Home  /  Berita  /  GoNews Group

DPR Minta Pemerintah Atasi Masalah Sampah dan Limbah di Danau Toba

DPR Minta Pemerintah Atasi Masalah Sampah dan Limbah di Danau Toba
Sabtu, 06 April 2019 23:07 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
SIMALUNGUN - Danau Toba sebagai destinasi wisata internasional yang juga masuk daerah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), saat ini memang menjadi tujuan wisatawan dari dalam dan luar negeri.

Bahkan kawasan Toba juga menjadi salah satu kawasan wisata yang masuk dalam projek kemenpar sebagai destinasi yang masuk 10 Bali Baru.

Namun demikian, keindahan Toba bukan tanpa masalah. Selain kurangnya perhatian pemerintah pusat, permasalahan lainnya adalah soal sampah.

Anggota DPR RI dari fraksi Demokrat Jhoni Allen Marbun menyebutkan, persoalan sampah dan limbah di Danau Toba masih menganggu objek wisata yang masuk rencana induk Kawasan Strategis 2025 itu.

"Saya sering katakan ini masalah sampah dan limbah harus diperhatikan benar," ujarnya saat silaturahmi DPR RI dengan wartawan Koordinatoriat DPR, di Simalungun, Sumatera Utara, Jumat (5/4).

Jhoni pun berharap agar sampah ini tidak merusak ekologi danau yang memiliki kedalaman 505 meter itu. "Padahal kalo dikelola dengan benar sampah ini dapat menghasilkan pendapatan dengan memproduksi pupuk kompos," jelasnya.

Sementara itu, Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI, Anthon Sihombing sepakat dengan usulan Jhoni tersebut. Namun, hal itu kata dia, membutuhkan proses dan kesadaran semua pihak termasuk pemerintah pusat.

"Karena kita berharap pembangunan danau Toba menerapkan ekowisata atau wisata yang berkelanjutan secara pembangunan sosial, ekonomi dan kekayaan lokal. Karena pembaangunan wisata bisa menstimuluskan pembangunan daerah sekitarnya," jelasnya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Sumatera Utara, Binsar Situmorang menyebutkan, memang membutuhkan  waktu lama untuk dapat mengembalikan kualitas air danau Toba setelah tercemari oleh Keramba Jaring Apung (KJA). 

"Kalau untuk menuntaskan masalah pencemaran lingkungan secara cepat atau tuntas itu tidak mungkin karena perlu waktu. Kita lihat hasil penelitian terlebih dahulu, harus butuh waktu sampai 70 tahun ke depan," katanya.

Binsar juga mengatakan, saat ini ada beberapa titik di danau Toba sudah sangat tercemari akibat kerusakan lingkungan yang terjadi. "Haranggaol, Pakat, Tiga Ras dan Salbe. Di sana pencemaran dari mulai dari sedang dan sampai terparah memang ada di sana lah," ujarnya.

Menurut penelitian atau pengawasan yang dilakukan saat ini masyarakat masih terbatas soal pengetahuannya mengenai pencemaran lingkungan yang membuat tidak terkendali.

Pemerintah provinsi melalui DLH saat ini juga tidak bisa membatasi jumlah KJA yang ada di perairan itu, karena kewenangan atau kebijakan berada di Kabupaten.

Binsar Situmorang menyampaikan, pihak Kabupaten harus proaktif lagi untuk rutin memeriksa kondisi air di danau terbesar di Indonesia itu. Hgr2 "Masyarkat itu izinya dari kepala daerah, bukan dari provinsi. Jadi otomatis harus melalui kabupatennya pro aktif turun ke lapangan memberikan penjelasan dan sosialisasi hingga mendeteksi. Bagaimana kualitas air danau Toba itu saat ini dengan banyaknya KJA," ucapnya.

Selanjutnya, Binsar mengatakan, beberapa tempat yang sudah ditetapkan mengalami kerusakan terparah pencemaran lingkungan diketahui juga tidak memiliki izin.

"Ini memerlukan penanganan yang serius, jangan sampai tidak terkendali. Mereka itu juga tidak memiliki izin sebetulnya, tetapi itu pihak kabupaten yang langsung mengetahuinya," ucapnya.***

wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/