Home  /  Berita  /  GoNews Group

Tubagus Hasanuddin: Napi Bebas Bersyarat Kok Bisa Ngebom?

Tubagus Hasanuddin: Napi Bebas Bersyarat Kok Bisa Ngebom?
Pelaku pelemparan bom molotov di Samarinda. (dok. Mabes Polri)
Senin, 14 November 2016 18:33 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Kasus peledakan bom molotov di Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur, Minggu (13/11/2016) merupakan dampak dari kelalaian aparat keamanan dalam memantau pergerakan mantan narapidana kasus terorisme.

Wakil Ketua Komisi I DPR-RI, Tubagus Hasanuddin, mengungkapkan, satu dari tiga pelaku pelempar bom molotov yang tertangkap diketahui bernama Joh alias Jo bin Muhammad Aceng Kurnia yang pernah dipenjara dalam kasus terorisme.

Baca Juga: Polisi Masih Periksa Pelaku Pelempar Bom Molotov di Depan Gereja Samarinda yang Memakai Kaos Jihad

Joh sendiri, kata Tubagus Hasanuddin, pernah menjalani hukuman pidana sejak 2012 akibat terlibat kasus peledakan bom buku di Jakarta pada 2011.

Baca Juga: Benarkah Pelaku Pelemparan Bom Gereja Oikumene Warga Bogor?

Ia-pun divonis 3,5 tahun dan dinyatakan bebas bersyarat setelah mendapatkan remisi Idul Fitri pada 28 juli 2014. "Kalau bebas bersyarat, berarti dia kan wajib lapor. Tentunya, napi yang bebas bersyarat kan wajib dipantau oleh polisi. Apalagi kasusnya terorisme. Kok dia bisa pergi ke Kalimantan. Apalagi sampai bisa ngebom," ujar Tubagus Hasanuddin dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (14/11/2016).

Baca Juga:1 Balita Korban Bom Molotov Greja Samarinda Meninggal Dunia, Ini Tanggapan DPR

Ironisnya, sambung Tubagus Hasanuddin, kasus pelemparan bom molotov itu merenggut nyawa seorang balita. "Memang pelaku melempar bom molotov. Tapi, faktanya ada korban jiwa. Ini kan sebuah ironis," sesal Tubagus Hasanuddin.

Oleh karena itu, Tubagus Hasanuddin meminta Polri, BIN dan BNPT untuk meningkatkan pengawasan terhadap jaringan orang-orang yang sudah masuk dalam daftar pengawasan terorisme dan yang pernah berhubungan.

Baca Juga: Ledakan Bom di Depan Gereja Samarinda, Polisi: 4 Korban Anak-anak Selain itu, data intelijen dari semua elemen intelijen dikompilasikan secara komprehensif, agar menghasilkan kesimpulan intelejen yang akurat. "Data akurat itulah dapat digunakan untuk melakukan pemberantasan teroris di lapangan. Tanpa data akurat kita akan kecolongan," pungkas Tubagus Hasanuddin.

Sebelumnya, ledakan diduga berasal dari bom molotov terjadi di Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur pada Minggu sekitar pukul 10.00 Wita. Akibat teror bom ini, satu anak balita meninggal dunia. Sementara tiga balita lainnya mengalami luka bakar. ***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/