Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
BPJPH Rilis Indonesia Global Halal Fashion, Targetkan Kejayaan di Pasar Dunia
Internasional
3 jam yang lalu
BPJPH Rilis Indonesia Global Halal Fashion, Targetkan Kejayaan di Pasar Dunia
2
Langsung Pantau Persiapan, Menpora Dito Ingin Berikan Kado Terbaik buat Presiden Jokowi dari Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
2 jam yang lalu
Langsung Pantau Persiapan, Menpora Dito Ingin Berikan Kado Terbaik buat Presiden Jokowi dari Olimpiade 2024 Paris
3
Okto Sebut Sudah 9 Atlet Lolos ke Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
2 jam yang lalu
Okto Sebut Sudah 9 Atlet Lolos ke Olimpiade 2024 Paris
4
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
Umum
2 jam yang lalu
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
https://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Pasca Lebaran, Sumbar Alami Inflasi Tertinggi Ketiga Secara Nasional

Pasca Lebaran, Sumbar Alami Inflasi Tertinggi Ketiga Secara Nasional
Sabtu, 06 Agustus 2016 09:55 WIB
Penulis: Hermanto Ansam
PADANG - Konsumsi masyarakat yang meningkat selama lebaran menjadi penyebab tingginya inflasi Sumatera Barat. Laju Inflasi bulanan Sumbar pada bulan Juli 2016 tercatat sebesar 1,52% (mtm), meningkat signifikan dibandingkan dengan laju inflasi bulan Juni 2016 yang hanya mencapai 0,18% (mtm).

''Secara tahun berjalan, laju inflasi Sumbar telah mencapai 1,72% (ytd). Sementara itu, secara tahunan, laju inflasi Sumbar berada pada level 3,49% (yoy). Pencapaian inflasi bulanan (mtm) posisi Juli tersebut menjadikan Provinsi Sumbar sebagai provinsi dengan laju inflasi tertinggi ketiga secara nasional,'' ujar Wakil Ketua Tim Koordinasi/Ahli Tim Pengendalian Inflasi Daerah Provinsi Sumatera Barat, Bimo Epyanto.

Sementara itu, perkembangan harga bulanan di tingkat nasional mencatatkan inflasi namun dengan tingkat yang rendah yaitu sebesar 0,69% (mtm). Secara spasial, inflasi Sumbar disumbang oleh inflasi Kota Padang dan Bukittinggi yang masing-masing tercatat sebesar 1,52% (mtm) dan 1,46% (mtm). Inflasi tersebut menjadikan Kota Padang sebagai kota dengan laju inflasi tertinggi ke-5 secara nasional. Sementara itu, Kota Bukittinggi berada pada urutan ke-7 sebagai kota dengan inflasi tertinggi secara nasional.

Inflasi Sumbar disumbang oleh inflasi seluruh komponen pembentuk inflasi yang meliputi kelompok bahan pangan bergejolak (volatile food), kelompok barang yang diatur pemerintah (administered price) dan kelompok inti (core). Kelompok bahan pangan bergejolak, kelompok barang yang diatur pemerintah dan kelompok inti masing-masing mencatat inflasi sebesar 4,03% (mtm), 1,48% (mtm) dan 0,27% (mtm).

Kenaikan harga bahan pangan bergejolak disebabkan oleh terganggunya pasokan bahan pangan strategis dari sentra produksi di luar Sumbar. Lebih jauh lagi, kenaikan tersebut disumbang oleh mahalnya harga benih, turunnya produktivitas lahan, dan gangguan cuaca di sejumlah daerah di Jawa yang menyebabkan berkurangnya pasokan cabai merah dan bawang merah. Selain itu, meningkatnya permintaan (seiring dengan lonjakan jumlah pemudik di Sumbar) untuk pemenuhan kebutuhan kuliner lebaran berimbas pada kenaikan harga bahan pangan lainnya, termasuk jengkol dan kentang. Kenaikan harga pada kelompok barang yang diatur pemerintah disumbang oleh kenaikan tarif angkutan udara seiring dengan arus mudik dalam rangka perayaan lebaran.

Sementara itu, kenaikan harga kelompok inti masih tergolong rendah yang mencerminkan masih rendahnya daya beli masyarakat. Kenaikan harga kelompok inti tersebut disumbang oleh kenaikan pada subkelompok transportasi, kesehatan dan pendidikan.

Selanjutnya, tekanan inflasi ke depan diprakirakan masih akan meningkat, terutama disumbang oleh kelompok bahan pangan bergejolak. Tekanan inflasi tersebut diprakirakan berasal dari kenaikan harga bahan pangan seiring dengan masih berlangsungnya gangguan cuaca di Jawa yang berpotensi menganggu pasokan barang. Fenomena La Nina yang berpotensi terjadi baik di dalam provinsi maupun daerah lain pemasok barang ke Sumatera Barat turut menjadi risiko inflasi ke depan. Selain itu, adanya kemungkinan peningkatan tarif listrik secara bertahap hingga akhir tahun akan mendorong tekanan inflasi ke depan dari sisi administered price. Sementara itu, tekanan dari kelompok inti diprakirakan stabil seiring dengan masih terbatasnya daya beli dan ekspektasi masyarakat.

Selama periode sebelum dan sesudah lebaran, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sumbar mengintensifkan pelaksanaan Operasi Pasar (OP) beras guna mengantisipasi lonjakan permintaan beras pada periode tersebut. Seiring dengan indikasi peningkatan harga beras di tengah tingginya konsumsi masyarakat khususnya pada periode Ramadhan dan Lebaran 1437 H, Bulog Divre Sumbar melanjutkan Operasi Pasar Cadangan Beras Pemerintah (OP CBP) di Kota Padang yang telah dimulai sejak 22 Desember 2015 hingga awal Agustus 2016.

Pelaksanaan OP tersebut pertama kali dilakukan di 3 (tiga) pasar besar yaitu Pasar Raya, Pasar Alai dan Pasar Siteba. Menjelang lebaran, Operasi Pasar tersebut diperluas dengan menyasar 2 (dua) pasar besar lainnya yaitu Pasar Bandar Buat dan Pasar Lubuk Buaya. Tidak hanya perluasan cakupan wilayah OP, namun waktu pelaksanaan juga ditingkatkan menjadi 2 (dua) kali sehari pada saat pagi dan siang hari. Pelaksanaan OP sebelum lebaran dilakukan hingga tanggal 4 Juli 2016 dan dimulai lagi setelah lebaran pada tanggal 11 Juli 2016. Sejak awal pelaksanaan OP hingga lebaran, jumlah beras yang telah disalurkan sebanyak 3.600 ton yang merupakan beras impor dari Vietnam dan Thailand. Ke depan, pelaksanaan OP masih akan terus dilakukan sampai waktu yang tidak ditentukan sesuai dengan kebutuhan. ***

wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77