Home  /  Berita  /  GoNews Group

KPK Agresif Lakukan OTT, Korupsi Kian Marak, Akankah Densus Anti Korupsi Bisa Menjadi Solusi?

KPK Agresif Lakukan OTT, Korupsi Kian Marak, Akankah Densus Anti Korupsi Bisa Menjadi Solusi?
Ilustrasi.
Rabu, 11 Oktober 2017 00:01 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Persoalan korupsi di negeri ini terus tumbuh dan berkembang. Meski KPK sudah melakukan penangkapan dan makin agresif melakukan OTT, korupsi bukannya habis tapi malah makin marak.

Kini Komisi III DPR sudah membahas keberadaan Densus Anti Korupsi dan anggarannya Rp975 miliar untuk tahun 2018, mampukah lembaga ini bekerjasama dengan KPK dan bahu membahu memberantas korupsi?

Menurut pantauan Ind Police Watch (IPW), penyelenggara negara dan pengusaha yang terlibat dalam proyek- proyek pemerintahan seakan tidak peduli dan tidak takut lagi dengan KPK.

"Kalau pun ada yang tertangkap mereka menilai yang bersangkutan hanya sedang apes. Mereka yang tertangkap nekat pasang badan, toh uang hasil korupsi sebelum tertangkap, sudah mereka kumpulkan sedemikian rupa dan begitu bebas dari penjara mereka malah makin kaya raya," ujar Ketua Presidium Ind Police Watch, Neta S Pane kepada GoNews.co, Selasa (10/10/2017) malam di Jakarta.

Menurutnya, berdasarkan fakta-fakta inilah yang membuat korupsi makin tumbuh subur di negeri ini, meskipun sudah ada KPK. Artinya kata dia, keberadaan KPK dianggap enteng oleh para pejabat, koruptor maupun pengusaha penyuap. "Mereka tidak takut karena KPK, aparat penegak hukum, dan pemerintah tidak kunjung berhasil membuat efek jera. "Bahkan KPK malah sering dituding tebang pilih dalam melakukan pemberantasan korupsi," tandasnya.

Luasnya wilayah Indonesia dan banyaknya jumlah institusi serta banyaknya jumlah pejabat penyelenggara negara, lanjut Neta, tentu membuat KPK tidak berdaya dan tidak mampu mengamankan negeri ini dari jarahan pejabat korup.

"Apalagi berbagai inspektorat yang ada di setiap institusi tidak melakukan upaya maksimal untuk mencegah terjadinya korupsi, sehingga keberadaan KPK dalam memberantas korupsi seakan tidak membawa hasil maksimal," tukasnya.

Melihat makin maraknya korupsi dan makin tidak berdayanya KPK, usulan perlunya dibentuk Densus Anti Korupsi, menurutnya menjadi sesuatu yang menarik. Apalagi usulan itu datang dari Polri.

"Pertanyaannya kemudian selama ini polri "kemana saja". Bukankah di Polri ada Dirtipikor. Lalu seperti apa peran dan gebrakannya dalam pemberantasan korupsi di negeri ini? Memang keberadaan Dirtipikor Polri dilumuri keterbatasan, mulai dari terbatasnya anggaran operasional, peralatan kerja hingga wewenang. Inilah yang membuat tipikor polri sering tidak berdaya menghadapi para koruptor," tandasnya.

"Sehingga usulan dibentuknya Densus Anti Korupsi bisa dianggap sebagai sebuah terobosan untuk mengkonsolidasikan kekuatan aparatur penegak hukum dalam memerangi korupsi di negeri ini," tambah Neta.

Tentunya sambungnya, untuk mewujudkan terobosan ini tidak mudah. Tantangan terbesar yang akan dihadapi adalah tidak munculnya kepercayaan publik, mengingat citra polri begitu buruk di masyarakat.

"Persoalan ini yang perlu menjadi prioritas utama bagi Densus Anti Korupsi untuk dibenahi dengan kerja nyata. Persoalan lainnya agar kepercayaan publik muncul, Densus Anti Korupsi harus segera membersihkan lingkungan kepolisian dari dugaan korupsi, suap dan pungli. Sehingga kesan sapu kotor untuk membersihkan rumah yang kotor tidak berkembang memojokkan Dendus Anti Korupsi," tandasnya.

Persoalan lain yang tidak kalah pentingnya kata dia, Densus Anti korupsi juga harus membuat terobosan agar ada efek jera yang membuat orang takut untuk korupsi.

"Yakni densus Anti Korupsi hrs berani mengenakan pasal hukuman mati untuk para koruptor. Kemudian menerapkan pasal pemiskinan untuk keluarga koruptor. Jika terobosan ini bisa dilakukan densus anti korupsi, publik pasti akan mendukung dan keberadaannya akan disambut luas oleh masyarakat," jelasnya.

Namun sambungnya, Jika tidak demikian, maka nasib Densus Anti Korupsi juga tak akan jauh berbeda dengan lembaga-lembaga pemberantasan korupsi yang pernah ada. Sedangkan pemenuhan fasilitas kerja dan peningkatan biaya operasional hanya merupakan hal normati.

"Tapi yang lebih penting adalah membangun roh dan jiwa densus anti korupsi itu dengan sikap tegas dan konsisten. Yang bisa membuat para penyelenggara negara di negeri ini jera melakukan aksi korupsi karena akan bisa membuat dirinya dihukum mati dan keluarganya dimiskinkan. Tidak seperti sekarang para koruptor jadi selebritis dan selesa menjalani hukuman pelaku dan keluarganya justeru menjadi kaya raya," pungkasnya. ***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/