Home  /  Berita  /  Politik

Kasus “Papa Minta Sumbangan” Terancam Mandek Ditangan BK DPRD Padang

Kasus “Papa Minta Sumbangan” Terancam Mandek Ditangan BK DPRD Padang
Ketua BK DPRD Padang, Yendril saat diwawancarai wartawan BentengSumbar, Zamri Yahya terkait kasus surat permintaan sumbangan Ketua DPRD Padang ke Bank Nagari.
Selasa, 31 Mei 2016 10:00 WIB
Penulis: Agib M Noerman

PADANG – Masih ingat kasus “surat sakti” Ketua DPRD Padang ke Bank Nagari? Kasus “Papa Minta Sumbangan” yang sudah masuk ke ranah Badan Kehormatan (BK) DPRD Padang disinyalir mandek ditangan “hakim anggota dewan” sendiri. Padahal, untuk mengusut kasus Erisman, BK telah menghabiskan miliaran rupiah anggaran daerah untuk perjalanan dinas.

Ketua BK DPRD Padang, Yendril mengatakan kasus penyalahgunaan wewenang berupa permintaan sumbangan ke Bank Nagari tanpa melalui prosedur yang dilakukan Ketua DPRD Padang memang tengah digodok oleh BK. Bahkan, BK segera memfinalisasi sanksi yang akan diberikan kepada Erisman.

“Hanya saja untuk memberikan sanksi kepada Ketua DPRD Erisman, BK perlu mengadakan rapat. Persoalannya, ketika rapat internal BK akan dilaksanakan, beberapa anggota BK tidak hadir tanpa alasan yang jelas,” kata politisi Hanura ini, Senin (30/5/2016) sore.

Ketika GoSumbar menanyakan apakah ada anggota BK yang “bermain”? Yendril secara implicit tidak menampik hal itu. Menurutnya, setiap anggota dewan memiliki kepentingan berbeda. Nah, jelas Yendril, untuk menyelamatkan kepentingan tersebut, tidak tertutup kemungkinan ada anggota BK yang memanfaatkan situasi ini.

Seperti diketahui, anggota BK DPRD Padang berjumlah lima orang masing-masing Yendril (Fraksi Hanura), Jumadi (Fraksi Golkar), Emnu Azamri (Fraksi Gerindra), Masrul (Fraksi PAN) dan Iswandi Muchtar (Fraksi Perjuangan Bangsa).

Lebih lanjut Yendril menyebutkan, menyangkut Ketua DPRD Erisman ada empat kasus yang masuk ke BK yaitu tentang dugaan ijazah palsu. Kedua, tentang tuduhan pencabulan. Ketiga, tentang dugaan perselingkuhan. Keempat, menyalahgunakan kewenangan dalam pembuatan surat. 

Dua kasus sudah selesai ditangani. Pertama, laporan tentang pencabulan karena sudah diproses secara hukum dan karena dilaporkan ke polisi. Lagian kasus itu terjadi sebelum yang bersangkutan menjadi anggota dewan.

Kedua, masalah ijazah. Hasil klarifikasi BK, memang ijazah itu dikeluarkan perguruan tinggi, cuma prosesnya itu tidak sesuai dengan undang-undang pendidikan karena yang bersangkutan tidak menjalani proses belajar mengajar sebagaimana diatur undang-undang.

“Kasus ini masih ditangani kepolisian. Mahkamad Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI menyarankan, karena kasus ini tidak menimbulkan civil effek, maka kita rekomendasikan kepada yang bersangkutan tidak boleh menggunakan gelar sarjananya," terang Yendril. 

Pada kesempatan ini Yendril berharap agar anggota BK segera menuntaskan pengusutan kasus ini. Sebab, menurut Yendril banyak pihak yang berharap BK mengeluarkan keputusan yang tidak memihak kepentingan politik tertentu. (agb)

wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77