Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Hadiah Ramadan Milo Untuk Suporter Persis Solo
Olahraga
18 jam yang lalu
Hadiah Ramadan Milo Untuk Suporter Persis Solo
2
Jordi, Elkan dan Yance Absen di Laga Lawan Vietnam
Olahraga
18 jam yang lalu
Jordi, Elkan dan Yance Absen di Laga Lawan Vietnam
3
Indonesia Jadi Tuan Rumah Asia Road Race Championship 2025
Olahraga
18 jam yang lalu
Indonesia Jadi Tuan Rumah Asia Road Race Championship 2025
4
PSIS Tetap Optimistis Ke Championship Series
Olahraga
19 jam yang lalu
PSIS Tetap Optimistis Ke Championship Series
5
Timnas Indonesia Butuh Dukungan Penuh Suporter
Olahraga
17 jam yang lalu
Timnas Indonesia Butuh Dukungan Penuh Suporter
6
PERBASI Gelar Seleknas untuk Bentuk Timnas Basket 5on5 Putri U-18 di Bali
Olahraga
17 jam yang lalu
PERBASI Gelar Seleknas untuk Bentuk Timnas Basket 5on5 Putri U-18 di Bali
Home  /  Berita  /  Olahraga

Praktisi Hukum dan Pengamat Sepakbola Tak Setuju Edi Rahmayadi Didesak Mundur

Praktisi Hukum dan Pengamat Sepakbola Tak Setuju Edi Rahmayadi Didesak Mundur
Eko Noer Kristiyanto (kiri)
Jum'at, 14 Desember 2018 22:18 WIB
Penulis: Azhari Nasution
JAKARTA - Praktisi hukum sekaligus pengamat sepakbola, Eko Noer Kristiyanto tidak mendukung adanya desakan mundur terhadap Ketua Umum PSSI Edi Rachmayadi dengan alasan tidak mampu menyelesaikan match fixing (pengaturan skor) dalam pertandingan kompetisi sepakbola di Indonesia. Pasalnya, pergantian Edi Rahmayadi tidak bisa dijadikan jaminan sepakbola Indonesia bisa lebih baik ke depan.

"Saya tidak setuju dengan adanya desakan untuk pergantian ketua umum PSSI. Sebaiknya, jangan dicampuradukkan upaya kita memerangi match fixing itu dengan desakan pergantian Edi Rahmayadi," kata Eko Noer dalam Diskusi Terbatas Mendorong Proses Hukum Untuk Pelaku Pengaturan Skor Sepakbola Indonesia di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Jakarta, Jumat, 14 Desember 2018.

Menurut Eko, match fixing dalam pertandingan sepak bola sudah bukan kasus baru di Indonesia. Kasus pengaturan skor pertandingan itu sudah berlangsung sejak tahun 1960-an.
Dia juga memahami bahwa pergantian Ketua Umum PSSI di tengah jalan bisa terjadi jika ada pelanggaran Statuta FIFA. Selain itu tak ada larangan seorang Ketua Umum PSSI merangkap jabatan seperti menjabat Gubernur Sumut.

Makanya, dia mengusulkan untuk membasmi praktek penyuapan dalam pertandingan sepak bola ini tidak bisa dibebankan sepenuhnya kepada PSSI. "Negara harus berperan melalui penegak hukum seperti Kepolisian yang memiliki sumber daya manusia (SDM) dengan tingkat kemampuan untuk melakukan penyidikan dan penyelidikan,” katanya.

Sebagai institusi tertinggi dalam persepakbolaan nasional, katanya, PSSI harus mendorong kepolisian untuk menuntaskan kasus pengaturan skor pertandingan. Dan, PSSI harus memberikan ruang kepada kepolisian jika memang serius membasmi pengaturan skor pertandingan.

”Saya melihat sanksi administratif yang dijatuhkan PSSI tidak cukup belum membuat jera pelakunya. Karena hanya kepolisian yang punya kemampaun untuk melakukan penyidikan dan penyelidikan,” katanya.

Dia juga menyoroti kinerja Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) yang hanya terus menyoroti masalah kompetisi sepakbola padahal banyak cabang olahraga profesiobal lain yang perlu diperhatikan.

"Tadinya, saya diajak menjadi pengurus di BOPI tetapi saya tolak dan saya hanya mau memberikan dukugan dari luar saja. Makanya, saya memverikan masukan agar cabang olahraga profesional lain diperhatikan tidak hanya sepakbola," tandasnya. ***

wwwwww