Home  /  Berita  /  GoNews Group

Defisit Neraca Hantui Nilai Tukar Rupiah

Defisit Neraca Hantui Nilai Tukar Rupiah
Senin, 23 April 2018 10:41 WIB
JAKARTA -- Koreksi nilai tukar rupiah belakangan ini diprediksi berefek negatif ke pasar saham domestik. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi melemah dalam jangka pendek.

Pada perdagangan akhir pekan lalu, mengacu data RTI, rupiah sempat berada di posisi terendah, yakni Rp 13.946 per dollar Amerika Serikat. Analis Binaartha Parama Sekuritas Muhammad Nafan Aji mengungkapkan, The Fed kembali membuka wacana untuk mengerek suku bunga acuan secara agresif.

Hal ini memberikan efek hawkish pada dollar AS. "Sementara itu, sentimen positif dari domestik masih minim," kata Nafan.

Dengan sentimen itu, IHSG berpotensi terkoreksi pada perdagangan hari ini, Senin (23/4).

Tapi dalam jangka panjang, menurut Nafan, Bank Indonesia sudah menempuh beberapa hal untuk mempertahankan nilai rupiah. Salah satunya mempertahankan BI 7-day reverse repo rate di 4,25%. Langkah ini sebenarnya memiliki efek positif dalam rangka meningkatkan pertumbuhan kredit perbankan sekaligus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.

"Mudah-mudahan dalam jangka menengah maupun jangka panjang akan memberikan implikasi positif bagi pertumbuhan IHSG," tambah Nafan.

Analis Paramita Alfa Sekuritas William Siregar menilai, pelemahan rupiah tak semata-mata hanya dipengaruhi rencana The Fed menaikkan suku bunga sebanyak tiga hingga empat kali pada tahun ini.

"Adanya defisit neraca perdagangan yang menyebabkan impor lebih besar ketimbang ekspor menjadi sentimen buruk bagi rupiah," ungkap dia.

William menyebutkan defisit neraca perdagangan ini antara lain karena perhelatan besar Asian Games pada Agustus mendatang. Perhelatan itu memerlukan infrastruktur yang kuat sehingga impor membengkak.

William memprediksi, apabila defisit neraca perdagangan masih terjadi hingga Juni nanti, bukan tidak mungkin rupiah bisa menyentuh level Rp 14.000 per dollar AS.

Dengan koreksi rupiah ini, emiten yang mengandalkan bahan baku impor bakal terkena sentimen negatif. Saham emiten farmasi yang banyak menggunakan bahan baku impor, seperti Kimia Farma (KAEF) dan Indofarma (INAF), akan rentan koreksi.

Selain itu, dengan koreksi dalam kurs rupiah ini, William menyarankan investor berhati-hati memilih saham yang punya utang dollar AS besar. Emiten juga perlu hedging atas utang luar negerinya. "Strategi hedging penting bagi emiten," kata dia.

Namun investor tak lantas harus menjauhi pasar. Peluang bisa diperoleh dari emiten yang melakukan ekspor, terutama komoditas batubara.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/