Home  /  Berita  /  GoNews Group

Masa Rehabilitasi Habis, Tunanetra Wyata Guna Butuh Panti

Masa Rehabilitasi Habis, Tunanetra Wyata Guna Butuh Panti
Foto: cnnindonesia.com
Kamis, 16 Januari 2020 14:10 WIB
JAKARTA - Puluhan penyandang disabilitas tunanetra yang juga mantan penerima manfaat Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Wyata Guna, memilih tetap bertahan di depan kantor balai tepatnya trotoar Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Rabu (15/1/2020) malam.

Mereka sudah berada di sana bahkan sejak malam hari sebelumnya. Aksi itu dilakukan setelah mereka diminta tak tinggal lagi di dalam kompleks Wyata Guna karena telah dialihkan fungsi oleh Kementerian Sosial dari panti menjadi balai.

Juru bicara Forum Akademisi Luar Biasa yang juga eks penerima manfaat Balai Rehabilitasi Wyata Guna Elda Fahmi mengatakan, mereka memang ditawarkan sejumlah opsi dari Kantor Biro Hukum Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

"Kami sudah beraudiensi dengan biro hukum Pemprov Jabar. Memang sempat muncul solusi dipindahkan ke rumah singgah milik Dinas Sosial di Cibabat, lalu tawaran menginap selama tiga hari di Hotel Imperium yang disewakan oleh mereka. Lalu tadi ada satu opsi dari pihal SLB Wyata Guna yang menawarkan kelas dan teras sekolah untuk tempat tidur sementara," kata Elda ditemui di Jalan Pajajaran, Rabu (15/1/2020) malam.

"(Sementara) ke Imperium bukan solusi untuk kita. Karena ini untuk nasib kita bukan ditentukan dalam tiga hari. Kita menginginkan panti, jadi opsi ini kemungkinan kita tolak juga," ujarnya.

Sedangkan tawaran tidur di ruang kelas SLB Wyata Guna tidak diambil lantaran dikhawatirkan mengganggu kegiatan belajar mengajar esok harinya. Selain ingin Wyata Guna dikembalikan jadi panti, pihaknya meminta agar pemerintah mencabut Peraturan Menteri Sosial (Permensos) 18 Tahun 2018.

"Jadi, kami ingin menegaskan bahwa kegiatan kami (aksi protes) sebagai wujud ekspresi kesedihan akan tindakan Kementerian Sosial akibat berubahnya fungsi Wyata Guna dari panti menjadi balai," ujar Elda.

Elda mengatakan saat ini penyandang disabilitas netra yang bertahan melakukan aksi protes berjumlah 32 orang.

"Ada 8 perempuan dan 24 laki-laki. Satu orang tadi mengalami sakit demam dan sudah mendapatkan perawatan dari dinkes," ucapnya di depan tenda darurat berwarna oranye di depan balai tersebut semalam.

Aksi para penyandang disabilitas itu pun menuai solidaritas dari berbagai pihak. Ada yang terlihat memberikan bantuan logistik berupa makanan dan minuman serta obat-obatan.

Secara terpisah, Kepala Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Wyata Guna Bandung Sudarsono membantah pihaknya mengusir serta menelantarkan puluhan penyandang disabilitas tunanetra.

Dia mengatakan, Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Wyata Guna berubah menjadi Balai Rehabilitasi itu berdasarkan Permensos 18/2018 sejak Januari 2019.

Perubahan itu dilakukan demi memberi kesempatan bagi penyandang disabilitas netra mendapat fasilitas layanan yang ada.

Pasalnya, disebutkan selama ini ada sejumlah siswa yang sudah tinggal cukup lama dan masih menikmati layanan yang ada.

"Maka perubahan panti menjadi balai ada konsekuensi perubahan mekanisme layanan dan prosedur yang harus kami jalankan. Dari konteks layanan kami sudah sosialisasikan itu selama enam bulan, sesuai peraturan," katanya.

Sudarsono juga mengatakan perubahan fungsi itu pun sudah disosialisasikan. Walhasil, dia mengatakan tudingan pengusiran adalah kesalahpahaman.

"Kami sudah melakukan sosialisasi termasuk memanggil pihak keluarga untuk menyampaikan aturan baru tersebut. Jadi tidak benar kalau kami mengusir mereka," ujarnya.

Seiring perubahan status fungsi panti tersebut, Sudarsono mengatakan, ada mekanisme layanan dan prosedur yang harus dijalankan pihak balai. Salah satu perubahan yaitu soal durasi penampungan para penyandang disabilitas netra dari 2-3 tahun, menjadi lebih singkat yaitu enam bulan.

"Untuk di lapangan, tugas pokok kami adalah kegiatan rehabilitasi sosial di mana di dalamnya ada pelatihan vokasi atau keterampilan," jelasnya.

Adapun aturan terkait penghentian layanan yang dilakukan pihak Balai Rehabilitasi Wyata Guna mengacu pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Aturan ini pun memuat tentang rehabilitasi dan proses terminasi atau sebuah pengakhiran layanan.

"Ibarat orang kuliah ya wisuda, berarti sudah lulus. Kalau kami itu istilahnya terminasi, pengakhiran," ucapnya.

Sudarsono juga menerangkan, pada 2019 ada 175 penyandang disabilitas netra yang mengikuti program rehabilitasi di balai. Anggaran dari pemerintah pusat pun telah dialokasikan untuk fasilitas dan vokasi sekitar 130 orang. Sedangkan 45 orang lainnya menyusul untuk mendapat fasilitas dengan penggunaan anggaran tahun 2020.

"Dengan anggaran yang ada dan perubahan dari panti menjadi balai maka Wyata Guna tidak bisa memberikan fasilitas serupa seperti tahun sebelumnya. Dengan demikian mereka yang sudah dianggap lulus dari Wyata Guna harus menanggalkan fasilitas yang selama ini dipakai. Tapi mereka minta semua untuk dilayani padahal anggarannya kan hanya untuk 45 orang saja," ujarnya.

Selain itu, Sudarsono menjelaskan jika sosialisasi terkait perubahan panti menjadi balai dilakukan terhadap keluarga para penyandang. Namun, dari sosialisasi tersebut ada sebagian keluarga yang masih tidak bisa menerima perubahan Wyata Guna. Pasalnya, mereka hanya tahu bahwa pelayanan yang diberikan berdurasi enam bulan saja.

"Sehingga kami pun turun dan melakukan sosialisasi sampai ke rumah. Dan di ujung semester 2019, kami menyampaikan memakai surat resmi bahwa kami harus menterminasi," tuturnya.

Setelah pemberitahuan itu, sebagian penyandang disabilitas tunanetra akhirnya pulang dan tidak menetap di Wyata Guna. Namun, puluhan orang masih saja tetap tinggal dan meminta fasilitas dari Wyata Guna. Di sisi lain, Sudarsono mengaku pihaknya berkewajiban untuk merekrut penyandang disabilitas netra baru untuk dilatih vokasi agar memiliki keterampilan.

"Kalau untuk pendidikan, kami tidak pernah menghalangi. Tapi sayangnya ada yang sudah tidak kuliah dan hanya menumpang tidur di sini," ucapnya.

Senada, Menteri Sosial Juliari Batubara tidak melakukan pengusiran secara fisik kepada para tunanetra yang telah tinggal selama rentang waktu tujuh hingga 17 tahun di Wyata Guna.

"Bukan soal pengusiran. (Mereka) sudah habis masa rehabilitasinya," kata Mensos saat mengunjungi Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Handayani, Jakarta, Rabu, seperti dilansir Antara.

Ia mengatakan seharusnya mereka selanjutnya akan dipindahkan ke Panti Asuhan di Kota Cimahi dengan koordinasi Pemprov Jawa Barat. Namun, sebutnya, para tunanetra tersebut menolak untuk dipindahkan dan juga berdiskusi.

"Yang mau di trotoar itu mereka sendiri. Kita sudah minta mereka agar masuk ke dalam untuk diskusi. Tapi mereka nolak," kata Juliar.

Mensos mengatakan pemindahan tersebut harus dilakukan untuk memberi kesempatan kepada penyandang disabilitas lain agar mendapatkan pelayanan yang sama di balai rehabilitasi tersebut.

"Makanya kita minta ke Pemerintah Daerah, saya telepon ke gubernurnya. Gubernur bilang tetap akan dilakukan proses pemindahan itu dengan persuasif," tandas Juliari.***

Editor:Muhammad Dzulfiqar
Sumber:cnnindonesia.com
Kategori:GoNews Group, Umum, Peristiwa
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/