Home  /  Berita  /  GoNews Group

Edy Rahmayadi Sebaiknya Mundur dari PSSI

Edy Rahmayadi Sebaiknya Mundur dari PSSI
Edy Rahmayadi. (istimewa)
Kamis, 01 Februari 2018 23:08 WIB
Penulis: M. Nigara
RESMI sudah Letjen TNI Edy Rahmayadi, bebas tugas dari posisinya sebagai Panglima Kostrad. Jendral TNI Mulyono, KASAD, secara resmi telah melantik Letjen TNI Agus Kriswanto. Edy Rahmayadi (ER) segera memasuki masa pensiun dini sesuai permintaannya karena ingin maju menjadi Gubernur Sumatera Utara.

Sebagai kandidat calon gubernur, Edy pasti akan disibukkan oleh berbagai hal. Betul ia pernah menjadi Pangdam Bukit Barisan, tapi, ketika ia akan menuju jabatan sipil, maka banyak sekali penyesuaian yg harus dilakukan.

Selain itu, ER pun harus belajar banyak tentang carakerja pejabat sipil, maklum sifat dan cara kerja pejabat sipil dan militer jauh berbeda.

Di sisi lain, ia juga pasti membutuhkan waktu untuk berdialog, berdiskusi, dan terpenting mengdengar suara rakyat secara langsung.

Dulu, baik ketika masih menjadi pangdam hingga ke Pangkostrad, sebagai komandan justru lebih banyak memerintah.

Untuk itu, ER harus blusukan dari kampung ke kampung. Bertemu dari tingkat rakyat yang terbawah hingga ke tingkat elite. ER, harus banyak merancang langkah untuk memajukan Sumut di masa datang.

Intinya, ER akan sangat sibuk. Apalagi, tampaknya peluang ER sangat besar untung menang, jika ER kelak benar-benar menjadi gubernur, maka tingkat kesibukannya akan berlipat-lipat. Sepanjang karirnya di kemiliteran, ER adalah orang yang total dalam tugas.

Saatnya mundur

Melihat fakta-fakta itu, maka saatnya ER segera mundur dari posisinya sebagai Ketua Umum PSSI. Hal ini perlu dilakukan agar totalitasnya dalam kesibukan dapat berjalan dengan baik.

Beberapa waktu lalu, ER sudah menyatakan tidak mundur dari posisinya sebagai ketum PSSI. Ungkapan ini bisa dimaklumi karena ER pasti belum menghadapi kendala waktu. PSSI, belum terlalu sibuk meski Asian Games sudah ada di depan mata. Tapi, 3-4 bulan kedepan, PSSI pasti akan bergejolak.

Gejolak pertama adalah kegiatan yang terus bergulir ke arah pusaran yang kencang. Gejolak kedua, posisi ER bukan lagi menjadi sosok yang kuat. Maklum, dari banyak teman klub dan asprov yang saat itu mendukungnya, diperoleh info mereka memperoleh banyak ‘tekanan’ dari orang-orang yang berawakan tegap dengan rambut cepak. Apalagi, rapat-rapat sepakbola dilakukan di markas kemiliteran.

Untuk itu, meski mendapat saingan Jenderal TNI (purn) Moeldoko yang notabene seniornya dan mantan penglimanya, ER, mampu bertahan. MDK, begitu Moeldoko biasa disapa, karena telah pensiun, tak mampu menahan gerakan para mantan anggotanya.

Selain itu, saya hendak mengatakan bahwa orang-orang sepakbola punya kebiasaan yang relatif tidak pernah berubah. Takut dengan kekuasaan dan utamanya takut dengan seragam hijau serta loreng hingga mereka mau melakukan apa pun. Ini dialami oleh ketum-ketum PSSI terdahulu.

Bardosono, Bang Ali, Kardono, Azwar Anas dan Agum Gumelar yang berasal dari kalangan militer dengan pangkat bintang dua, tiga, dan empat. Saat mereka aktif, seluruh sanjungan begitu luar biasa. Tapi, saat mereka tak lagi memiliki kekuasaan, mereka ‘dijatuhkan’.

Nah, kebiasaan itu masih ada hingga saat ini. Jika hal ini terjadi pada ER akan kesulitan melawan gelombang benturan itu. Buntutnya, bisa berdampak negatif pada perjalanannya menuju Sumut-1. Selain itu, jika ER terus mencoba bertahan, maka akan terkesan bahwa ia adalah orang yang haus jabatan. Sebaliknya, jika mundur dari kursi ketum PSSI, maka orang akan melihat dia adalah orang yang amanah.

Jangan lupa, dua tahun lalu, saat ia maju untuk menjadi ketum PSSI, dia adalah pejabat yang sangat dekat dengan kekuasaan. Apalagi, isunya ia diback-up” oleh presiden. Banyak hal yang tak masuk akal, bisa terjadi. Maka, ia pun bisa dengan kepala tegak bersaing dengan senior dan mantan panglimanya.

Nah, sekarang, ER sudah berada di luar lingkaran kekuasaan. Apa yang dulu selalu bisa dilakukan, saat ini pasti berbeda. Bahkan dalam pilkada ini pun pesaingnya Jarot menjadi yang terberat karena lingkaran kekuasaan masih melekat padanya. Untungnya Jarot pernah gagal di Jakarta.

Untuk itu, saya tak ragu menyerukan agar Edy segera mundur dari jabatan Ketum PSSI. Akan menjadi terkesan indah saat ia menyatakan mundur serupa seperti ia menyatakan pensiun dini dari militer.

Sebagai catatan, saya ingin menegaskan bahwa dunia begitu cepat berputar. Jika selama ini Moeldoko menjadi orang luar yang pekik dan usahanya tak bermakna, kini beliau ada di dalam lingkaran.

Beruntung, Cak Moel atau MDK, seperti kata mantan teman satu angkatannya di taruna, Mayjen TNI (purn) Judy Harianto, yang juga mantan komandan ER di Medan, bukanlah orang suka balas dendam.

“Nggaklah, Pak Moeldoko bukan orang seperti itu. Memang saat “running” di PSSI itu, ada sesuatu yang tak lazim, tapi ia tidak akan melakukan hal itu,” tutur Judy.

Catatan, di era sebelum ini, tidak pernah ada di militer seorang mantan anak buah yang mau melawan mantan komandannya.

Sekali lagi, saya berharap ER sungguh-sungguh mau segera mundur sebelum dimundurkan. M. Nigara, Wartawan Senior Olahraga

Editor:Muslikhin Effendy
Kategori:GoNews Group, Peristiwa, Pemerintahan, Olahraga
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77