Home  /  Berita  /  GoNews Group

Kunjungan Wisatawan Mancanegara 2016 Capai 12 Juta Orang, Ternyata Penyumbang Tertinggi Sultra, Sulsel dan Riau

Kunjungan Wisatawan Mancanegara 2016 Capai 12 Juta Orang, Ternyata Penyumbang Tertinggi Sultra, Sulsel dan Riau
Perang Air di Kepulauan Meranti. (istimewa)
Jum'at, 17 Februari 2017 13:29 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Provinsi Sulawesi Utara masuk daftar destinasi peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara tertinggi pada Desember 2016 disusul Riau dan Sulawesi Selatan.

Riau meraih peringkat kedua kunjungan wisman terbanyak kemudian disusul Sulsel berada di urutan ketiga. Ketiga daerah mengalami peningkatan signifikan kunjungan wisatawan mancanegara. Pada Desember 2016, kenaikan wisatawan mancanegara masuk melalui pintu Bandara Sam Ratulangi Manado Sulut sebesar 235,38 persen.

Baca Juga: Kunjungan Wisman Tembus 12 Juta ke Indonesia, Naik 15,54 Persen

Kemudian di Bandara Sultan Syarif Kasim, Riau naik 73,58 persen dan Bandara Sultan Hasanuddin, Sulsel, naik 53,68 persen. "Hal ini dikarenakan sudah ada direct flight mancanegara di ketiga daerah ini. Seperti Sulawesi Utara langsung ke Cina. Selain itu ketiganya juga punya destinasi wisata baru, bagus dan luas," jelas Kepala BPS Pusat Suhariyanto, Sabtu (17/2/2017).

Kunjungan wisman ke Riau, didominasi beberapa kota seperti Pekanbaru, Kepulauan Meranti, Bono Pelalawan, Bagan Siapiapi, Siak dan Kabupaten Kampar.

Baca Juga: Mengetahui Kunjungan Wisman ke Indonesia dengan Big Data BPS

Ekosistem pariwisata Indonesia semakin menjanjikan. Industri yang bergerak di sektor ini semakin optimistik. Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) periode Januari-Desember 2016 yang dicatat Kementerian Pariwisata RI, naik 15,54% dan menembus angka 12,023 juta inbound, atau 23 ribu di atas target yang disusun menuju roadmap 20 juta wisman di ujung tahun 2019 nanti.

Angka 12,023 juta itu didapat dari 11.519.275 wisman yang dilaporkan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS), ditambah dengan ekstrapolasi dari bulan Januari - September 2016 sejumlah 504.696 wisman yang belum dimasukkan.

Kepala BPS Kecuk Suharyanto mengkonfirmasi dan menyebut 4,2%, yang tidak dimasukkan karena tidak boleh backcasting oleh FMS (Forum Masyarakat Statistik). Lalu mengapa BPS tidak memasukkan angka 504.696 atau 4,2% lebih itu? Meskipun, itu adalah data riil.

"BPS sebenarnya sudah setuju dengan ekstrapolasi Januari-September 2016 sebesar 504 ribu (4,2%) itu, dan sudah dipresentasikan di depan Forum Masyarakat Statistik (FMS) pada tanggal 8 Februari 2017. Hanya saja FMS belum merekomendasi angka 504 ribu itu untuk dimasukkan. Tetapi BPS maupun FMS mempersilakan Kemenpar menggunakan angka riil 12,023 juta itu untuk kepentingan pariwisata," jelas I Gde Pitana, Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kemenpar.

Karena itu untuk membuat evaluasi, mengambil keputusan cepat, merumuskan perencanaan dan menyampaikan data ke industri yang bergerak di sektor pariwisata, Kemenpar menggunakan angka 12.023 juta.

Menurut I Gde Pitana, data ekstrapolasi 504 ribu sangat valid, bahkan sulit dibantah, karena dihitung dengan menggunakan teknologi Big Data - Mobile Positioning Data (MPD). MPD itu hanya untuk menghitung 19 Kabupaten, 46 Kecamatan, tahun 2016 di crossborder area, atau PLB (Pos Lintas Batas) yang belum ada TPI-nya (Tempat Pemeriksaan Imigrasi).

Selama ini, daerah perbatasan yang non TPI ini dilakukan survey, mengambil sampling selama beberapa hari, untuk memotret satu tahun.

"Teknologi MPD ini sudah tidak lagi menggunakan metode survey, tetapi sudah sama dengan sensus, semua orang yang keluar masuk melewati batas wilayah itu, langsung ter-record oleh mesin," jelas I Gde Pitana.

Dia tidak lagi mempersoalkan BPS yang tidak memasukkan data 504 ribu itu. Dia menghormati apa yang sudah diputuskan oleh lembaga statistik itu. Sebab, prinsip yang dipegang Kemenpar adalah service excellent kepada customers, yang terdiri dari pelaku bisnis pariwisata, publik, dan calon investor yang berencana menanamkan modal di sektor yang sudah ditetapkan Presiden Joko Widodo sebagai core economy dan prioritas pembangunan nasional ini.

"Kami harus jujur, objektif, dan bisa dipertanggung jawabkan, dalam melansir angka-angka itu. Di era digital dan teknologi ini, kami tidak mungkin menafikan catatan yang based on technology.

Big Data MPD itu sudah kami uji coba di Kepri, dan hasilnya mempunyai tingkat akurasi yang sangat tinggi, sesuai dengan catatan Imigrasi. Big Data MPD itu menghitung dengan otomatis, dengan mesin, selama 24 jam/hari, 7 hari/minggu dan 52 minggu/tahun. Bukan hanya jumlah wisman yang ter-record, tetapi juga profile customers atau wisman kita, seperti length of stay, frequency of visit, dan asal originasinya," jelas Deputi Pitana.

Sebenarnya, data yang tidak dimasukkan 4,2% itu belum semuanya. Masih ada lagi yang belum dicatat, seperti mereka yang tidak menggunakan telepon seluler, mereka yang mematikan seluler, atau mereka yang mengganti SIM Card local. Pertama, hasil teknologi MPD itu sebenarnya sudah diakui BPS dan FMS dalam penghitungan bulan Oktober, November, Desember 2016.

Hanya saja, bulan Januari-September 2016, selama sembilan bulan, belum direkomendasi FMS. "Teknologi MPD itu jauh lebih akurat, mudah, murah, cepat, berkualitas dan bukan hanya survey dengan teknik sampling. Tetapi, sensus via digital yang meminimalisir campur tangan dan pengaruh manusia," kata I Gde Pitana.

Kedua, kalaupun mengabaikan ekstrapolasi 504 ribu wisman di perbatasan non TPI itu, angka capaian 2016 sebesar 11,519 juta itu pun sudah naik 11,07% dari periode yang sama di 2015. Di regional ASEAN, growth itu tergolong fantastic, karena angka itu sudah jauh lebih tinggi daripada pertumbuhan Thailand 8,91% dan Singapore 7,69%. Malaysia yang datanya masih di Januari –Oktober 2016, juga hanya 4,37%.

"Kita masih tumbuh dua digit, di tengah tensi sosial politik dalam negeri naik turun," jelas I Gde Pitana, yang menyebut growth tahun ini adalah yang tertinggi dalam lima tahun terakhir.

Ketiga, karena bulan Oktober-November-Desember 2016, penggunaan Big Data MPD itu sudah diimplementasikan, maka secara otomatis 2017 hampir pasti juga menggunakan metode yang sama.

Teknologi ini akan terus dipakai, sampai 100% PLB itu memiliki TPI, karena metodologi itu harus dipakai secara konsisten untuk menjaga keajegan angka-angka. Lebih dalam lagi Pitana menjelaskan, daerah perbatasan itu menjadi bahan perdebatan karena selama tahun 2016 Kemenpar memang menggarap crossborder area tersebut, seperti dengan berbagai Festival Wonderful Indonesia di Aruk, Entikong, Skouw Jayapura, Merauke dan Atambua.

"Ini sejalan dengan program Pak Presiden Joko Widodo yang menginginkan daerah terdepan itu lebih berdaya secara ekonomi. Dan berbagai kegiatan festival pariwisata itu disambut antusias oleh masyarakat perbatasan dan wisman Negara tetangga," ungkap I Gde Pitana.

Tahun 2017, wilayah perbatasan itu masih akan digoyang dengan berbagai festival oleh Kemenpar. Tahun 2017 ini presiden semakin serius mendorong pemerataan pembangunan, dan konsisten memperkuat kawasan perbatasan. Dalam dua tahun pertama pemerintahannya, Presiden Jokowi beberapa kali berkunjung ke daerah perbatasan, antara lain ke Pos Perbatasan Motaain (Desa Silawan, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur), Entikong (Kalimantan Barat), dan Pulau Sebatik (Kalimantan Utara).

Menurut data, Indonesia punya 92 pulau terluar. Pulau-pulau itu berbatasan langsung dengan Timor Leste, Australia, Filipina, Malaysia, Palau, India, Singapura, Vietnam, dan Papua Nugini. Presiden Joko juga berkomitmen untuk terus membangun infrastruktur dan memperbaiki layanan publik di seluruh daerah terluar Indonesia. Hal itu disampaikan saat peresmian bandara di Miangas, Talaud, Sulawesi Utara, 19 Oktober 2016 lalu. (*/dnl)

Kategori:GoNews Group
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77