Home  /  Berita  /  GoNews Group

Istrinya Tewas di Wamena, Saeful Daeng Sempat Sembunyikan Istri di Kandang Babi

Istrinya Tewas di Wamena, Saeful Daeng Sempat Sembunyikan Istri di Kandang Babi
Saeful Daeng Gading saat memakamkan jenazah sang isteri. (istimewa)
Minggu, 29 September 2019 13:59 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Saeful Daeng Gading, salahsatu korban kerusuhan di Wamena Papua, harus menerima kenyataan pahit. Sang isteri tercinta ditemukan tewas dengan luka bacok di kepala.

Padahal, saat ricuh pecah, ia sempat menyembunyikan sang isteri di kandang babi.

Ketika itu ia bersama istrinya, almarhumah Krisdayanti yang tinggal dalam sebuah rumah kontrakan, hendak kabur dari rumah untuk menghindari amukan massa.

"Saat itu saya lari membawa anak kecil, dan saya sembunyikan istri di sebuah kandang babi, lalu saya lari dan lompat pagar," tuturnya.

Setelah itu, kata dia, massa sudah mengepung. Usai kerusuhan mulai reda, ia pun mencari istrinya. Sayang, tidak ada.

"Setelah tiga hari baru saya temukan istri saya sudah menjadi mayat dan bersimbah darah dengan kepalanya luka parah.," kata  Saiful usai menghadiri pemakaman istrinya, Kamis (26/9/2019) lalu.

Saiful menjadi saksi mata ketika massa membawa senjata tajam. Sedari awal Saiful dan istrinya tahu, bahwa kerusuhan tersebut akan mengancam nyawanya dan keluarganya sebagai seorang pendatang.

"Memang massa saat itu mengincar semua pendatang. Semua orang yang rambut lurus, kulit putih, rumah, motor, mobil, toko, semua disasar oleh massa," tutur Saiful.

Krisdayanti yang menjadi korban kerusuhan di Kota Wamena Papua telah dimakamkan pada pukul 17.00 Wita di tempat pemakaman umum (TPU) di Dusun Kaballokang Desa Bontolanra Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar, tidak jauh dari rumah mereka.

Diberitakan sebelumnya, kerusuhan di Wamena yang menyebabkan 32 orang meninggal pada 23 September lalu diduga dilakukan oleh kelompok terorganisasi.

Dugaan itu merupakan salah satu temuan Komisi Nasional (Komnas HAM) yang selama beberapa hari mengadakan investigasi.

Yang memprihatinkan, salah seorang korban tewas adalah tenaga medis bernama dr Soeko Marsetiyo. Padahal, semestinya tenaga medis harus dilindungi. "Bagi Komnas HAM, ancaman kekerasan terhadap guru maupun tenaga medis adalah ancaman terhadap pekerja kemanusiaan," tegas Kepala Perwakilan Komnas HAM Wilayah Papua Frits Ramandey.

Bahkan, hasil penelusuran Komnas HAM, dr Soeko Marsetiyo merupakan satu-satunya dokter yang sejak awal menawarkan diri untuk bertugas di pedalaman Papua. "Dia telah mengabdikan dirinya kepada masyarakat di Tolikara. Namun justru menjadi korban yang diduga dianiaya secara sadis oleh sekelompok orang," tuturnya.

Dr Soeko meninggal akibat luka bakar yang parah. Menurut beberapa saksi mata, insiden tersebut terjadi saat dr Soeko dalam perjalanan naik mobil di sekitar Pasir Putih (Mumi). Tiba-tiba dia dihadang oleh sekelompok orang. Tanpa rasa kasihan, dokter tersebut disiram bensin, lalu dibakar. Dokter Soeko berusaha menyelamatkan diri dengan melompat ke got. Namun, luka bakar yang diderita dokter lulusan Undip itu terlalu parah.

PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) telah mengeluarkan rilis tentang kasus tersebut. Salah satu isinya, seluruh keluarga besar IDI diminta mengenakan pita hitam yang diikatkan di lengan kanan pada 26-30 September.

"Itu bentuk solidaritas, rasa berkabung, dan duka cita atas wafatnya teman sejawat kami yang meninggal saat menjalankan tugas,’’ ujar Ketua Umum IDI dr Daeng M. Faqih, dikutip dari siaran pers 26 September. ***

Sumber:berbagai sumber
Kategori:GoNews Group, Peristiwa, Hukum, Pemerintahan
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/