Home  /  Berita  /  GoNews Group

Komnas HAM: Negara Kita Dibonsai dengan Cara Pandang Sekretarian dan Ekslusif

Komnas HAM: Negara Kita Dibonsai dengan Cara Pandang Sekretarian dan Ekslusif
Natalius Pigai. (istimewa)
Minggu, 16 Oktober 2016 15:08 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai turut angkat bicara soal perkembangan dan situasai menjelang pilkada. Menurutnya perkembangan dinamika yang berkembang akhir-akhir ini, kondisi sosial terganggu dengan menguaknya sentimen negatif.

"Kami mengikuti secara cermat perkembangan dinamika kondisi sosial masyarakat akhir-akhir ini yang terganggu dengan menguaknya intensitas sentimen negatif terkait suku, agama, ras antar golongan. Aktor-aktor sipil non negara dengan Perilaku intoleran berbasis agama berpengaruh pada fragmentasi sosial saat momentum Pilkada sebagaimana yang terjadi di DKI Jakarta," ujarnya, Minggu (16/10/2016).

Hal ini juga kata dia, sangat berpengaruh pada aspek yang lain termasuk pengelolaan negara. Adanya penolakan terhadap penunjukan Kombes Sigit Pranowo sebagai Kapolda Banten yang oleh para sekelompok komunitas Muslim hanya karena beragama non muslim menurutnya sangat tidak beralasan.

"Terkait dengan gangguan ketertiban dan keamanan dalam pengelolaan pemerintahan dan politik khususnya dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah sebagai momentum pelaksanaan hak asasi manusia khususnya hak untuk ikut memilih (right to vote) dan dipilih  (Right to a part of), pelaksanaan pemilu yang jujur dan adil (free and fair election) tidak boleh dibiarkan. Bahkan penolakan terhadap calon Kapolda ini sangat tak masuk akal," ujarnya.

Menurutnya, Presiden sebagai kepala negara tidak boleh kalah melawan kelompok sipil intoleran, negara memiliki power untuk memaksa untuk menegaskan keutuhan kebinekaan bangsa berbasis pada Pancasila, UUD 1945 dan Adagium Bhineka Tunggal Ika dengan memperhatikan hak asasi manusia.

"Dalam tataran praktek berbagai instrumen hukum hak asasi manusia yang menjamin adanya perlindungan terhadap tindakan kekerasan atas dasar kebencian suku, agama, ras dan antar golongan sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 40 tahun 2008, UU Nomor 39 tahun 1999, UU Nomor 12 tahun 2005. Ketegasan Presiden untuk menolak permintaan orang-orang yang mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa merupakan wujud nyata Pemerintah dalam menegaskan kepada rakyat bahwa Indonesia adalah negara plural dan modern, egaliter, meritokrasi dalam rekrutmen penyelenggara negara baik melalui pengangkatan maupun pemilihan," tandanyas.

Indonesia kata Natalius, sejatinya gugusan Kepulauan yang dihuni oleh para migran yang beraneka ragam. "Maka secara sosial bangsa kita adalah multiminoritas, ini bertanda adanya fakta labilitas integrasi sosial, karena itu karakter kebangsaan pemimpin negara sangat menentukan eksistensi kita. Kami menegaskan bahwa salah satu kewajiban utama negara sesuai dengan instrumen hukum HAM adalah memastikan adanya jaminan perlindungan terhadap seluruh warga negara tanpa melihat latar belakang suku, agama, ras dan juga golongan," tururnya.

Oleh karena itu sambung dia, Indonesia sebagai negara multiminoritas, Pemerintah harus menjamin agar negara tidak dibonsai dalam sektarianime dan eksklutivisme yang naif yg menggangu keutuhan negara bangsa. Kita mesti belajar dari negara-negara lain yang ratusan tahun hidup dalam segregasi ras dan agama, telah terpuruk dalam konflik dan mengancam ribuan nyawa manusia, negeri lain terpuruk akibat perang saudara, yang lain terpuruk dalam cara pandang yg salah atas doktrin dan dokma yang dianut.

"Ancaman nyata telah didepan kita, selain bangsa ini rapuh dalam integrasi sosial, juga ancaman nyata 13 negara tetangga, belum lagi ancaman narkotika dan terorisme, perang proxy, juga ancaman tanpa batas melalui teknologi informasi. Dari dalam negeri, negara mau dibonsai  tanpa batas melalui pengembangan opini di media sosial, FB, Twiiter, Group2 WA, tercipta pemahaman yang keliru tentang cara pandang negara bangsa dari dari imajinasi Kartografi nusantara yang beraneka," paparnya.

"Oleh karena itu,  pencegahan dan deteksi dini terhadap adanya gangguan instabilitas nasional melalui intervensi dan penetrasi bahaya atas dasar kebencian berbasis Sara menjadi urgensi bagi Pemerintah, kepolisian, lembaga intelijen dan tokoh2 masyarakat dan agamawan juga pihak yang terkait," pungkasnya. ***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/