Home  /  Berita  /  GoNews Group

KPK Diminta Blokir HGB PT Prapat Agung Permai di Atas Tanah Batu Ampar

KPK Diminta Blokir HGB PT Prapat Agung Permai di Atas Tanah Batu Ampar
Koordinator TPDI, Petrus Selestinus. (Istimewa)
Senin, 30 April 2018 14:05 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA- Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) angkat bicara terkait kasus tanah Batu Ampar, Buleleng yang diduga kuat melibatkan Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana, Direktur Utama PT. Prapat Agung Permai, Yoseph Fransiscus Bonang,  dan I Gede Rasuna Nugraha selaku Putra Wakil Bupati Buleleng.

Koordinator TPDI, Petrus Selestinus mengatakan, pihaknya ikut bersuara lantaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima Laporan Masyarakat (LSM-FPMK) Kabupaten Buleleng pada tanggal 16 Februari 2018 atas kasus yang merugikan miliaran rupiah tersebut.

Laporan tersebut terkait dugaan penyalahgunaan lahan milik Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng di atas HPL (Hak Pengelolaan Lahan) No. 1 Tahun 1976, seluas 450.000.000,00 di Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabuparen Buleleng.

"Bahwa atas Laporan Masyarakat atau LSM FPMK tersebut, KPK diyakini saat ini sudah melakukan sejumlah tindakan berupa pengumpulan bahan keterangan menuju ke tahap Penyelidikan dan Penyidikan," ujar Petrus kepada wartawan di Jakarta, Minggu (29/4/2018).

Menurut Petrus, keyakinan masyarakat Buleleng bahwa kasus ini akan berhasil diungkap oleh KPK. Keyakinan yang begitu tinggi tersebut lantaran laporan masyarakat telah didukung dengan bukti-bikti Hak Atas Tanah Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng berupa HPL No. 1 Tahun 1976 yang berpotensi atau diduga sudah disalahgunakan pengelolaannya dan diduga kuat dilakukan oleh Bupati Buleleng dan Kroninya.

"Masyarakat Buleleng berharap agar DPRD Kabupaten Buleleng memantau bahkan secara terus menerus menggunakan segala hak atas Pengawasan DPRD yang melekat dalam jabatan DPRD demi mendukung Laporan Masyarakat tersebut," jelasnya. 

Dikatakan Petrus, terkait Laporan masyarakat terhadap Bupati Buleleng tertanggal 16 Februari 2018 di KPK dimaksud, KPK memiliki kewenangan untuk menertibkan perilaku Penyelenggara Negara (Gubernur, Bupati dan Walikota) yang dilakukan secara melawan hukum dan bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik dan rasa keadilan.

Dalam hal ini kata Petrus menyalahgunakan wewenang dalam Pengelolaan Tanah Negara atau Tanah Milik Pemerintah Daerah atau Tanah Hak Pengelolaan (HPL) yang seharusnya dipergunakan untuk sebesar-sebesanya bagi kepentingan masyarakat tetapi kenyataannya digunakan di luar peruntukannya yaitu kepentingan Property milik perorangan, sehingga tidak sejalan dengan fungsi HPL yang diberikan.

Petrus menegaskan, jika saja bukti-bukti tentang penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan Bupati Buleleng sebagai akibat kebijakan yang menyimpang dari hukum demi menguntungkan pelaku lain dan merugikan pemerintah dan rakyat atau masyarakat setempat, maka  KPK harus segera bertindak. 

"Karena kewenangan KPK itu secara jelas diatur di dalam ketentuan pasal 12 huruf h dan huruf i Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," tegasnya. 

Diketahui, bunyi pasal 12 huruf h dan huruf i dimaksud adalah: Huruf h : dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama  ( dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 ( dua ratus juta rupiah)  dan paling bantal Rp. 1.000.000.000,00 (satu miluar rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan petundanga-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan denfan peraturan perundang-undangan.

Hurif i : pegawai negeri atau penyelengga negara, baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasi.

Dengan demikian Petrus pun sangat mendukung Laporan Masyarakat atau LSM  FPMK Buleleng, karena kebijakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Gubernur, Bupati atau Walikota terkait Tanah Negara atau Tanah Pemda atau Aset Pemda dinamanapun dampaknya luar biasa menyengsarakan masyarakat dan secara permanen hanya menguntungkan Penyelenggara Negara dan Kroninya.

"Kasus Tanah Buleleng menjadi salah satu contoh buruknya kebijakan mengelola aset Pemerintah Daerah," tegasnya.

Karena itu kata Petrus, kasus Tanah Milik Negara yang sudah menjadi aset Pemda dan Masyarakat Kabupaten Buleleng, apalagi yang sudah jelas berada dalam status HPL harus segera diblokir, dicabut segala hak yang sudah sempat diberikan kepada PT. Prapat Agung Permai dan hak-pihak lainnya setidak-tidaknya diberi status quo.

"Karena jika bertele-tele maka potensi terjadinya upaya menghilangkan jejak dan menyamarkan seolah-olah legal secara  post factum bisa terjadi dan merumitkan proses hukum," pungkasnya. ***

wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/