Home  /  Berita  /  Pendidikan

Ini Dia, SD di Limapuluh Kota yang tak Punya Murid Kelas I

Ini Dia, SD di Limapuluh Kota yang tak Punya Murid Kelas I
Logo Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Senin, 13 Februari 2017 18:21 WIB
Penulis: Syahrial Asbar

LIMAPULUH KOTA – Anda jangan mencoba membanding-bandingkan Sekolah Dasar Negeri (SDN) 05 Koto Bangun, Kecamatan Kapur IX, Kabupaten Limapuluh Kota, dengan SD lainnya yang berada, misalnya, di pusat ibu kota Limapuluh Kota atau di Kota Payakumbuh. Bila di SD Sarilamak atau di Payakumbuh jumlah muridnya melimpah, justru sekolah yang terletak di ujung paling utara Luak Nan Bungsu tersebut, untuk kelas satu bahkan tak mempunyai murid seorang pun.

Ironi juga agaknya, apabila di SDI Raudhatul Jannah, Payakumbuh, untuk murid kelas satu mencapai 6 lokal, dan jumlah rombongan belajar (rombel) sejak kelas satu hingga kelas enam sebanyak 36 rombel. Sementara, di SDN 05 Koto Bangun malah kelas satu tak mempunyai murid seorang pun dalam tahun berjalan ini, atau tahun pelajaran 2016-2017.

Kondisi begini, terungkap dari percakapan GoSumbar.com dengan Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pendidikan Kapur IX, Novizar, di Tanjung Pati, Senin (13/2). Menurutnya, SDN 05 Koto Bangun sekarang tak memiliki murid kelas satu. “Yang ada cuma murid kelas dua hingga kelas enam,” kata Novizar.

“Itu pun jumlah seluruh murid hanya 48 orang,” tambahnya. Dari murid sebanyak 48 orang, jumlah wali muridnya 30 orang. Kosongnya lokal belajar kelas satu di sekolah itu, kata Novizar, semata disebabkan tidak adanya anak baru masuk usia sekolah dasar di sekitar tempat berdirinya sekolah. Data yang diperoleh menunjukkan, di Nagari Koto Bangun, dari 2 jorong, jumlah penduduk tak padat. Sementara sekolah dasar dalam nagari mencapai 5 buah. Akibat sedikitnya jumlah penduduk, mengakibatkan anak usia sekolah dasar tak banyak pula.

Di lingkungan SDN 05 Koto Bangun, jumlah kepala keluarga tak lebih dari 30 orang.
SDN 05 Koto Bangun, yang didirikan pada 1981, orientasinya semata untuk melayani pendidikan bagi anak-anak warga transmigrasi asal Jawa. Khusus untuk SDN 05 Koto Bangun, anak-anak yang bersekolah di sekolah itu hanya yang berdomisili di sekitar sekolah saja.

Sekolah ini, kata Novizar, berjarak sekitar 4 kilometer dari pusat pemerintahan nagari.
Sementara guru yang mengajar di sana, 4 orang dari kalangan pegawai negeri sipil, tanpa ada guru honor serta guru agama. “Selama ini, yang mengajar mata pelajaran agama langsung kepala sekolahnya,” ujar Novizar. Guru agama sudah lama kosong, karena berkait dengan pemenuhan pengambilan sertifikasi untuk mencapai jumlah jam mengajar yang bersangkutan. “Akibat tak mampu memenuhi jam mengajar, guru agama yang ada dulu terpaksa mengajar di sekolah lainnya dan meninggalkan sekolah ini,” katanya lagi.

Sekolah itu memiliki enam ruang belajar, satu ruang majelis guru sekaligus juga ruang kepala sekolah, dan dilengkapi dengan ruang tata usaha. Novizar sendiri ketika ditanya tidak tahu caranya bagaimana agar sekolah itu bisa memiliki murid di setiap kelas. Biar jumlah tak banyak. “Karena jumlah penduduknya yang sedikit. Jadi, bagaimana cara kita mengajak mereka menyekolahkan anaknya di sana,” katanya.

Kini, banyak warga transmigrasi mulai meninggalkan kawasan tersebut dan memilih balik ke kampung asalnya lantaran beralasan ekonomi sulit dibangun baik di sana. “Mereka bermata pencarian semata dari hasil kebun karet. Tempo hari harga karet di tingkat petani sempat jatuh benar, sehingga mereka memilih balik kampung, lantaran tak kuat menutupi kebutuhan hidup sehari-hari,” ujar Novizar. ***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/