Home  /  Berita  /  GoNews Group
Pergerakan Politik Pemilu 2019-The Real Election

Benarkah Polemik OSO Bagian dari Propaganda? Ini Kata Pengamat

Benarkah Polemik OSO Bagian dari Propaganda? Ini Kata Pengamat
Rabu, 27 Februari 2019 14:56 WIB
Penulis: Muhammad Dzulfiqar
JAKARTA - Polemik kasus kepemiluan Ketum Hanura, Oesman Sapta Odang dinilai berpotensi menjadi gangguan serius bagi Pemilu 2019 dan tatanan pemerintahan Republik Indonesia ke depan. Apakah ini bagian dari agenda kelompok Propagandis?

Pengamat politik dari Etos Indonesia Institue (EII), Iskandarsyah mengungkapkan, dirinya belum melihat peran propagandis dalam polemik kepemiluan OSO.

"Cuma analisa-analisa kita di Indonesia ini, setiap kali ada penjegalan-penjegalan pasti ada aktornya,".

Kata Iskandarsyah, terlepas dari ada atau tidak adanya propaganda di balik polemik kepemiluan OSO, KPU memang sepatutnya untuk bertindak cepat karena "Memang, ini nanti akan berimbas besar kepada calon-calon DPD yang lain,".

"Keputusan MA kan sudah inkrah itu, Pak OSO lolos. Tinggal KPU nya aja, berani nggak dia naro di DCT," ujarnya.

Hal itu dikatakan Iskandarsyah melalui pesan singkat kepada GoNews.co, Rabu (27/02/2019). Agar tak terbawa arus isu yang keliru, publik diminta Iskandasyah untuk lebih cermat menilai situasi dengan memperhatikan histori masalah.

"Itu kan sebelumnya ada ketentuan-ketentuan, (saya rasa, red) KPU bukan tidak mau memasukkan Pak OSO ke dalam DCT, makanya KPU juga setahu saya kan sempat kasih opsi," kata Iskandarsyah.

Seperti diketahui, OSO hingga kini belum masuk dalam daftar calon tetap (DCT) pemilihan legislatif (Pileg) yang akan digelar 17 April 2019 mendatang. OSO, tersandung posisi dirinya sebagai Ketua Umum Partai Hanura.

Wakil Ketua DPD Darmayanti Lubis pada Sabtu (26/01/2019) lalu mengungkapkan, sikap KPU yang tak mematuhi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), yakni memasukan nama Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) ke dalam DCT, berpotensi membahayakan seluruh anggota DPD terpilih di Pemilu 2019. Sebanyak 136 anggota terpilih dari 33 Provinsi bakal tidak sah.

Putusan PTUN yang dimaksud, berisi perintah membatalkan PKPU tentang penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD Tahun 2019 tertanggal 20 Sepetember 2018, dan memerintahkan KPU untuk mencabut Keputusannya itu.

PTUN, memerintahkan KPU untuk menerbitkan keputusan tentang Penetapan DCT anggota DPD yang mencantumkan nama Oesman Sapta Odang. Namun, KPU mengabaikannya.

Sehingga 136 caleg DPD yang terpilih pada Pemilu serentak April 2019, dinilai tidak sah sebagai anggota DPD. Parahnya lagi, kata Darmayanti, hal ini bisa berdampak pada keberadaan lembaga DPD, dan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih 2019-2024.

"MPR merupakan unsur DPR dan DPD. Bila DPDnya tidak sah, siapapun Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih akan tertangganggu saat pelantikannya di MPR," jelasnya.

Bahkan menurut Darmayanti apabila pelantikan presiden dan wakilnya terganggu, lndonesia berpotensi terjadi kekosongan kepemimpinan nasional.

"Jadi ini ancaman serius bagi bangsa tercinta kita," tegasnya.

Sementara itu, Menkopolhukam, Wiranto saat ditemui GoNews.co, Rabu (27/02/2019) di JCC, Senayan, masih irit bicara. Ditanya soal bagaimana solusi kasus kepemiluan OSO di tengah kekhawatiran ada potensi gangguan terhadap Pemilu dan Pemerintahan RI nantinya, Wiranto hanya menjawab, "Nggak, nggak, saya pelajari dulu.. Jangan sembarangan ngomong soal itu. Jangan sembarangan ngomong soal itu, ya!".

Berikut adalah rentetan aturan yang terkait dengan polemik kepemiluan OSO:

1) Pada 23 Juli 2018, MK menetapkan putusan nomor 30/PUU-XVI/2018 yang melarang pengurus partai politik mencalonkan diri menjadi anggota DPD per Pemilu 2019.

2) Pada 06 Agustus 2018, KPU menetapkan PKPU 26/2018 tentang Perubahan Kedua atas PKPU 14/2018 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD. PKPU ini berdasar pada putusan MK tersebut.

3) 20 September 2018, KPU menetapkan keputusan KPU Nomor 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 tentang Penetapan DCT Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD 2019. Nama OSO, tidak masuk DCT.

4) OSO menggugat Keputusan KPU soal DCT tersebut ke PTUN dan gugatannya teregister dengan nomor perkara 242/G/SPPU/2018/PTUN.JKT

5) 14 September 2018, PTUN menetapkan putusan yang memenangkan gugatan OSO. "Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya," ucap Hakim Edi Septa Surhaza saat membacakan putusan.

6) 15 September 2018, KPU tengah mengkaji opsi masukkan OSO dalam DCT, tapi jika menang Pileg 2019, OSO mesti mundur dari kepengurusan Hanura.

7) 20 September 2018, OSO gugat PKPU 26/2018 ke MA. Gugatan OSO terdaftar dengan nomor 65/P/HUM/2018.

8) 18 Desember 2018, OSO laporkan KPU ke Bawaslu.

9) 25 Oktober 2018, MA menetapkan putusan bernomor 65/P/HUM/2018 yang mengabulkan gugagatan OSO karena PKPU 26/2018 dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yakni Pasal 5 huruf d dan Pasal 6 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Putusan ini, berkekuatan hukum tetap.

10) 09 Januari 2019, Bawaslu menangkan laporan OSO. Keputusan Bawaslu senada dengan opsi yang tengah dikaji KPU. Namun diperjelas, pengunduran diri OSO dari kepengurusan Hanura selambatnya-lambatnya sehari sebelum penetapan calon terpilih anggota DPD 2019-2024.

11) 16 Januari 2019, OSO laporkan 4 pimpinan KPU ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan tidak melaksanakan putusan PTUN. Pasal yang digunakan, Pasal 421 KUHP juncto Pasal 216 ayat (1). Laporan ini teregister nomor TBL/334/1/2019/PMJ/Dit.Reskrimum.

12) 29 Januari 2019, Arif Budiman dan Pramono Ubaid diperiksa Polda.

13) 15 Februari 2019, Polda diberitakan akan lanjutkan proses terhadap KPU usai Pemilu. Sampai saat ini OSO belum masuk DCT. ***

Editor:Muslikhin Effendy
Kategori:GoNews Group, Peristiwa, Pemerintahan, Politik
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/