ini hanya cukup melakukan pembayaran saja. Nanti, takjilnya itu dibelikan dan diantarkan oleh pihak RT/RW setempat.

"Iya, membayar saja nanti diserahkan kepada ini. Tapi percaya itu, namanya untuk bantuan kan. Ada kemungkinan penyimpangan juga kecil ya. Kalau bohong ya urusan Allah. Tapi kalau sekarang berkerumun yang kurang efektif, banyak tuh. Di daerah saya mulai jam 4 sore (berkerumun)," ucapnya.

Protokol Kesehatan

Selain itu, untuk menghindari adanya kerumunan juga. Pemerintah diminta untuk menyediakan satu tempat khusus untuk para pedangan takjil selama bulan suci Ramadhan. Namun, ditempat itu juga harus adanya petugas keamanan yang mengawasinya.

"Kalau (pengamanan) itu perlu, menurut saya yang kedua begini. Jadi takjil itu diperbolehkan, pemerintah itu menyediakan tempat gitu. Ada tempat beberapa, tapi jaraknya itu ya diatur dan diawasi oleh petugas pengamanan yang tunggu di situ. Tapi jaraknya dibuat sedemikian rupa (terapkan Physical Distancing) pokoknya namanya protokol kesehatan," ungkapnya.

"Jadi menurut saya ditempatkan di satu tempat, tempat itu si penjual itu dibuatkan cara-caranya. Nah si pembeli, bukan pembeli langsung tapi lewat itu (RT/RW) kalau lewat diri sendiri nanti berkerumun lagi," sambungnya.

Dengan adanya cara tersebut, dapat mengurangi adanya penyebaran virus corona yang kini masih melanda Indonesia.

"Minimal dengan cara itu bisa mengurangi penyebaran Covid-19. Bukan melarang orang beli, kita kan bukan melarang dan mempersulit orang beli bukan. Tapi intinya memutus mata rantai itu, saya kira masyarakat memahami. Pembeli maupun penjual mengerti kok. Tapi memang tempatnya itu khusus diawasi aparat," jelasnya.

Lalu, untuk masyarakat yang ingin melakukan sedekah, Lebih baik menghubungi RT/RW satu wilayah, hal itu agar apa yang mereka bagikan atau sedekahkan itu tepat pada sasarannya.

"Menurut saya takjil itu didistribusikan oleh RT/RW saja, jadi jangan langsung dari orangnya biar enggak berkerumun. Jadi polanya memang harus dari RT/RW saja yang berikan, langsung door to door jangan di tempat umum dan jangan di tempat publik," jelasnya.

"Jadi misalnya orang memberikan itu hubungi RT/RW setempat, terus minta datanya. Terus dia yang ingin memberikan takjil mampu berapa, oh kemampuan saya cuma 50, jadi tinggal bilang sama RT setempat. Jadi nanti dicari sama RT dengan jumlah segitu yang prioritas terhadap orang-orang yang membutuhkan. Jadi caranya seperti itu, tapi kan tidak menimbulkan kerumunan. Paling tidak Physical Distancing berjalan. Selama ini Physical Distancing tidak berjalan, memang di kampung-kampung itu tidak berjalan," tutupnya.***

 

Editor:Muslikhin Effendy
Sumber:Merdeka.com
Kategori:Peristiwa, Umum, Pemerintahan, Politik
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/