Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Pertamina GM Tournament 2024, Eka Putra Wirya: Terima Kasih PT Pertamina dan Bank Mandiri
Olahraga
20 jam yang lalu
Pertamina GM Tournament 2024, Eka Putra Wirya: Terima Kasih PT Pertamina dan Bank Mandiri
2
Inara Rusli dan Virgoun Berdamai demi Anak
Nasional
18 jam yang lalu
Inara Rusli dan Virgoun Berdamai demi Anak
3
Pesta Mewah Victoria Beckham Rayakan Ultah ke-50
Umum
17 jam yang lalu
Pesta Mewah Victoria Beckham Rayakan Ultah ke-50
4
Alyssa Soebandono dan Dude Harlino Sambut Kelahiran Buah Hati
Umum
18 jam yang lalu
Alyssa Soebandono dan Dude Harlino Sambut Kelahiran Buah Hati
5
Iqbaal Ramadhan Berbagi Karya dan Kegiatan Terbaru Lewat Saluran WhatsApp Khusus
Nasional
18 jam yang lalu
Iqbaal Ramadhan Berbagi Karya dan Kegiatan Terbaru Lewat Saluran WhatsApp Khusus
6
Simen Lyngbo Akui Timnas U 23 Indonesia Makin Kuat
Olahraga
17 jam yang lalu
Simen Lyngbo Akui Timnas U 23 Indonesia Makin Kuat
https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Jaksa Agung Nilai KPK Melanggar MoU, DPR: KPK Merasa Paling Super, Jadi Sewenang-wenang

Jaksa Agung Nilai KPK Melanggar MoU, DPR: KPK Merasa Paling Super, Jadi Sewenang-wenang
Ilustrasi.
Kamis, 12 Oktober 2017 12:50 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Setelah sempat terjadi polemik antara institusi TNI dengan Polri, kini publik kembali disajikan benih 'pertikaian' antara dua lembaga negara. Kali ini, Jaksa Agung HM Prasetyo menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyalahi perjanjian antarinstitusi.

Jaksa Agung HM Prasetyo menyayangkan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) yang tak lagi mematuhi nota kesepahaman (MoU) dengan Polri dan Kejaksaan jika ada penangkapan terhadap personel tiga lembaga penegak hukum tersebut.

Mantan politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) ini mengatakan, hal itu terjadi saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan.

"Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang ditunjukkan kepada jaksa itu bukan untuk kasus itu (Pamekasan). Tapi tampaknya mereka (KPK) punya semangat dan target di manapun mereka turun harus ketemu apapun kasusnya," kata Prasetyo, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/10/2017).

Ia mengaku telah mengingatkan KPK agar tak langsung menangkap Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan, melainkan mencegah terlebih dahulu tindak pidananya.

Prasetyo juga mengaku sempat diundang KPK untuk hadir dalam konferensi pers terkait OTT Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan.

Namun, Kejaksaan memilih tak hadir untuk menghindari penyikapan negatif dari publik saat mengeluarkan pernyataan. "Bahkan waktu itu kami sempat diundang KPK untuk bersama-sama mengumumkan tersangka dalam kasus itu. Kami tidak hadir, silakan mereka bicara. Tak perlu bicara dengan kami karena kami hanya beralasan saja dan akan mengundang sinisme dari masyarakat saja," kata dia.

Pada 2 Agustus 2017, KPK melakukan operasi tangkap tangan di Pamekasan, Jawa Timur. Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan Rudi Indra Prasetya diduga menerima suap untuk menghentikan penanganan kasus korupsi penyelewengan dana desa.

KPK, Polri, dan Kejaksaan telah membuat Memorandum of Understanding terkait proses hukum di antara tiga lembaga tersebut. Dalam Pasal 3 poin 5 pada MoU tersebut, diatur juga soal pemeriksaan anggota dari salah satu penegak hukum oleh lembaga penegak hukum lain.

Mereka sepakat adanya pemberitahuan kepada pimpinan personel yang diperiksa sebagai saksi dan adanya pendampingan hukum. Padahal, dalam undang-undang diatur bahwa pemeriksaan saksi tidak boleh didampingi oleh penasihat hukum.

Ada pula kesepakatan soal penggeledahan personel penegak hukum yang diduga terkait kasus hukum. Pimpinan personel itu juga harus diberitahu soal penggeledahan.

Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dianggap melanggar kesepakat MoU dengan Kejaksaan Agung. Hal ini diungkapkan Anggota Komisi III dari Fraksi PDI-P Junirmart Girsang.

Menurutnya, sebagai lembaga penegak hukum harusnya KPK benar-benar memegang prinsip konsitensi. "Sejak ditangkapnya Kajari Pamekasan dan dibawanya Kasi Intel dan Kasi pidsus pamekasan, kami mempertanyakan tentang eksistensi MoU tersebut," ujarnya kepada GoNews.co, Kamis (12/10/2017).

Lanjutnya, dalam MoU itu dikatakan bahwa bila lembaga penegak hukum ingin melakukan kegiatan menyangkut lembaga lain, maka lembaga ini harus berkomunikasi dan ini tidak dilakukan KPK.

"Sementara mereka (kejaksaan, red) bilang akan merevaluasi kembali MoU itu apakah patut dipertahankan atau dihapus saja ini kan perlu dibahas kembali," tukasnya.

Yang lebih menarik kata dia, adalah pendapat dari Kapolri bahwa penyadapan harus sesuai UU, tidak boleh dengan sewenang-wenang. "Misalnya  penyadapan harus dilakukan dengan izin dari pengadian, penyadapan itu dlakukan untuk mencari buronan-buronan, tidak boleh lakukan penyadapan untuk menjebak orang lain atau dengan istilanya OTT," tandasnya.

Hal senada juga diungkapkan anggota Komisi III lainnya yakni Nasir Djamil. Menurutnya, KPK menegakkan hukum dengan cara melanggar hukum.

"Mou itu seperti orang besanan, kalau orang berbesanan itu kan saling mengingatkan. kalau anaknya salah, maka saling ingatkan. KPK jadikan MoU itu hanya formalitas saja. kedepan harus diatur kembali," tandasnya.

"Senin depan kita undang KPK, Polri, Kejagung untuk mensinkronkan dan mesinergikan pemberantasan korupsi, terutama pencegahan. Mungkin karena merasa paling hebat, paling super dan merasa diatas segala-galanya, jadi KPK berbuat seenaknya," pungkasnya.***

Sumber:tribun dan GoNews.co
Kategori:GoNews Group, Peristiwa, Pemerintahan, Politik
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/