Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Boy Pohan Berebut Tiket Wasit/Juri Tinju Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
12 jam yang lalu
Boy Pohan Berebut Tiket Wasit/Juri Tinju Olimpiade 2024 Paris
2
Kejutan, Aditya Tahan Remis Unggulan Pertama Pertamina Indonesia Grand Master Tournament 2024
Olahraga
8 jam yang lalu
Kejutan, Aditya Tahan Remis Unggulan Pertama Pertamina Indonesia Grand Master Tournament 2024
3
Mandiri 3X3 Indonesia Tournament 2024 Disambut Antusias di Medan
Olahraga
6 jam yang lalu
Mandiri 3X3 Indonesia Tournament 2024 Disambut Antusias di Medan
4
Duel Fisik dan Membaca Permainan Itu Keunggulan Sergio Ramos
Sepakbola
6 jam yang lalu
Duel Fisik dan Membaca Permainan Itu Keunggulan Sergio Ramos
5
UEA Dukung Indonesia Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20 FIFA 2027
Olahraga
44 menit yang lalu
UEA Dukung Indonesia Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20 FIFA 2027
https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/
Home  /  Berita  /  Politik

Bahas Piutang Negara dan Daerah, Komite IV RDP dengan DJKN Kemenkeu

Bahas Piutang Negara dan Daerah, Komite IV RDP dengan DJKN Kemenkeu
Pimpinan Komite IV DPD saat menggelar RDP. (istimewa)
Selasa, 06 Februari 2018 15:50 WIB
JAKARTA - Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun.

Terkait dengan peliknya penagihan piutang negara, senator Aceh Ghazali Abbas menilai pentingnya pemasukan pendapatan negara dari pajak.

"Saat ini impor barang banyak tapi ekspor sedikit, tanpa uang dari pajak maka susah membangun negeri ini,” ujarnya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komite IV DPDRI dengan Direktur Piutang Negara Dan Kekayaan Negara lain lain, Menteri Keuangan RI, Purnama Sianturi, yang didampingi oleh Direktur Hukum dan Humas, Menteri Keuangan RI, Tri Wahyuni, guna membahas RUU pengurusan piutang negara dan daerah. RDP tersebut berlangsung di komplek parlemen senayan, pada hari selasa (6/2/2017).

Ghazali meminta agar para debitur yang mangkir dari hutangnya agar bisa dikategorikan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) agar lebih efektif dalam penagihan.

"Masalah penghapusan piutang ada beberapa tahapan, kewenangan pemblokiran, paksa badan, dan sebagainya, nah sebaiknya daftar nama para debitur yang mangkir tersebut yang tidak jelas alamatnya, perlu juga dimasukkan menjadi DPO jika sudah punya hutang dan piutang kepada negara maka harus diinfokan ke masyarakat khalayak sehingga bisa jadi solusi yang efektif dalam menyelesaikan piutang yang macet,” tegasnya.

Wakil Ketua Komite IV DPDRI, Siska Marleni menyampaikan, RDP ini dilaksanakan untuk menjalankan fungsi mengawal apbn dari sisi penerimaannya, seperti dana otonomi khusus dan dana desa.

“Saat ini Kami akan persiapkan untuk RUU piutang negara dan daerah, guna mendapat pencerahan berupa pandangan dan masukan dari kementerian keuangan sebagai pelaksana,” ucap Siska yang juga senator daerah pemilihan Sumatera Selatan.

Sementara itu Senator Jawa Timur, Budiono menanyakan tentang outstanding piutang saat ini. “Data Outstanding piutang di 2016 adalah Rp 60 T, tapi jaminan tidak memadai, sekarang ini menurun atau tidak,” paparnya.

Dalam kesempatan tersebut Direktur Piutang Negara Dan Kekayaan Negara lain lain, Menteri Keuangan RI, Purnama Sianturi mengatakan, berdasarkan UU 49 tahun 1960 itu dijelaskan bahwa merumuskan piutang negara adalah piutang pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta BUMN dan BUMD, baik badan badan yang dikuasai oleh negara, itu piutang di lembaga negara BUMN BUMD masuk ke piutang negara. Akan tetapi berdasarkan uu 1 th 2004 itu disebutkan bahwa Piutang negara adalah sebatas piutang pusat yaitu piutang di kementerian dan lembaga.

"Berdasarkan putusan MK 77 th 2011 maka piutang BUMN dan BUMD sudah tidak ditanggung negara,” terang Purnama.

Menurut Purnama Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) yang berada dibawah naungan Kementerian Keuangan memiliki tujuan mengurus piutang, cepat, efektif dan memiliki kepastian hukum.

"Pengurusan piutang negara melalui PUPN memiliki keunggulan yaitu cepat, efektif dan memiliki kepastian hukum, karena kalau lewat lembaga peradilan itu kalo putus ada upaya banding, kasasi dan peninjauan kembali, dan itu proses yang panjang dan lama, maka dengan PUPN bisa menyelesaikan dengan kewenangan yang ada dan bersifat final dengan ada surat paksa, jadi ada kepastian hukum, cepat dan efektif dan hanya dikenakan biaya administrasi dari biaya bukan pajak,” ungkap Purnama.

Dalam keterangannya Purnama juga menyampaikan Surat paksa yang dikeluarkan PUPN memiliki kekuatan yang sama dengan keputusan pengadilan yang sah, berdasarkan itu maka PUPN bisa menyita, melakukan pelelangan dan tindakan lain untuk mengeksekusi piutang.

Selanjutnya Purnama menjelaskan jika piutang macet maka pihak terkait boleh menyerahkan kepada PUPN dengan dokumen lengkap, dan memiliki kerangan penyebab dan nilai piutang yang jelas. Setelah tahap awal dipenuhi maka tahap selanjutnya akan diterbitkan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N), jika belum terbit SP3N maka belum ada di kewenangan PUPN.

“Kami panggil debitur untuk melakukan kesepakatan bersama yang akan kita sepakati tentang berapa lama mau diangsur brapa jumlah angsurannya, jika debitur tidak hadir maka akan keluar surat paksa yang menjadi dasar untuk proses berikut dalam barangnya sita dan lelang, porses orang untuk pencegahan pergi keluar negeri bahkan sampai penyanderaan tapi sampai saat ini belum pernah sampai tahap sandera,” jelasnya.

Menjawab pertanyaan senator DPD RI, Purnama sianturi menjelaskan soal outstanding nominal piutang negara.

"Outstanding piutang saat ini, di 31 des 2017 Rp. 61.627.713.608.594 (Rp 61.62 triliun), dengan outstanding berkas 49.323, bagaimana tipologi piutang ini, hanya 10.399 dari 49.323 yang didukung barang jaminan, artinya hanya dbawah 1/4 yang di dukung barang jaminan.

Nah berapa nilai jaminannya hanya Rp. 811.639.967.611 (Rp 811.639 M) hanya kurang 1/6 dari nilai barang jaminannya. Bahkan barang jaminan yang ada pun banyak tidak clear dan free karena ada yang jadi objek perkara,” kata Purnama.

Terkait dengan mengklasifikasikan debitur yang mangkir,menjadi DPO, dirinya sudah melakukan hal senada tapi belum pada tahapan menjadikan seseorang dalam DPO. "Satu pemikiran yang baik untuk membuat DPO, namun dalam bentuk yang sama juga kami buat yaitukami lakukan pengumuman di surat kabar bagi debitur yang tidak punya itikad baik, dimana kami tahu mereka punya kemampuan ekonomi, kami kerjasama juga dengan Kemenkumham untuk mencekal debitur pergi keluar negeri, dengan ketentuan tagihan mencapai 500 juta dan 500 juta ke atas,” ujarnya.

Menurut Purnama, Kemenkeu siap jika UU memerintahkan memberikan kewenangan ke PUPN, tinggal menunggu saja kesepakatan di DPR, DPD dan Pemerintah.

Dihari yang sama rencananya Komite IV DPD RI juga akan menyelenggarakan Rapat dengan Direktur Utama Lembaga Pengelolaan Dana Bergulir, guna membahas Pengelolaan dana bergulir koperasi.***

Editor:Muslikhin Effendy
Kategori:Politik, Pemerintahan, Peristiwa, GoNews Group
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/